Medan, NU Online
H Abdul Hamid Ritonga (60) dinyatakan sebagai doktor pertama ilmu teologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara (Sumut), setelah lulus dalam ujian promosi doktor (Dr) Program Studi Agama dan Filsafat Islam, di ruang senat Kampus II IAIN Sumut, Jalan Willem Iskandar Medan Estate, Sabtu (10/11).
<>
Dalam sidang terbuka yang dipimpin Rektor IAIN Sumut Prof Dr Nur Ahmad Fadhil Lubis itu, Hamid berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Pemahaman Ibnu Hajar Al-Asqalani terhadap Antropomorfisme dalam Hadis: Analisis terhadap Kitab Fathul Bari.
Hamid yang tampak dengan lugas dan lancar menjawab berbagai pertanyaan tim penguji yang terdiri dari Prof Dr Edy Syafri MA (IAIN Imam Bonjol Padang), Prof Dr H Ramli Abdul Wahid MA, Prof Dr Hasan Bakti Nasution MA (IAIN Sumut), serta promotor Prof Dr Nawir Yuslem MA dan Prof Dr Amroeni Drajat MA.
Hamid yang sehari-hari dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sumut mengatakan, salah satu masalah yang terus diperbincangkan dalam akidah adalah pemaknaan hadis-hadis antropomorfisme, yaitu hadis-hadis yang menjelaskan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang ditemukan juga pada makhluk-Nya. Hal ini sangat penting dikaji ulang, karena jika salah memahaminya akan terjebak dalam kesyirikan, yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
“Oleh sebab itu, kajian tentang ranah ini perlu dilakukan dengan dengan merujuk kitab syarah hadits yang paling dikenal dan diakui, yaitu kitab Fath al-Bari yang ditulis oleh Ibnu Hajar al-Asqalani,” tutur Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Sumut ini.
Rektor IAIN Sumut Prof NA Fadhil Lubis sebagai pimpinan sidang terbuka senat kemudian menyatakan, Hamid Ritonga merupakan doktor pertama bidalng ilmu teologi IAIN Sumut. Karena itu, katanya, doktor baru ini harus mampu menjawab berbagai persoalan teologi yang terus terjadi dalam masyarakat.
Rektor juga mengingatkan Hamid, kendati gelar tertinggi pendidikan formal yakni doktor sudah diraih, tapi tidak boleh berhenti belajar. Sebab belajar itu dari buaian sampai ke liang lahat.
Fadhil mengapresiasi Hamid yang dinilai tepat waktu, 4 tahun, menyelesaikan pendidikan doktornya, kendati dari segi usia tak muda lagi. “Teman-teman seangkatannya yang rata-rata berusia lebih muda boleh tersinggung, karena ‘ditinggalkan’oleh yang lebih tua,” kata rektor.
Hamid yang dilahirkan di Tambiski (Tapsel) 5 April 1952 menamatkan pendidikan di SR Negeri Aek Nauli Tambiski (1965), kemudian MTs Musthafawiyah Purbabaru Madina (1967), Madrasah Aliyah Musthafawiyah (1970), lalu Sarjana Muda UISU (1982), S1 Dakwah UISU (1991), S2 Pengkajian Islam PPs IAIN Sumut (2004).
Kontributor: Hamdan Nasution