Program Implementatif pada Komunitas Budaya Wujudkan Moderasi Beragama
Ahad, 16 Agustus 2020 | 23:00 WIB
Rekomendasi lainnya terkait pengembangan moderasi beragama adalah perlunya digali dan diinventarisasi lebih banyak lagi nilai-nilai budaya dari berbagai suku bangsa untuk penguatan moderasi beragama.
Moderasi beragama yang dicanangkan oleh Kementerian Agama perlu ditindaklanjuti dengan progam-program di level implementatif. Khususnya berbasis komunitas agama dan komunitas budaya.
Nilai-nilai budaya terutama budaya Jawa dan ajaran agama memiliki konsep-konsep yang dapat mendukung perilaku moderasi beragama. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut perlu digali, dirumuskan, dan didesiminasikan kepada masyarakat luas melalui program-program moderasi beragama yang implementatif.
Poin-poin tersebut menjadi rekomendasi para peneliti Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Diklat Kemenag usai melakukan penelitian Moderasi Berbasis Budaya pada Masyarakat Jawa yang dilakukan tahun 2019.
Para peneliti membuat rekomendasi berdasarkan temuan-temuan mereka yang dipetakan sesuai dengan persoalan yang diangkat dalam penelitian isu-isu aktual ini mencakup tiga tema besar. Ketiganya adalah Moderasi Beragama, Kerukunan dan Relasi Antarumat Beragama; serta Kasus Keagamaan.
Rekomendasi lainnya terkait pengembangan moderasi beragama adalah perlunya digali dan diinventarisasi lebih banyak lagi nilai-nilai budaya dari berbagai suku bangsa untuk penguatan moderasi beragama.
Sementara itu terkait kerukunan dan relasi antarumat beragama, rekomendasi para peneliti adalah perlu adanya dukungan terhadap sinergitas antarumat beragama dengan tokoh masyarakat dan pemerintah. Sinergitas yang dimaksud adalah dalam menjaga kerukunan dan kerjasama antarumat beragama di wilayah masing-masing, sehingga terwujudnya bangsa yang rukun, damai, dan beradab.
Kemudian, perlu upaya mempromosikan tradisi-tradisi lokal yang menjadi ruang bersama bagi masyarakat lintas agama untuk bertemu dan berinteraksi sehingga terjalin hubungan yang sehat, rukun, toleransi, dan saling bekerja sama seperti gotong royong, tradisi lokal merti desa, peringatan hari besar agama dan nasional, dan tradisi lainnya dalam rangka memelihara kerukunan umat beragama.
Selain itu, pemuka agama, masyarakat, adat, pemerintah perlu memperbanyak ruang interaksi dan dialog dengan masyarakat langsung. Dan memperkuat diskusi dan komunikasi antarelemen yang ada di masyarakat dan pemerintah melalui berbagai forum.
Sedangkan terkait kasus-kasus keagamaan, Kementerian Agama melalui penyuluh agama perlu melakukan pengamatan, pengendalian, dan pembimbingan agar tidak muncul pemahaman keagamaan yang menyimpang. Terhadap kasus-kasus yang muncul, Kemenag perlu proaktif untuk mendorong penyelesaian, diskusi, dan bekerja sama dengan ormas keagamaan untuk melakukan pembinaan terhadap pengikut kelompok keagamaan bermasalah agar sadar dan kembali ke ajaran agama yang benar.
Hal lainnya, konflik keagamaan sering kali muncul bukan karena ajaran keagamaannya. Akan tetapi, karena faktor lain di luar agama seperti ekonomi atau politik lokal. Oleh karena itu, penanganan konflik keagamaan perlu menganalisis akar persoalan sehingga penanganannya dilakukan secara tepat dan efektif.
Penulis: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori