Bukhoren Jejeran, Tradisi Ilmu dan Shalawat di Pondok Pesantren Al-Fitroh Yogyakarta
Ahad, 7 September 2025 | 20:00 WIB
Majelis Bukhoren Pondok Pesantren Al-Fitroh Jejeran, Bantul, Yogyakarta, Ahad (7/9/2025). (Foto: istimewa)
Bantul, NU Online
Pondok Pesantren Al-Fitroh Jejeran kembali menggelar Majelis Bukhoren, Ahad (7/9/2025) pagi. Kegiatan ini merupakan tradisi tahunan yang senantiasa dilaksanakan setiap bulan Maulud di kompleks pesantren yang terletak di Dusun Jejeran, Kelurahan Wonokromo, Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Majelis Bukhoren telah dikenal luas sebagai ajang berkumpulnya umat dari berbagai daerah untuk bersama-sama menimba ilmu agama, memperkuat syiar Islam, sekaligus memperbanyak shalawat kepada Rasulullah saw.
Menurut penuturan kasepuhan Jejeran, KH Aslam Ridlo, Majelis Bukhoren mulai dirintis sekitar tahun 1968 oleh KH Muhammad Abdul Muhith, pendiri Pondok Pesantren Al-Fitroh Jejeran. Saat itu, ia berkolaborasi dengan Abuya Dimyathi al-Bantani, seorang ulama besar asal Banten yang pernah bermukim sementara di Jejeran sehingga turut menghidupkan majelis ini.
Kedekatan Abuya Dimyathi dengan Jejeran bukan tanpa sebab. Ia merupakan menantu KH Nawawi Jejeran, setelah menikah dengan Nyai Dalalah, putri bungsu KH Nawawi, sekitar tahun 1956.
Selain itu, sebagaimana ditulis dalam banisholeh.com (diakses Ahad 7/9/2025), KH Abdul Muhith juga menggerakkan Majelis Bukhoren bersama sejumlah sahabat ulama, di antaranya KH Busyro Wonokromo, KH Ali Ma’shum Krapyak, dan KH Muhyiddin Jejeran. Kehadiran para tokoh ini memperkuat pondasi Majelis Bukhoren sehingga mampu bertahan lintas generasi.
Amaliyah dalam Majelis Bukhoren meliputi simaan Al-Qur’an 30 juz, pembacaan Kitab Sahih Bukhori hingga khatam, sholawat Nabi, pembacaan sirah Nabi Muhammad saw dalam kitab Al-Barzanji, serta pembacaan Kitab Dalailul Khairat. Seluruh rangkaian tersebut biasanya dilaksanakan beberapa hari menjelang Maulid Nabi Muhammad saw.
Dalam perjalanannya, Majelis Bukhoren pernah diasuh oleh ulama besar, di antaranya KH Muhyiddin Nawawi (almaghfurlah) dan KH Ali Maksum Krapyak (almaghfurlah). Kini, kepemimpinan majelis berada di bawah asuhan KH Ahmad Mamsyad Abdul Muhith, putra KH Abdul Muhith.
Dengan semangat menjaga tradisi keilmuan, memperkokoh kecintaan kepada Rasulullah, serta mempererat ukhuwah umat, Majelis Bukhoren Jejeran terus menjadi salah satu pusat syiar Islam yang hidup di tengah masyarakat dan lekat dengan tradisi pesantren.