Sebagai badan otonom (Banom) di lingkungan NU yang bergerak di bidang kepemudaan, Gerakan Pemuda (GP) Ansor memiliki peran strategis dalam upaya mengawal pemuda yang merupakan elemen penting masa depan bangsa.Ā
Di tengah perubahan dan tantangan zaman, GP Ansor terus bergerak dengan berbagai perbaikan. Berikut wawancara Kontributor NU Online Kendi Setiawan dengan Ketua Umum PP GP Ansor, Ā H Yaqut Cholil Qoumas (Gus Tutut) di Jakarta.
Pada saat ini apa yang paling penting untuk dilakukan GP Ansor?
Kalau kita tarik ke belakang, GP Ansor ini pernah mengalamiākalau bahasa sayaākebuntuan organisasi di mana organisasi ini stagnan, tidak ada aktivitas yang berarti. Yang kemudian ketika periode 2010-2015 nahkoda GP Ansor dipimpin oleh Sahabat Nusron Wahid, kebuntuan-kebuntuan dan kebekuan yang ada di organisasi itu dipecahkan. Kami melihat dan sekaligus menjadi saksi, bagaimana Sahabat Nusron Wahid berhasil memecah kebuntuan dan kebekuan-kebekuan itu.Ā
Organisasi yang sebelumnya dilihat, baik di internal NU maupun di luar NU ini nyaris nggak ada, oleh Sahabat Nusron Wahid didobrak. Dia banyak melakukan aktivitas, terutama kaderisasi, yang membuat Ansor ini kemudian dipandang oleh banyak kalangan bukan hanya di internal NU tetapi juga di luar. Ini prestasi yang menurut saya luar biasa.Ā
Sekarang tugas saya tentu melanjutkan apa yang sudah dilakukan Sahabat Nusron Wahid di periode khidmah kemarin, tapi tentu harus ada penyempurnaan-penyempurnaan, karena tak ada gading yang tak retak. Kita akan sempurnakan beberapa hal termasuk sistem kaderisasi, kita akan coba benahi supaya lebih aplicable. Ketika kita melakukan kaderisasi, selesai kaderisasi langsung bisa diterapkan.
Kedua, saya melihat ada pekerjaan rumah (PR) besar di organisasi besar ini yaitu kemandirian. Organisasi ini berhasil mencetak banyak kader Ansor selama kepempimpinan Sahabat Nusron Wahid. Bahkan menurut digital tracking yang kami dapatkan, anggota Ansor di seluruh Indonesia ini tidak kurang dari 1,7 juta kader. Ini jumlah yang menurut saya luar biasa.
Dan ada satu problem pada periode ini, kita selain akan melanjutkan proses kaderisasi yang sangat penting, juga ingin menumbuhkan semangat kemandirian. Baik kemandirian bagi kader maupun kemandirian untuk organisasi.
Kemandirian yang dimaksud seperti apa, Gus?
Banyak. Kemandirian secara ekonomi, kemudian secara politik, dan kemandirian secara sosial. Secara ekonomi misalnya kita ingin menumbuhkan entrepreneurship, jiwa enterpreneurship untuk kader-kader kita, supaya tidak ada lagi yang namanya kader Ansor itu nganggur.Ā
Kita sudah coba lakukan terobosan-terobosan. Kita bekerja sama dengan salah satu bisnis online untuk bikin salon mobil online. Sumber rekrutmen tenaga kerjanya itu dari Banser. Kita sudah (sepakati) nota kesepahaman dan alhamdulillah ini sudah jalan. Tahap pertama kita memasukkan 200 kader Banser di bisnis tadi, meskipun baru sebatas tenaga kerja. Tapi menurut kami itu jauh lebih daripada tidak kerja sama sekali.Ā
Terobosan yang lain kita lakukan kita kerja sama dengan salah satu perusahaan (saya juga tidak bisa sebut namanya) untuk membuat industri komunitas. Industri komunitas ini apa? Ilustrasinya begini, di satu daerah itu katakanlah ada seribu kader Ansor/Banser. Apa sih kebutuhan seribu kader Ansor/Banser ini? Misalnya sabun mandi. Kita akan coba penuhi itu, oleh kita sendiri. Kita bikin semacam indutsri kecil (home industry) membuat sabun mandi yang nanti akan dipakai oleh warga kita sendiri, yang keuntungannya akan kembali ke organisasi, untuk kemaslahatan anggota-anggotanya.Ā
Di bidang politik kita juga mendorong kemandirian para sahabat kader GP Ansor supaya tidak terkooptasi oleh kepentingan-kepentingan politik yang sifatnya pragmatis. Kita ingin tanamkan kepada kader GP Ansor kita ini berpolitik kebangsaan. Sehingga tidak berpolitik secara praktis. Itu secara organisasi.Ā
Nah, kalau personal, secara individu ya kita persilakan karena itu pilihan. Kita persilakan kepada kader Ansor untuk mengambil sikap politik sesuai hati dan nurani mereka masing-maisng dan tentu yang bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan kaidah-kaidah Islam Ahlussunah wal Jamaah. Kalau mereka mau berpoliik praktis ke partai yang tidak mengajarkan mempertahankan NKRI, menjaga Pancasila, tentu kita akan larang. Kita berikan pilihan, mau ikut sana atau ikut sini.
Apakah kaderisasi Ā di GP Ansor memang mengarah ke politik?
Enggak begitu. Saya kira begini, GP Ansor akan mendistribusikan kader sesuai potensinya, jadi kader yang punya potensi menjadi entrepreneur (pengusaha) kita dorong dan fasilitasi untuk menjadi enterpreneur yang baik. Yang pengin jadi PNS kita dorong supaya mendapat karir terbaik di birokrasi. Begitu pula yang di bidang politik. Kita tidak bisa menafikan ada kader-kader kita yang memang lebih tertarik di bidang politik. Tadi disebutkan Sahabat Nusron Wahid, saya sendiri di politik. Itu sah-sah saja selama ujungnya sama seperti saya sampaikan jadi benteng pertahanan NKRI, Pancasila dan NU, nggak ada masalah.
Apa prioritas program yang dilakukan saat ini?
Kita punya tiga visi besar. Visi ini kita sebut 3 Plus 1. Pertama kaderiasi. Kedua, revitalisasi nilai-nilai tradisi. Ketiga, distribusi kader. Dan plus 1 atau keempat adalah kemandirian.Ā
Visi ini kita turunkan ke dalam program-program. Revitaliasi dilakukan dengan kegiatan yang kita sebut ngaji, jadi adakan pengajian-pengajian di daerah-daerah supaya kita ingatkan kembali nilai-nilai ke-NU-an yang mulai pudar. Dulu kita sering dengar yasinan Ansor, sekarang tidak ada lagi. Ada dibaan Fatayat, kita inginkan revitalisasi agar bisa bangkitkan itu lagi, supaya kita bisa temukan selapanan yasinan, tahlilan. Dalam upaya itu GP Ansor mempunyai sayap Rijalul Ansor, yang kita khsusukan untuk menggalakkan perjuangan merevitasilasi tradisi yang kita punya.Ā
Tentang kaderiasi tadi sudah saya sampaikan panjang. Di setiap minggunya tidak berhenti proses kaderiasi. Kita lakukan kaderisasi yang masif di seluruh Ā Indonesia, jadi semuanya bergerak. Kemudian distribusi kader dan kemandirian, itu juga sudah saya sampaikan tadi. Ini yang akan kita lakukan dalam lima tahun ke depan.Ā
(Kendi Setiawan)