Balitbang Kemenag

Hasil Riset: Lembaga Zakat Swasta Lebih Kreatif dan Inovatif

Selasa, 25 Oktober 2016 | 12:14 WIB

Hasil Riset: Lembaga Zakat Swasta Lebih Kreatif dan Inovatif

Ilustrasi Zakat sumber: www.johntyman.com

Jakarta, NU Online
Pengumpulan Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) di masyarakat kini sangat gencar dilakukan di Indonesia. Hal ini juga didukung dengan keberadaan UU 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. Untuk mengelola ZIS, pemerintah membentuk Baznas sedangkan nonpemerintah dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Hasil penelitian yang dilakukan Badan Litbang Kementerian Agama yang dilakukan di delapan daerah di Indonesia menyebutkan bahwa Bazis yang dikelola oleh pemerintah daerah masih melakukan cara-cara yang konvensional. Hal ini berbeda dengan LAZ yang pengumpulan dana ZIS-nya sudah banyak melakukan inovasi produk yang sangat kompetitif dan terus membangun trust dari masyarakat.

Pola-pola penggalian dana yang dilakukan oleh Baznas tingkat propinsi atau kabupaten/kota adalah dengan membuat Perda/Instruksi (gubernur, bupati/walikota) dalam pengumpulan ZIS dari SKPD dan BUMD. Akibatnya, dana yang terkumpul masih jauh di bawah potensi yang seharusnya. 

Penelitian ini menemukan, salah satu masalah pengelolaan Baznas di tingkat propinsi dan kabupaten/kota yang masih konvensional adalah karena pimpinan Baznas yang diangkat selama ini ditunjuk dari para pansiunan birokrat. Karena itu, dalam rekomendasinya, Balitbang Kemenag menyatakan agar pengangkatan pimpinan Baznas harus diisi oleh orang-orang yang kompeten. 

Permasalahan lain terkait dengan dunia filantropi Islam ini adalah belum adanya SOP bagi Baznas untuk memberikan rekomendasi bagi Baznas baik tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun LAZ (nasional, provinsi, kabupaten/kota). Hal tersebut menghambat upaya penegakan regulasi bagi terbentuknya BAZ maupun LAZ di daerah. 

Eksistensi LAZ saat ini juga banyak yang belum sesuai dengan UU dan Peraturan Pemerintah (PP). Lembaga Amil Zakat lebih banyak dibentuk dalam skup yang lebih terbatas, seperti LAZ dalam perusahanaan, dinas sosial, atau Ormas Islam. 

Database juga menjadi persoalan yang sangat penting, baik menyangkut muzaki maupun mustahik. Hal ini berguna untuk mengsinergikan kerjasama antar lembaga pengelola zakat yang hasilnya dapat mengoptimalkan penghimpunan dana ZIS. Karena itu, Balitbang Kemenag juga merekomendasikan untuk pembentukan database yang baik.

Lembaga Amil Zakat non-pemerintah cenderung lebih dipercaya masyarakat karena dalam mengimplementasi penyaluran zakat lebih transparan dan akuntabel. Sedangkan dalam program penggalangan dana mereka sudah menggunakan pola kreatif dan inofatif, semisal membuat zakat pengembangan ekonomi mandiri, pendidikan, maupun layanan kesehatan dan sosial. 

Penelitian yang dilakukan pada bulan Agustus 2015 ini meliputi delapan daerah dengan menggunakan kriteria bahwa di lokasi tersebut terdapat 3 lembaga zakat (Baznas atau LAZ). Delapan lokasi tersebut adalah Pekanbaru, Palembang, DKI Jakarta, Bandung, DI Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Banjarmasin. (Mukafi Niam)


Terkait