Wawancara

Spirit Islam Nusantara untuk Pengembangan Ekonomi Warga NU

Rabu, 6 April 2016 | 05:14 WIB

Spirit Islam Nusantara untuk Pengembangan Ekonomi Warga NU

Ketua PP LPNU H Harvick Hasnul Qolbi

Pergerakan dan pengembangan ekonomi warga NU telah lama dikembangkan oleh kalangan pesantren melalui pendirian Nahdlatut Tujjar yang diinisiasi oleh KH Abdul Wahab Chasbullah pada tahun 1918 jauh sebelum Indonesia merdeka.

Perjuangan tersebut terus berupaya dilakukan dengan mendirikan Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU). Selama ini problem perekonomian di kalangan warga NU terus berkelindan sehingga berbagai inovasi untuk mengembangkan dan menumbuhkannya menjadi poin penting.

Berikut adalah wawancara yang dilakukan NU Online dengan Ketua Pimpinan Pusat LPNU H Harvick Hasnul Qolbi di sela-sela kegiatan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) LPNU 2016 di Medan, Sumatera Utara, Jumat-Sabtu (1-2/4) bertajuk Dengan Semangat Islam Nusantara, Kita Menyongsong 100 Tahun NU dan Kebangkitan Perekonomian Indonesia.

Bagaimana Anda melihat pengelolaan dan pengembangan ekonomi yang dilakukan oleh LPNU dan warga NU secara keseluruhan?

Sebelumnya saya ingin menyampaikan bahwa dipilihnya saya oleh Ketua Umum PBNU murni sebagai pengabdian dan wadah aktualisasi saya di NU. Kalau masalah ekonomi bagi saya simple aja. Untuk mengembangkan perekonomian, tidak dibutuhkan banyak teori njlimet. Hanya saja pola pengembangannya harus dilakukan secara terus-menerus sehingga bisa survive. Sebelum pembukaan Rakernas, kita melakukan Brain Storming dengan seluruh pengurus wilayah. Ternyata saya lihat apa yang sudah dilakukan teman-teman di daerah itu sudah sangat luar biasa. Banyak potensi-potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahtaeraan umat, bahkan bangsa Indonesia. Saya kira potensi-potensi yang perlu dikerjasamakan antara daerah satu dengan daerah lain agar pertumbuhan ekonomi terus berlanjut.

Saya sendiri senang menerapkan model ekonomi yang langsung terjun ke lapangan, bukan kebanyakan MoU dan teori, dan lain-lain. Untuk menjalankan lembaga ini, saya pikir semangat dan pola pikir positif harus dilakukan oleh semua. Termasuk saya da kawan-kawan di PBNU mau mendirikan Bank NU, doakan aja, Insyaallah di tahun bisa terlaksana. Dengan semangat dan pola pikir positif juga, E-Kartanu dan lain-lain bisa terlaksana, itu ide kita bersama-sama.

Kalau melihat potensi ekonomi warga NU yang tadi dibilang begitu besar, lalu model pengembangan ekonomi seperti apa yang cocok untuk NU?

Yang jelas kalau teori sederhananya seperti ini, ekonomi ini kalau makin besar, masalah makin kompleks itu jika dilihat dari sudut pandang ekonomi modern. Kalau based on Indonesia, khususnya warga yang guyub dengan tradisi dan kebudayaan yang melimpah, tidak usaha takut mengembangkan perekonomian mikro karena selama ini model seperti BMT, koperasi, pasar tradisional, UKM, dan lain-lain terbukti mewujudkan ekonomi yang stabil untuk Indonesia. Jadi menanggapi pesar bebas Asean (MEA), Indonesia dan warga NU tidak perlu khawatir karena kita mempunyai potensi dan produk ekonomi yang melimpah.

Jadi menurut saya, yang pas ya model ekonomi kerakyatan dengan pendirian lembaga-lembaga yang saya sebut tadi. Koperasi, dan lain-lain sudah benar, tinggal inovasi dan pengembangannya harus dilakukan secara terus-menerus. Oleh karena diperlukan konsolidasi agar semakin kuat dan bertumbuh.

Apa yang harus dilakukan untuk meminimalisir sikap saling tidak percaya antara sesama warga NU terhadap usaha dan lembaga ekonomi yang sedang dibangun?

Jangankan sesama warga NU, sesama bangsa Indonesia sendiri selama mereka minder terhadap produk-produk asli lokal. Jika ingin memperkuat perekonomian, trust atau sikap saling percaya harus ditumbuhkan. Tentu pelayanannya juga harus ditingkatkan sehingga masyarakat terpuaskan.

Warga NU dan masyarakat Indonesia itu gini, sesulit apapun kondisi ekonomi, mereka tetap hidup. Meskipun negara tidak mem-protect , tetap hidup. Bayangkan di negara-negara seperti Yunani dan Australia, beberapa kali terjadi krisis energi dan kolaps. Artinya, saya ingin mengatakan bahwa kita sudah terbiasa survive dan ini merupakan modal besar. Dengan kondisi negara yang sering kali tidak perhatian, kita tidak bisa mengharapkan mereka, kita harus bergerak menghidupkan perekonomian.

