Serial Kutubus Sittah: Ciri Khas dan Keunikan Shahih Bukhari
Rabu, 30 Oktober 2024 | 20:00 WIB
Pikri Nugraha
Kolomnis
Di dalam literatur Islam, kitab Sahih Bukhari merupakan salah satu karya monumental dan terkenal dalam bidang hadits. Kitab ini disusun oleh seorang ulama yang bernama Muhammad ibn Ismail Bukhari. Kitab ini juga sangat dihormati dan dinilai sebagai salah satu kitab hadits paling otoritatif setelah al-Qur'an. (Syamsudin ad-Dzahabi, Tarikh al-Islam wa Wafayat al-Masyahiri wa al-A'lam, ed: Umar Abd as-Salam at-Tadmiri, (Beirut: Dar al-Kutub al-'Arabi, 1413 H), vol. 19, h. 242).
Keunikan kitab ini terletak pada metode penyeleksian hadits yang sangat ketat, di mana setiap riwayat yang tercantum di dalamnya harus memenuhi kriteria yang sangat tinggi terkait ke-shahihan sanad (rantai perawi) dan matan (isi hadits) secara yakin melalui istikharah. ( Ibn Hajar al-'Asqalani, Hady as-Sari Muqadimatu Fathul Bari, ( Mesir: al-Maktabah as-Salafiyah, 1380 H), h. 489).
Selain itu, Sahih Bukhari juga disusun secara tematik menggunakan judul atau terjemah, sehingga bisa dijadikan sebagai panduan praktis bagi umat Islam dalam memahami dan mengamalkan hadits-hadits yang ada di dalamnya.
Tarjamatul Bab (Judul Bab) Sahih Bukhari
Para ulama berpendapat bahwa pemahaman Imam Bukhari terhadap hadits-hadits yang ia cantumkan dalam Shahih-nya terdapat dalam tarjamatul bab (judul bab). ( Ibnu Hajar, Hady as-Sari, h. 13.)
Pendapat ini didasarkan pada ijtihad mereka yang melihat kesungguhan Imam Bukhari dalam menyusun tarajum (judul-judul) bab tersebut, sebagaimana dikatakan bahwa Imam Bukhari menyusun tarjamatul bab dengan penuh ketelitian dan kehati-hatian. Bahkan, ia menyusun judul-judul bab tersebut di Masjid Nabawi, tepatnya di antara makam Nabi SAW dan mimbarnya seraya melaksanakan shalat dua rakaat setiap kali hendak menyusun satu judul bab. ((Khatib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, ed. Basyar Awad Ma'ruf, (Beirut: Dar al-Gharbi al-Islami, 1422 H), vol. 2, hal. 327)).
Perhatian mendalam Imam Bukhari dalam menyusun tarjamatul bab ini, menunjukkan betapa pentingnya setiap judul bab tersebut. Oleh karena itu, para ulama memandang bahwa mempelajari dan memahami tarjamatul bab dalam Shahih Bukhari adalah hal yang sangat penting, guna mengetahui maksud mendalam dari hadits-hadits yang Imam Bukhari cantumkan.
Nizar bin Abd al-Karim al-Hamdani berpendapat bahwa tarjamatul bab dalam Sahih Bukhari terbagi menjadi dua jenis; yaitu dzahirah (jelas) dan khafiyah (samar). ((Nizar bin Abd al-Karim al-Hamdani, al-Imam Bukhari, (Baghdad: Dar al-Anbar, 1409 H), h. 151))
Beda halnya dengan Nuruddin 'Itr yang membagi tarjamatul bab menjadi tiga; dzahirah, istinbathiyah dan mursalah. ((Nurudin 'Itr, al-Imam at-Tirmidzi wa al-Muwazanatu Baina Jami'ihi wa Baina as-Shaihaini, (Mesir: Mathba'ah Lajnat at-Ta'lif wa at-Tarjamah Li an-Nasyr, 1390 H), h. 306).
Tarjamah dzahirah berarti terjemah yang secara tepat (muthabaqah) menggambarkan hadits yang akan disajikan di dalam bab tersebut. contohnya bab fadhlu istiqbal al-qiblah, di mana dalam bab tersebut dicantumkan hadits keutamaan menghadap kiblat.
Kemudian tarjamah khafiyah adalah terjemah yang membutuhkan nalar kritis agar bisa mencapai maksud keserasian (munasabah) antara judul bab dan hadits di dalamnya. Contohnya, Bab Itsnani Fama Fauqahuma jamatun di mana hadits di dalamnya (secara kasat mata seperti) tidak selaras (munasabah) dengan isi haditsnya, yakni berupa anjuran untuk menjadi imam dalam sholat.
Sedangkan tarjamah mursalah adalah terjemah yang hanya menggunakan lafadz (باب) tanpa menambahkan judul lain lagi. (Nurudin Itr, al-Imam at-Tirmidzi wa al-Muwazanatu Baina Jami'ihi wa Baina as-Shahihaini, h.306 dan ((Muhammad Muhammadi an-Nuristani, al-Madkhal Ila Shaih al-Imam Bukhari, (Kawit: Idarat as-Syuun al-Faniyah, 1444 H)), h. 172))
Rahasia di balik judul (باب)
Sebagaimana dikatakan sebelumnya, di antara jenis tarjamatul bab adalah tarjamah mursalah, yakni penjudulan bab dengan lafadz (باب) saja. Tentunya hal ini memiliki maksud dan tujuan tertentu. Pertama, sebagai pusat perhatian bahwa hadits yang disajikan di dalamnya memiliki faedah tambahan dari hadits sebelumnya, sebagaimana lafadz (تنبيه) menjadi tanda untuk faidah yang penting setelahnya. Kedua, dianggap sebagai tanda pemisah dan penyempurna dari bab sebelumnya, sehingga mengisyaratkan hadits yang termuat di bawahnya masih berkaitan dengan hadits pada bab sebelumnya. (Nizar al-Hamdani, h. 157, Nurudin Itr, h.325-327)
Mengulang dan Meringkas Hadits
Di antara kebiasaan Imam Bukhari adalah melakukan takrar (pengulangan) hadits. Tujuannya adalah pertama, sebagai bukti bahwa hadits yang diulang bukanlah Gharib (diriwayatkan oleh satu perawi saja). Kedua, sebagai informasi bahwa hadits yang diulang tersebut memiliki makna yang berbeda-beda. Ketiga, sebagai penghapus kekeliruan terhadap perawi hadits, yaitu ketika hadits yang diulang tersebut diriwayatkan secara sempurna di satu waktu dan di waktu lain diriwayatkan secara ringkas. Keempat, sebagai salah satu cara dalam menampilkan perbedaan ibarat pada hadits yang diulang,. Kelima, sebagai salah satu cara untuk menampilkan perbedaan cara periwayatan (shigah tahamul wa al-ada, washl Irsal, raf'u waqfu) dan lain sebagainya.
Selain itu, Imam Bukhari juga acapkali meringkas suatu hadits karena dirasa ketika haditsnya disajikan secara sempurna, ada sebagian jumlahnya yang tidak berkaitan dengan bab. Atau bisa jadi satu hadits yang sempurna itu memiliki dua jenis periwayatan; yakni waqf dan washl. Maka imam Bukhari meringkas dan menyajikan jumlah yang washl-nya saja.
Itulah diantara ciri khas dan keunikan Shahih Bukhari yang kadang dianggap sebagai hal biasa, padahal terdapat rahasia bak permata. Wallahu a'lam bis shawab.
Pikri Nugraha, Alumni Darus Sunnah International Institute For Hadith Science & sarjana S1 dirasat islamiyah
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
3
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua