Sampang, NU Online
Ning Ita Fajria Tamim (Ning Ita), Pengasuh Pondok Pesantren Nazhatut Thullab Sampang mengatakan bahwa kesehatan mental merupakan komponen penting dalam membangun keluarga maslahah dari sudut pandang seorang dokter.
Menurutnya, saat ini generasi muda memiliki kepedulian ke kesehatan mental. Oleh karenanya, perlu melihat konsep keluarga maslahah dari sisi kesehatan mental. Gangguan mental disebabkan karena berbagai penyebab.
"Membangun keluarga maslahah setidaknya memiliki tiga komponen, yaitu individu atau pribadi, keluarga, dan masyarakat. Individu harus sehat mentalnya, kalau tidak begitu sulit membangun keluarga maslahah," jelasnya, Sabtu (27/5/2023).
Baca Juga
Doa untuk Kesehatan Mental
Dikatakannya, konsep keluarga maslahah cukup keren. Melebihi dari konsep yang ada selama ini, seperti sakinah, mawadah, dan rahmah. Dikarenakan konsep keluarga maslahah dari keluarga menuju masyarakat, semacam ada manfaat sosial.
Dari sudut pandang Ning Ita, komponen mental dalam membentuk keluarga maslahah harus dipenuhi, tidak bisa ditinggalkan. Khususnya untuk keluarga muda.
Pasangan muda memiliki kerentanan gangguan mental karena beberapa faktor, di antaranya yaitu akses informasi yang luar, sehingga merasa minder melihat kehebatan orang lain. Bisa juga karena disebabkan kurang memiliki daya juang, selama hidup terbiasa dengan kemudahan di era internet. Ketika mengalami kesulitan jadi kaget.
Langkah selanjutnya, kata Ning Ita, keluarga maslahah harus memperhatikan kesehatan mental, kondisi mental. Orang yang menginginkan keluarga maslahah harus punya kesehatan mental yang stabil, bangkit dari keterpurukan, dan jauh dari depresi.
"Terkadang orang bilang, kenapa kok khawatir, kenapa kok depresi, kamu ini kurang dekat diri dengan Allah, kurang ngaji dan kurang zikir. Maka mudah cemas gitu. Menurut saya, ini sebenarnya masuk ke mental being atau kondisi mental, bukan spiritual being. Ini dua komponen yang berbeda," imbuh Ita.
Baca Juga
Mengupas Aspek-aspek Kesehatan Mental
Untuk menyelesaikan masalah di kesehatan mental, seharusnya tidak bicara spiritual. Cara mengatasinya ada sendiri. Ia mencontohkan seseorang sakit mag karena stres, maka diobati dahulu secara fisik dengan minum obat.
Ada yang mengalami masalah depresi, maka diselesaikan penyebab depresinya. Shalat dan ngaji masuk bagian pendukung mengatasi depresi. Terapi utama tergantung pada proses mengembalikan mentalnya ke normal.
Kesehatan mental merupakan gangguan cemas, khawatir, minder, panik. Cara mengatasi gangguan cemas, panik yaitu harus memiliki kematangan mental di tengah banyaknya informasi yang diterima dan dibaca. Selain itu, sikap dan pilihan dalam menyelesaikan masalah juga berpengaruh.
"Khususnya anak muda sekarang, hidup dengan serba mudah, mau makan tinggal grab, mau pergi pakai gojek. Sehingga nanti saya juangnya kurang, ketika ada masalah yang buat sulit, akan kaget dan belum siap menerima itu. Ini buat mentalnya tergantung," ujar perempuan asli Jombang ini.
Secara umum, Ning Ita menjelaskan masalah kesehatan mental itu dasarnya waktu seseorang masih kecil. Usia 0-7 tahun, otak manusia belum sempurna perkembangannya. Apapun yang terjadi di lingkungan sekitarnya maka akan masuk ke alam bawah sadar.
Oleh karenanya, orang dewasa yang hidup di sekitar anak harus memberikan suasana lingkungan yang kondusif dan baik, pendukung kesehatan mental. Ketika usia kanak-kanak ini terlewati tanpa trauma dan penuh cinta maka anak akan memiliki pondasi kuat menghadapi masalah.
Hal penting selanjutnya yaitu kondisi spiritual, ikatan seseorang dengan Tuhan. Ibadah secara personal ke Tuhan. Hubungan batin antara hamba dan sang pencipta.
"Jangan memberikan trauma seperti kekerasan pada ibunya, kekerasan pada anak, makian, umpatan. Ketika di usia kecilnya mengalami trauma setelah melihat secara langsung kekerasan maka bahaya. Ini sulit diperbaiki saat dewasa," tandasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syakir NF