Jika model ekonomi kerakyatan cocok untuk warga NU, lalu model pengembangan yang pas seperti apa?

Begini, kalau modelnya sudah tepat, tetapi selama ini kerap kali kontrolnya yang tidak tepat. Contoh pembuatan E-Kartanu. Meskipun setiap wilayah sudah melakukan pembuatan Kartanu, kita harus konsisten bahwa model E-Kartanu ini harus terkontrol dan diterapkan di semua wilayah dan derah. Begitu juga model perekonomian, warga NU harus bangga terhadap produk dan lembaga ekonomi yang dibuat oleh NU sendiri sehingga perekonomian akan tumbuh dan berkembang. Jadi terkadang kita itu tidak masif, bukan berarti kita menerapkan ekonomi kapitalis, tetapi konsolidasi ekonomi di antara warga NU juga sangat penting agar semakin kuat.

Terkait dengan model ekonomi digital, untuk warga NU bagaimana pandangan Anda?

Kita memang tidak mungkin lari dengan perkembangan teknologi untuk keperluan bisnis dan perdagangan. Tetapi kita juga harus memperhatikan pelaku-pelaku ekonomi tradisional yang selama ini melayani bangsa tanpa kenal lelah. Artinya, para pelaku bisnis online juga harus diperlakukan sama dengan prosedur-prosedur yang selama ini telah dijalankan oleh pelaku bisnis tradisional, jangan ada diskriminasi. Hal itu menurut saya akan tetap menjadikan pedagang kecil, pelaku bisnis tradisional akan tetap survive melayani bangsa dan menumbuhkan perekonomian Indonesia.

Apalagi perkembangan teknologi tidak semua membawa hal yang positif, artinya ada negatifnya juga. Meskipun kita tidak bisa mengelak bahwa teknologi sangat bermanfaat untuk menjalani kehidupan modern seperti sekarang. Namun demikian, terkait dengan pasar berbasis online, pemerintah juga harus membuat regulasi yang sepadan sehingga tidak terjadi konflik horisontal seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.

Terkait dengan MEA Pak, apa yang harus dilakukan warga NU dan bangsa Indonesia untuk menghadapinya?

Tidak perlu khawatir dan takut. Bagi saya begini, kalau kita dinamis dan kreatif mengembangkan perekonomian, baik mikro maupun makro, kita akan sangat bisa bersaing. Dan untuk bisa bersaing, tidak perlu meninggalkan produk-produk ekonomi kreatif yang selama ini kita jalani. Apalagi warga NU, kita mempunyai akar yang kuat dengan potensi ekonomi yang melimpah. Tinggal kontrolnya saja yang perlu dikonsolidasikan dengan kuat.

Nah, terkait dengan pengembangan ekonomi mikro di antara warga NU, tidak bisa disamaratakan uji coba dan pengembangannya. Kalau kontrol iya, harus sama agar kuat. Antara kampung petani dan kampung nelayan, tentu treatment-nya beda. Lembaga ekonomi NU di berbagai wilayah dan daerah harus cerdas menyikapi hal ini.

Bagaimana mengembangkan ekonomi berbasis budaya, digital, dan bahari untuk memperkuat perekonomian warga NU dan bangsa Indonesia?

Kalau kita melihat bidang-bidang tersebut memang potensi ekonominya sangat melimpah. Oleh karena itu seperti yang saya jelaskan tadi, potensi ekonomi yang ada harus disesuaikan dengan kondisi lokal masing-masing. Adapun teknologi tak lebih hanya sekadar alat untuk mempermudah berjalannya ekonomi yang sedang atau sudah kita bangun.

Terkait spirit Islam Nusantara untuk pengembangan perekonomian bangsa Indonesia, seperti apa?

Nusantara merupakan tempat di mana berbagai potensi ekonomi berada. Kita harus mengadakan pemetaan potensi tersebut. Karena jelas, setiap daerah mempunyai potensi ekonomi berbeda dengan tradisi dan budaya yang juga tidak sama. Produk-produk budaya khas di tiap daerah juga sangat melimpah. Yang jelas, Islam Nusantara yang mendasarkan diri pada tradisi dan budaya sangat penting untuk diambil semangatnya dalam rangka mengembangkan perekonomian bangsa.

Terakhir, terkait PBNU yang ingin mendirikan sebuah Bank, apa tingkat urgensinya untuk warga NU?

Sangat urgen sekali jika melihat kualitas dan kuantitas warga NU di seluruh Indonesia, bahkan di dunia. Kita ingin membangun kesejahteraan warga NU dengan mendirikan wadah tersendiri. Melalui pendirian Bank ini, doakan tahun ini bisa terlaksana, kita juga ingin mengonsolidasikan seluruh warga NU agar perekonomian NU semakin kuat.

(Fathoni)