Warta

Wapres Harus Minta Maaf pada Pimpinan Pesantren

Selasa, 25 Oktober 2005 | 12:15 WIB

Jakarta, NU Online
Usulan pengawasan terhadap pesantren yang dianggap sebagai sarang terorisme terus menuai kritik. Walaupun sudah diberikan penjelasan tambahan oleh wapres bahwa hanya terdapat dua pesantren yang diindikasi sebagai sarang terorisme, hal tersebut dinilai tidak cukup.

Anggota DPR RI dari FKB Masduki Baidlawi menjelaskan bahwa Wapres harus meminta maaf kepada para pimpinan pesantren karena tuduhan tersebut. “Sangat disayangkan seorang wakil presiden memberikan pernyataan yang justru meresahkan umat Islam, apalagi kalangan pesantren,” tandasnya di PBNU (25/10).

<>

“Mestinya harus ada klarifikasi dari Wapres dan saya kira wakil presiden harus minta maaf pada pimpinan pesantren yang telah memberikan kontribusi yang luar biasa bagi perkembangan bangsa ini,” imbuhnya.

Seperti diketahui bahwa pesantren yang terbesar di Indonesia itu dikelola oleh kalangan Nahdlatul Ulama dan tidak satupun yang dikelola NU itu berkonotasi dengan Islam radikal. “Dalam sejarah Republik Indonesia, NU dengan pesantrennya memberikan peran luar biasa dalam memperjuangkan berdirinya RI. Orang pesantren sadar benar bahwa Indonesia merupakan bangsanya sendiri. Kan tidak pernah terlibat dalam sejarah pemberontakan,” paparnya.

Mantan Wasekjen PBNU tersebut menjelaskan bahwa kontribusi pesantren sangat besar pada republik ini, dengan bekal nasionalisme yang begitu tinggi, serta pemahaman Islam yang begitu kental keindonesiaaannya hal tersebut membangun Islam yang khas dengan kebudayaan-kebudayaan lokalnya.

Masduki menilai bahwa pernyataan seperti itu begitu mudah muncul dari pejabat, karena terpengaruh dari informasi-informasi yang dilansir oleh fihak asing. Salah satu agen dari informasi mengenai ini adalah Sidyen Jones. Ia selalu melansir data-data baru mengenai sel-sel terorisme di Indonesia yang semua itu berlatar belakang Islam radikal yang selalu disebut-sebut alumni Afganistan yang kemudian bermetaformosif dalam pesantren. Dan itu bukan pesantren NU.

Itu adalah pesantren model baru yang dikembangkan 10-15 tahun terakhir, yang itu tidak semuanya menjadi sarang teroris karena memang pesantren juga mengalami perkembangan yang luar biasa sebagai sistem pendidikan alternatif. Jika memang ada telah ada bukti yang kuat aparat bisa melakukan tindakan tegas.

Ketika orde baru mengalami formalisasi dalam bidang pendidikan dan dijadikan wahana indoktrinasi sehingga mengalami uniformalisasi, justru di pesantren mengalami diferensiasi yang kreatif. “Jadi kalau kemudian digeneralisasi sebagai satu yang diawasi saya kira kebablasan,” imbuhnya.(mkf)