Mohammad Mahadir Hidayatullah, santri hafiz asal Pesantren Nuris, Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember Jawa Timur .
Jember, NU Online
Mohammad Mahadir Hidayatullah, nama lengkapnya. Remaja berusia 16 tahun ini sebulan lalu baru menuntaskan hafalan Al-Qur’an 30 juz. Ia patut berbangga lantaran menjadi seorang hafiz (hafal Al-Qur’an) di tengah kesibukannya sebagai pelajar kelas XI Madrasah Aliyah (MA) Unggulan Nuris, Antirogo, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember Jawa Timur .
Dayat, sapaan akrabnya, adalah peserta program intensif tahfizul Qur’an di Pondok Pesantren Nuris. Ia merupakan santri ke-13 yang dinyatakan hafiz di pesantren tersebut.
“Syukur kepada Allah, ini (hafal Al-Qur’an) merupakan anugerah Allah,” ujarnya kepada NU Online di kompleks Pondok Pesantren Nuris, Antirogo Jember, Rabu (2/12).
Menurut remaja kelahiran Jember 17 Oktober 2004 ini, menjadi hafiz merupakan cita-cita kecilnya. Bahkan sejak menempuh pendidikan di MTs. Ma’arif Wuluhan, Jember, Dayat sudah hafal Al-Qur’an 10 juz sehingga dia mendapat kesempatan beasiswa platinum tahfizul Qur’an di MA Unggulan Nuris.
Ia menuturkan bahwa untuk menghafal Al-Qur’an bukan perkara gampang, tapi bukan pula hal yang terlalu susah. Kuncinya adalah kedisiplinan dalam membaca Al-Qur’an untuk dihafalkan.
“Jangan lupa berdoa kepada Allah agar diberi kemudahan dalam menghafal,” terangnya.
Dayat mengaku kadang kejenuhan menghampiri dirinya saat menghafal Al-Qur’an, apalagi bersamaan dengan tugas sekolah. Namun ia punya cara sendiri untuk mengusir kejenuhan itu, yaitu dengan mendengarkan lagu-lagu Papinka, sebuah grup band yang lagi naik daun belakangan ini. Nama Papinka mewakili kota asal personelnya, yaitu Pangkal Pinang dan Kota Bangka.
Bagi anak ke-3 dari pasangan Fathul Mu’in dan Siti Rohimah ini, mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Chevra (vocalis Papinka) cukup menghibur meskipun hanya seminggu sekali dan mampu mengusir kejenuhan yang ia rasakan.
“Jenuh itu penyakit sebenarnya. Kalau jenuh sudah hilang, maka semangat pun datang,” ungkapnya.
Sebenarnya santri Pondok Pesantren Nuris Antirogo, Jember dilarang membunyikan musik meskipun dari gawai, termasuk membawa gawai juga dilarang. Namun di asrama tahfiz, diberi kelonggaran setiap hari Ahad untuk memutar musik. Itu pun harus sepengetahuan ustadz di asrama tersebut.
“Kelonggaran itu saya manfaatkan untuk dengerin lagu-lagi Papinka,” urai siswa asal Dusun Sambiringik, Desa Ampel, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember itu.
Dayat menyatakan bersyukur dan akan terus mempertahankan hafalannya dalam kondisi apapun. Ia mengaku bangga telah dijadikan oleh Allah sebagai ‘penjaga’ kitab suci umat Islam itu. Namun yang lebih penting, lanjutnya, adalah memahami dan mengamalkan isinya.
“Yang juga penting adalah mengamalkan isinya semampu kita,” pungkasnya.
Pewarta: Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin