Ansor Aceh Nilai Respons Bencana Sumatra Lamban, Desak Pemerintah Buka Bantuan Internasional
Sabtu, 6 Desember 2025 | 07:30 WIB
Banda Aceh, NU Online
Penanganan banjir bandang dan longsor besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra memasuki minggu pertama. Namun, kondisi di lapangan masih jauh dari ideal. Banyak titik terdampak belum menerima bantuan memadai, distribusi logistik tersendat, dan sejumlah kawasan tetap terisolasi karena akses darat maupun udara belum pulih.
Ketua GP Ansor Aceh, Azwar A. Gani, menilai respons pemerintah terhadap bencana ini sangat lamban sehingga berdampak langsung pada keselamatan warga, terutama kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, ibu hamil, dan penyandang disabilitas.
“Sudah lebih dari tujuh hari sejak banjir besar ini terjadi, tetapi distribusi bantuan belum merata. Banyak daerah yang belum tersentuh bantuan. Ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan minimnya kesiapsiagaan dalam penanganan bencana besar,” ujar Azwar kepada NU Online, Jumat (5/12/2025).
Menurutnya, skala bencana saat ini seharusnya sudah berstatus darurat nasional, bukan sekadar penanganan berbasis kewilayahan. Banjir dan longsor masif di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara, kata dia, merupakan krisis kemanusiaan yang membutuhkan intervensi cepat, sistematis, dan terukur.
Warga Bertahan dalam Kondisi Memprihatinkan
Laporan relawan dan jaringan Ansor menunjukkan ribuan warga masih kekurangan air bersih, makanan layak konsumsi, layanan kesehatan, selimut, hingga tenda darurat. Sejumlah desa di Aceh Tengah, Aceh Tamiang, Mandailing Natal, dan Pasaman bahkan belum menerima distribusi logistik resmi hingga hari ini.
“Banyak warga hanya makan sekali sehari. Anak-anak mulai sakit karena dingin dan kurang gizi. Ini bukan lagi sekadar lambat, ini kegagalan penanganan cepat dalam bencana besar,” tegas Azwar.
Buka Akses Bantuan Internasional
Melihat penanganan yang stagnan, Azwar mendesak pemerintah pusat mengambil langkah strategis: membuka jalur resmi bantuan internasional.
“Jika negara tidak mampu menangani sendiri, maka harus membuka akses bantuan internasional. Ini bukan soal harga diri negara, tapi soal nyawa rakyat,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa Indonesia pernah menerima manfaat besar dari dukungan internasional saat tsunami Aceh 2004, yang mempercepat penyelamatan korban hingga proses rekonstruksi.
Hentikan Pencitraan, Utamakan Aksi Nyata
Azwar juga menyoroti maraknya kegiatan bantuan yang lebih berorientasi pada pencitraan media ketimbang kebutuhan riil di lapangan.
“Jangan jadikan bencana sebagai panggung konten. Yang masyarakat butuhkan adalah logistik besar-besaran, alat berat, tenaga medis, dan posko terpadu yang bekerja efektif,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa seluruh institusi negara harus menempatkan kemanusiaan sebagai prioritas, bukan agenda politik, pencitraan, atau birokrasi yang berbelit.
Azwar menutup pernyataannya dengan mendorong pemerintah mempercepat langkah taktis: membuka jalur bantuan internasional, memperkuat koordinasi relawan, serta memastikan setiap warga terdampak menerima kebutuhan dasar secara cepat dan merata.
“Jika kita terlambat lagi, kita bukan hanya gagal dalam tanggap bencana, tetapi juga gagal melindungi rakyat dari ancaman kehilangan nyawa,” tandasnya.
Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut: filantropi.nu.or.id.