Balitbang Kemenag

Balitbang Kemenag Siapkan Kerjasama Riset dengan Kampus Lebanon

Selasa, 6 September 2016 | 22:02 WIB

Jakarta, NU Online

Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kabalitbangdiklat) Kemenag RI Abdurrahman Mas'ud menerima kunjungan tamu Lebanon, Syekh Sa’ad al-Ajouz, Selasa (6/9) siang. Mas'ud memperoleh kehormatan menerim tamu Ketua Dewan Urusan Hubungan Luar Negeri di Global University Beirut, Lebanon.

Indonesia dan Lebanon, kata Mas’ud, sama-sama menghadapi persoalan pemahaman tatharrruf radikalisme. Padahal role model dunia Islam Nabi Muhammad adalah pemimpin yang humanis dan pluralis. “Kami di Kemenag, khususnya di Balitbang Diklat memiliki banyak fokus program meng-counter radikalisme. Contoh  Sekarang ini lagi disiapkan Halaqah Ulama Internasional,” ungkapnya juga dalam konteks mempromosikan pikira-pikiran moderat.

Dalam perspektif historis di Jawa, lanjut Mas’ud, terkenal para Walisongo sebagai mujahidun dan pendakwah rahmatan lil alamin. Di Kudus, misalnya, betapa bijaknya pendiri kota Kudus, yakni Sunan Kudus, untuk menghormati ajaran Hindu yaitu tidak memotong sapi hingga sekarang masih bisa ditemukan padahal itu dihalalkan dalam Islam. “Ini dalam rangka menghormati pihak lain dan hidup harmoni,” tandasnya.

Mas'ud menambahkan, menara Masjid Kudus juga dijaga hingga sekarang sebagai simbol hubungan antar peradaban. “Kalau saya simpulkan bahwa guru kami umat Islam Indonesia itu Rasulullah sebagai uswah hasanah. Tak hanya bagi kami, tapi juga umat Islam sedunia. Tapi bagi kami umat Islam Indonesia ada kelanjutannya. Jadi tidak langsung Nabi Muhammad tapi ada continuation mata rantai,” ujarnya.

Setelah Rasulullah, lanjut Mas’ud, ada para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in. Lalu ada ulama salaf (madzahib al-arba’ah). “Jadi, setelah Rasulullah, ada Walisongo. Mereka ini sebagai another qibla bagi bagi umat Islam Indonesia. Dari Walisongo lalu dilanjutkan para ulama Nusantara yang memiliki karya kitab luar biasa. Model uswah hasanah yang luar biasa inilah yang terlembaga dalam dunia pesantren,” tandasnya.

Menurut dia, merekalah yang disebut ulama Nusantara. “Kiblatnya tetap Nabi Muhammad. Tapi kita juga mempunyai kiblat berikutnya, yakni Walisongo. Mereka mengajarkan kebijakan dan kebajikan. Inilah yang tidak dimiliki negara lain,” ujar Guru Besar Sejarah Kebudayaan Islam alumni UCLA AS ini 

Mas'ud menambahkan, tentang keislaman di Lebanon pihaknya juga memiliki kesepahaman pemikiran tentang Islam Rahmatan lil ‘Alamin. “Kami bersyukur karena pihak luar sering  menyebut Muslim Indonesis sebagai The Smiling Islam, atau Islam yang ramah bukan Islam yang marah. Selain itu Muslim mainstream konsisten memperjuangkan NKRI kami serta memperteguh kearifan lokal,” ujarnya.

Senada dengan Mas'ud, Syekh asal Lebanon mengatakan bahwa dulu Rasulullah juga memerangi pihak-pihak yang salah paham. Namun dengan cara-cara persuasif dan mengedepankan kedamaian, bukan kekerasan.

“Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai kaum Muslim mayoritas yang membawa peradaban Islam dari generasi ke generasi. Islam adalah agama moderat, bukan agama radikal,” ujar Syekh Sa’ad.

Syekh asal Lebanon ini menambahkan, kaum radikal membawa paham mereka ke seluruh dunia dengan nama yang berbeda-beda. Oleh karena itu, para tokoh masyarakat wajib mengingatkan mereka tentang bahaya paham radikal.

Di Beirut, lanjut Sa’ad, ada orang yang membajak karya ulama lalu diganti dengan ideologi radikal. Pihaknya merasa perlu melakukan tashih. Jika tidak, bukan tidak mungkin masyarakat pembaca bisa tersesat lantaran ajaran tersebut.

Kerjasama antarlembaga

Syekh Sa’ad yang didampingi Lukman Hakim Syarwi, penerjemah yang juga mahasiswa S2 asal Indonesia di Lebanon, menyatakan berharap adanya kerja sama antara kedua belah pihak di bidang penanggulangan paham ekstrim tersebut.

Abdurrahman Mas’ud pun sepakat untuk bekerjasama dengan peneliti dan akademisi dari kampus Global University Beirut.

“Kapan aja nanti segera kami tindak lanjuti. Banyak yang bisa dikerjasamakan. Ini serius. Apalagi kami sudah punya lembaga yaitu Pusat Kajian Islam Internasional,” tandas Mas’ud usai pertemuan.

Sementara itu, Lukman Hakim Syarwi selaku penerjemah ketika dimintai keterangan mengungkapkan kegembiraannya bisa menjembatani pertemuan tersebut. “Saya melihat ada hal baik yang bisa dikerjasamakan antara Kepala Balitbang dan  Diklat Prof Abdurrahman Mas’ud dengan Syekh Sa’ad selaku dewan urusan hubungan luar negeri di Global University,” ujarnya.

Dari situ, lanjut Lukman, ia ingin menemukan kedua belah pihak. “Semua demi kebaikan umat. Dan memang, beliau maunya saya dampingi selaku guide dan penerjemah selama di Indonesia. 

Dalam menyambut tamu dari mancanegara tersebut, Mas’ud didampingi Kabid Litbang Pendidikan Formal Nuruddin dan Abdullah Syarwani, mantan Duta Besar RI untuk Lebanon. (Musthofa Asrori/Abdullah Alawi)


Terkait