Wawancara

Penenggelaman Kapal Diatur dalam UU sebagai 'Tindakan Khusus'

Jumat, 12 Januari 2018 | 02:49 WIB

Penenggelaman Kapal Diatur dalam UU sebagai 'Tindakan Khusus'

Zaki Mubarok Busro.

Polemik di dalam kabinet kerja Presiden Jokowi kembali terjadi. Kali ini yang dijadikan persoalan adalah kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti tentang penenggelaman kapal pencuri ikan di laut Indonesia.

Polemik tersebut berawal dari permintaan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan kepada Menteri Susi Pudjiastusi untuk menghentikan kebijakannya. Luhut menawarkan cara lain, yaitu kapal pencuri ikan diberikan kepada nelayan melalui koperasi. Sementara Menteri Susi berpendapat bahwa kebijakannya merupakan perintah Presiden Jokowi dan hanya menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
 
Untuk mengetahui sejauh mana dampak kebijakan Menteri Susi terhadap kedaulatan kelautan dan perikanan di Indonesia hingga penting tidaknya tawaran Menteri Luhut, wartawan NU Online Husni Sahal mewawancarai Ahli Kelautan Zaki Mubarok Busro yang saat ini sedang menempuh studi doktoral di Australia National Centre for Ocean Resources and Security (ANCORS), University of Wollonggong melalui sambungan handphone, Kamis (11/1).

Menurut Anda, seberapa efektif kebijakan penenggelaman kapal dalam upaya menjaga kedaulatan kelautan dan perikanan di Indonesia?

Sejauh ini tindakan Menteri Susi cenderung efektif dalam menjaga kedaulatan wilayah dan menjaga stok ikan di perairan kita karena tindakan tersebut telah menciptakan detterrence effect atau efek jera bagi para pencuri ikan yang memasuki wilayah perairan Indonesia. Cara ini dianggap ampuh untuk memberikan pelajaran bagi para kriminal  yang tidak mempan dihukum dengan cara-cara konvensional.

Apakah ada dampak dari kebijakan penenggelaman kapal tersebut bagi pendapatan nelayan Indonesia?

Tindakan penenggelaman kapal tentu saja memberikan dampak terhadap meningkatnya pendapatan nelayan karena stok ikan secara nasional dan global mengalami penurunan.
 
Menurut penelitian Food and Agriculture Organization (FAO), stok ikan dunia mengalami penurunan dari tahun 1974 sebesar 90 persen menjadi 71,2 persen pada tahun 2011 dimana 28,2 persen diantaranya mengalami tangkap lebih. Tren ini juga terjadi di Indonesia. 

Komunitas internasional telah melakukan berbagai cara untuk mengembalikan stok ikan dan meningkatkan pendapatan para nelayan melalui instrumen hukum namun usaha tersebut belum menampakkan hasil yang signifikan.

Dengan tindakan yang tegas tersebut, tentu saja pendapatan nelayan menjadi meningkat karena stok ikan kembali naik karena kapal kapal yang ditenggelamkan tersebut juga menggunakan destructive fishing gears untuk melancarkan aksinya. Namun yang perlu diingat, secara internal, nelayan kecil juga perlu diedukasi untuk melakukan penangkapan ikan secara ramah lingkungan agar stok ikan diwilayah mereka tidak depleted atau habis.

Apa pendapat Anda terkait permintaan Menteri Luhut kepada Menteri Susi untuk menghentikan kebijakan penenggelaman kapal?

Barangkali yang perlu diluruskan adalah Menteri Luhut meminta agar penenggelaman kapal dilakukan secara sementara. Artinya, kebijakan tersebut bisa dilakukan lagi di masa yang akan datang setelah mempertimbangkan berbagai aspek. 

Namun, menurut hemat saya, moratorium penenggelaman kapal dalam praktiknya susah untuk dihentikan dalam kondisi tertentu karena menurut UU 45/2009 sebagai perubahan dari UU 31/2004 tentang Perikanan, pengawas atau penyidik perikanan bisa melakukan "tindakan khusus" berupa penenggelaman kapal apabila dianggap membahayakan jiwa petugas tersebut atau melakukan kejahatan perikanan dengan bukti awal yang cukup.
 
Namun begitu, penenggelaman kapal sebaiknya juga bersinergi dengan upaya diplomasi yang sedang dilakukan pemerintah sebagai upaya untuk membujuk agar flag state (negara bendera) tempat asal pemilik kapal dapat melakukan upaya yang efektif melalui perangkat legal and policy mereka agar memberikan sanksi tegas bagi kapal mereka yang melakukan pencurian ikan. Jadi, sebaiknya negara yang melakukan protes peneggelaman kapal tersebut juga secara tegas menghukum kapal-kapal berbendera negaranya.

Menurut Luhut, sebaiknya kapal-kapal dari pencuri ikan dibagikan kepada nelayan melalui koperasi. Bagaimana Anda melihat tawaran gagasan tersebut?

Hanya perintah pengadilan yang bisa menyatakan seperti itu. Kalau kapal sudah di ad hoc atau ditarik ke dermaga, maka kapal tersebut sudah pro justitia atau sudah menjadi barang bukti pengadilan. Pengadilan yang akan memutuskan apakah kapal tersebut di tenggelamkan atau dirampas oleh negara untuk diberikan kepada nelayan.

Bagaiamana untuk gagasan sendiri?

Gagasan untuk pemberian kapal kepada nelayan saya kira bagus-bagus saja. Namun KKP sekarang pun telah memberikan bantuan berupa kapal kepada para nelayan kecil agar hasil tangkapan mereka meningkat sekaligus meningkatkan kesejahteraan para nelayan. Perlu juga dihitung cost and benefit-nya, apakah kapal yang ditangkap untuk dihibahkan ke nelayan lebih banyak manfaat atau mudharatnya dibandingkan dengan ditenggelamkan. Namun sekali lagi, itu tergantung pengadilan yang putusannya berdasarkan ketentuan yang ada sekarang.

Saya kira kita perlu mencontoh Norwegia yang menurut FAO pada tahun 2008 menjadi negara terbesar kedua eksportir ikan dan produk-produk perikanan, namun sangat concern terhadap sustainability stok ikan dan environment.