Wawancara

Muslimat NU DKI Tunggu Gebrakan 100 Hari Jokowi

Jumat, 19 Oktober 2012 | 07:20 WIB

Lima belas Oktober lalu, warga DKI Jakarta memiliki gubernur baru. Nama Jokowi-Basuki cukup populer satu bulan terakhir. Keduanya terpilih sebagai pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur baru DKI Jakarta. Wartawan NU Online Alhafidz Kurniawan mewawancarai Ketua Pimpinan WIlayah Muslimat NU DKI Jakarta, Hj. Hizbiyah Rochim pertelepon, Kamis (18/10) petang. Berikut petikan wawancaranya.<>

Apa harapan Muslimat NU DKI Jakarta kepada Gubernur baru?

Kita berharap Pak Jokowi merealisasikan janji-janjinya kepada rakyat DKI Jakarta. Misalnya soal pengentasan rumah kumuh, jaminan kesehatan, pendidikan, dan janji lainnya. Kami juga berharap agar Jokowi ini mengemban amanah dalam lima tahun ke depan. Dengan begitu, ia tidak setengah-setengah membenahi persoalan di Jakarta.

Terkait sosial-keagamaan?

Saya dengar kiprahnya di Solo cukup baik dengan dunia kemasyarakatan dan keagamaan. Dan kita sebagai tokoh masyarakat termasuk ulama-ulamanya, harus menjemput bola. Tokoh-tokoh ini penting untuk memberikan masukan-masukan kepada Pak Jokowi sebagai Gubernur baru DKI Jakarta. Tentunya ia akan mendengarkan masukan tersebut demi kemaslahatan, ukhuwah Islamiyah, dan kesejahteraan warga DKI.

Kita tidak boleh diam, tetapi harus mengadakan pendekatan-pendekatan. Kita, sejumlah ormas keagamaan, termasuk MUI harus mendukung program-program Pak Jokowi. Para ulama dan habib harus menyambut positif kehadiran Pak Jokowi. Kita tidak boleh menyikapinya secara negatif.

Pemimpin itu tergantung lingkungan. Siapa lagi yang melindungi pemimpin kita kalau bukan kita sendiri.

Apa tanggapan ibu terkait ormas Islam tertentu yang menyudutkan Wagub DKI Jakarta yang nonmuslim?

Kita boleh berjuang. Tetapi semua ada aturan dan kondisinya. Artinya saat untuk mengkritisi pemimpin belum saatnya. Orang (pemimpin-red.) belum kerja, sudah dikritisi? Nanti dulu. Kita harus lihat dulu kenyataannya ke depan. Meskipun Wagub nonmuslim, tetapi kalau memberikan kemaslahatan kepada banyak orang, kita harus mendukungnya.

Ini belum apa-apa, sudah diginikan-ginikan? Jadi kerjanya akan terganggu. Ini nggak benar. Kita di Islam, ya nggak boleh seperti itu. Justru kita berkiprah bersama dalam membenahi DKI Jakarta. Tinggal dilihat bagaimana nanti ke depannya?

Kita lihat dulu 100 hari ke depan seperti apa, baru kasih masukan kepada pemimpin dimana kurangnya. Tetapi itu pun harus mengerti jalur dan salurannya. Jangan sampai Islam kita ini dicederai oleh segelintir umat Islam sendiri. Kita tidak menginginkan hal tersebut tentunya. Umat Islam kok menodai Islam sendiri? Nggak boleh itu. Kita bekerja yang cantik lah…

Ada mekanismenya?

Saya kira semua ada strateginya lah. Etikanya pun ada. Kita harus tahu itu. Bukan harus demonstrasi. Itu bukan solusi. Solusi itu yang memberikan kemaslahatan kepada masyarakat.

Harus punya itikad baik?

Iya harus punya niat baik dalam memberikan masukan (kepada pemimpin-red.). Kalau warganya selalu su’uzan, ya repot. Bagaimana kita bisa membangun Jakarta? Maka itu kita harus memiliki semangat yang baik untuk membangun kota Jakarta bersama-sama. Tinggal dilihat ke depan seperti apa? Kita evaluasi sambil jalan nanti.

Tantangan ke depan?

Saya kira setiap pemimpin akan mendapat tantangan. Semua pemimpin akan hadapi itu, tidak hanya gubernur DKI Jakarta saja. termasuk pemimpin ormas, politik, dan pemimpin di pelbagai bidang. Tantangan itu pun harus dilihat dulu. Kalau tantangannya untuk memajukan masyarakat Jakarta, tentu mau tidak mau harus diatasi.

Dilihat dari pelantikan kemarin, siapa sih yang menghendaki Pak Jokowi? Rakyat toh? Pak Jokowi ini kan dipilih oleh masyarakat sendiri. Dan tentunya kebijakannya harus kembali kepada rakyat.

Selain itu kita harus melihat DPRD. Peran DPRD di sini juga cukup menentukan, terkait anggaran, program, dan sebagainya. Saya kira Pak Jokowi juga harus bisa melakukan pendekatan dengan DPRD. Tetapi saya pikir Pak Jokowi jauh hari sudah mengerti strategi dan caranya.


Redaktur: A. Khoirul Anam