Di Era Modern, Akidah Asy’ariyah Terbuka untuk Terus Didiskusikan
Ahad, 11 Juli 2021 | 03:30 WIB
Surabaya, NU Online
Akidah Asy’ariyah tidak bersifat tertutup, melainkan terbuka untuk terus didiskusikan, dikembangkan, dan dikontekstualisasikan sesuai dengan isu-isu yang sedang berkembang. Sayangnya, hal ini masih jarang sekali dilakukan.
Hal tersebut disampaikan Pengasuh Pesantren Modern Hidayatullah Blitar, KH M Abdur Rouf, saat menyampaikan materi dalam Webinar Keaswajaan yang diinisiasi Pengurus Komisariat (PK) PMII Sepuluh November di Surabaya, Sabtu (10/7).
Webinar yang mengusung tema ‘Penguatan Nilai-nilai Keaswajaan dalam Kehidupan Berbangsa di Era Modern’ ini diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang.
Kiai Rouf dalam paparannya menjelaskan, selama ini banyak yang abai untuk mengkaji metode humanisme Aswaja Asy’ariyah, padahal Aswaja sebagai manhaj al fikr telah lama dibicarakan. Sehingga perlu kiranya dilakukan refungsionalisasi manhaj teologi Asy’ariyah.
“Kita lebih banyak merujuk pemikiran Aswaja pada pemikiran Islam kiri seperti Hassan Hanafi, Asghar Ali Engineer, dan lain-lain. Padahal, seharusnya kita lebih banyak mengembangkan pemikiran Aswaja Asya'irah ditinjau dari sudut pandang humanisme,” jelasnya.
Teologi Asya’irah, lanjutnya, perlu diarahkan menuju pembahasan relasi antar manusia, Tuhan dan Kosmos. Sedangkan pemikiran-pemikiran Islam kiri bukan tidak boleh dibaca, namun harus diimbangi dengan bacaan dari berbagai rujukan.
“Jangan sampai kita menelan pengetahuan dari pemikir Islam kiri secara mentah-mentah dan lupa bahwa khazanah keislaman kita juga sangat banyak, sehingga semuanya harus tetap diimbangi,” ujar Kiai Rouf.
Penguatan Keaswajaan
Sebagai moderator, Rina Agustin menyampaikan bahwa webinar ini digelar untuk mengantisipasi perkembangan paham-paham yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.
Sejalan dengan tujuan yang disampaikan Rina, narasumber yang akrab disapa Kiai Rouf ini menyebutkan bahwa mahasiswa masa kini memang perlu memperkuat nilai-nilai keaswajaan.
Selanjutnya, pria yang juga peneliti Aswaja NU Center ini menjelaskan bahwa tantangan sebagai orang NU adalah teknologi dan media.
“Kita memiliki kedalaman ilmu dan intelektual yang kuat, namun sayangnya kita masih jauh tertinggal dalam hal teknologi. sedangkan kelompok lain yang bangunan keilmuannya cenderung keropos malah sudah jauh lebih maju teknologi dan medianya,” tutur Kiai Rouf.
Kemudian mengimplementasikan nilai-nilai dalam bermasyarakat adalah dengan menerapkan iman, Islam, dan takwa. Menyatakan diri beriman berarti mentauhidkan Allah dan tidak manghambakan maupun menuhankan makhluk lain. Selanjutnya memaknai secara utuh konsep Islam.
“Ini sudah mencakup tindakan mengamalkan tasamuh, tawasuth, tawazun, ta’adul, dan amar ma’ruf nahi munkar,” pungkasnya.
Pantauan NU Online, webinar berlangsung dengan tertib. Penghujung acara ditutup dengan doa bersama untuk keselamatan seluruh masyarakat Indonesia selama pandemi.
Kontributor: Nila Zuhriah
Editor: Musthofa Asrori