Daerah

Cerita Relawan di Sumbar Terobos Medan Ekstrem untuk Antar Bantuan ke Daerah Terisolasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 21:15 WIB

Cerita Relawan di Sumbar Terobos Medan Ekstrem untuk Antar Bantuan ke Daerah Terisolasi

Para relawan di Sumbar saat mengirimkan bantuan logistik kepada warga terdampak di Kabupaten Padang Pariaman menggunakan tali katrol. (Foto: dok. pribadi/Azwar Anas)

Jakarta, NU Online

Derasnya arus sungai, akses jalan yang terputus, hingga ancaman satwa liar tidak menyurutkan langkah para relawan Sumatra Barat (Sumbar) untuk menjangkau warga terdampak bencana. Di sejumlah daerah terisolasi, kreativitas dan keberanian menjadi modal utama agar bantuan logistik tetap sampai ke tangan penyintas.


Azwar Anas, relawan Sumbar, menjadi salah satu saksi langsung betapa beratnya medan yang harus ditembus pascabencana di Sumbar. Ia terjun langsung ke sejumlah wilayah terdampak, mulai dari Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman, Kabupaten Agam, hingga Kota Padang Panjang.


“Saya akan ceritakan apa yang saya lihat-lihat dan apa yang saya alami. Sumbar, Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman, Kabupaten Agam, dan Kabupaten Padang Panjang,” ujarnya kepada NU Online, Selasa (23/12/2025).


Dari berbagai wilayah tersebut, ada dua titik yang paling membekas di benaknya yakni di Padang Pariaman dan Agam.


Di Kabupaten Padang Pariaman, relawan menemukan kondisi warga yang benar-benar terisolasi. Tepatnya di Korong Sipisang, Nagari Anduring, Kecamatan Kayu Tanam, terdapat 15 kepala keluarga (KK) yang terputus total dari akses bantuan. Jalan rusak parah membuat kendaraan tak bisa masuk, sedangkan warga sudah hampir dua hari dua malam tidak makan.


“Itu ada lima belas kk yang terisolasi atau terisolir, itu karena akses mereka terputus. Karena kami datang itu atas dapat informasi dari masyarakat, aksesnya terputus, kami melihat loh gimana kita cara mengantarkan logistik, sementara mereka sudah hampir dua hari dua malam tidak makan,” katanya.


Kondisi tersebut memaksa relawan mencari cara di luar kebiasaan. Dengan peralatan seadanya, mereka memasang tali tambang dan katrol untuk menyeberangkan bantuan.


“Jadi kita bergerak memberikan tali, tali tambang, kita menggunakan pakai tali mengirim logistiknya. Diikat di atas tali dan pakai katrol. Pakai katrol setelah itu baru masuk logistik dan mereka baru senang dan bahagia. Inilah pembuka jalan pertama pada hari ketiga,” jelas Azwar.


Pemandangan pilu terlihat di tepi sungai. Warga berdiri berjejer, menunggu harapan yang tak pasti.


“Jadi gini yang lebih kasihan, dia selalu berdiri di tepi sungai. Berharap bantuan itu. Jadi kita masuk ke situ, lihat dia sudah berjejer. Saya sampaikan, mereka sudah makan atau belum? Belum. Karena akses tidak ada yang masuki,” ungkapnya.


Relawan lalu mengikat tali nilon dan melemparkannya ke seberang sungai. Setelah tersambung, katrol dipasang untuk mengalirkan logistik.


“Alhamdulillah, itu sore hari kita lakukan, dan malamnya kita gunakan langsung,” ujar Ketua Umum ASPILA itu.


Tantangan yang tak kalah ekstrem juga dirasakan di Kabupaten Agam, tepatnya di wilayah Tiku Limo Jorong, Kecamatan Tanjung Mutiara. Sebanyak 70 kepala keluarga terisolasi dan hanya bisa dijangkau menggunakan perahu selama 20-30 menit. Ancaman datang dari bawah permukaan air.


“Di bawahnya sungainya itu ada ratusan buaya. Ratusan buaya, kami keluar dari situ malam, jam 10 malam. Tempat yang kami senter-senter itu ternyata yang kami senter buaya. Lebih kurang panjangnya menurut informasi masyarakat setempat, dan tokoh masyarakat, itu lebih kurang 10 meter. Ratusan buaya loh di situ. Itu yang lebih menguji adrenalin,” tuturnya.


“Pokoknya kebahagiaan kita itu target kita sampai, dan bikin mereka tersenyum. Itulah tangis mereka yang dihadapi selama ini karena bencana. Itu yang dibutuhkan hanya logistik, karena dia terisolasi,” sambungnya.


Secara emosional, pengalaman tersebut meninggalkan luka mendalam. Ia mengaku sangat pilu ketika melihat kondisi dan situasi di daerah terisolasi.


Ia menilai penanganan darurat bencana di Sumatra Barat masih menghadapi banyak keterbatasan, terutama di wilayah-wilayah yang terpecah dan sulit diakses. Namun di tengah keterbatasan itu, semangat gotong royong menjadi kekuatan utama.


“Yang kita banggakan itu adalah gotong royong itu. Jadi masyarakat tidak khawatir lagi kalau menunggu bantuan dari pemerintah yang itu kena banyak relawan-relawan yang peduli akan sesama,” ujarnya.


Baginya, menjadi relawan bukan hanya soal fisik, tetapi juga mental dan psikologis. Ia tak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata.


Namun, semua kelelahan seolah terbayar ketika melihat senyum para penyintas.


"Karena waktu kita kesedihan mereka, tangis mereka adalah kesedihan kita, luka mereka adalah luka kita bersama, senyum mereka adalah kebahagiaan kita bersama,” pungkas Azwar.


__________________________

Para dermawan bisa donasi lewat NU Online Super App dengan mengklik banner "Darurat Bencana" yang ada di halaman Beranda atau via web filantropi di tautan berikut https://filantropi.nu.or.id/solidaritasnu.