Latifah Arifiana, Guru Sekolah Inklusi di Surabaya yang Terus Tumbuhkan Potensi Anak Autis
Selasa, 26 November 2024 | 22:00 WIB
Latifah Arifiana saat sedang mengajar anak-anak dengan autisme di SDN Menur Prumpungan Kota Surabaya. (Foto: dok. pribadi)
Surabaya, NU Online
Di tengah keramaian Kota Surabaya, terdapat sebuah sekolah inklusi yang menjadi rumah kedua bagi anak-anak dengan beragam kebutuhan khusus, termasuk anak-anak autism spectrum disorder (ASD) atau autis.
Di balik perjuangan dan keberhasilan anak-anak dalam menuntut ilmu, terdapat sosok guru yang tidak hanya mengajar dengan kemampuan akademis, tetapi juga dengan ketulusan hatinya.
Guru itu adalah Latifah Arifiana (44), seorang pendidik sekolah inklusi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Menur Pumpungan yang mengabdikan dirinya selama kurang lebih 13 tahun untuk mengajar anak berkebutuhan khusus.
SDN Menur Pumpungan ini berada di Jalan Manyar Kartika Timur Nomor 8, Kelurahan Menur Pumpungan, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Latifah memulai profesinya sebagai guru Aparatur Sipil Negara (ASN) sejak 2011. Sebelumnya, Latifah hanya guru bantu pembimbing khusus untuk mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran yang telah ia jalani selama beberapa tahun di Sekolah Galuh Handayani.
Kepala Sekolah Galuh Handayani menawarkan kepadanya untuk mendaftar sebagai guru tetap melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan mengikuti pelatihan untuk mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
“Awalnya saya ragu untuk mendaftar, karena saya dari dulu memang senang membantu dan mengajar di sekolah yang memiliki anak-anak berkebutuhan khusus, dari menyiapkan segala kebutuhannya sampai merapihkan alat-alatnya, saya sudah lama sebagai guru bantu untuk mengabdi diri, karena jiwa sosial saya tergugah,” ujar Latifah kepada NU Online melalui sambungan telepon, pada Selasa (26/11/2024).
Sejak 2008, SDN Menur Pumpungan sudah mendapatkan kepercayaan dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya sebagai sekolah inklusi yang ramah kepada anak-anak berkebutuhan khusus seperti autis di Kecamatan Sukolilo. Sekolah inklusi merupakan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan bagi semua peserta didik tanpa membeda-bedakan.
Prinsip utama sekolah inklusi adalah memberikan ruang dan tempat belajar yang setara dan memperlakukan setiap anak-anak dengan penuh kasih sayang. Sekolah inklusi juga menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Salah satu faktor keberhasilan pendidikan di sekolah inklusi yaitu adanya guru pembimbing khusus (GPK).
Menghadapi tantangan dengan ketulusan
Dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus, Latifah sudah dibekali ilmu melalui pendidikan dan pelatihan yang diselanggarakan Dinas Pendidikan Kota Surabaya, sehingga ia memiliki keahlian khusus dan ketekunan yang tidak kenal lelah.
"Setiap anak autis memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda-beda. Beberapa anak autis terkadang memiliki kesulitan dalam berbicara dan komunikasi, bahkan terdapat anak yang kesulitan dalam merespons tindakan sekitar,” ujarnya.
“Anak-anak autis memiliki dunia mereka sendiri. Mereka mungkin tidak langsung memahami instruksi atau tuntutan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi mereka memiliki potensi yang luar biasa,” tambahnya.
Setiap hari, Latifah harus menghadapi tantangan seperti mengelola perilaku anak-anak berkebutuhan khusus yang sering mengalami tantrum atau merasa cemas dalam situasi tertentu.
Ia harus mampu menciptakan lingkungan yang dapat membantu anak-anak berkebutuhan khusus ini merasa lebih aman dan nyaman. Dengan kesabaran dan pendekatan yang penuh kasih sayang, Latifah membantu anak-anak berkebutuhan khusus seperti autis ini dapat belajar dengan cara yang tidak hanya mendidik tetapi juga menyentuh sisi emosionalnya.
Inovasi dalam pembelajaran
Menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus, Latifah mengajukan untuk dibuatkan ruangan khusus untuk anak-anak tersebut dapat mengekspresikan dirinya. Di tempat itu, anak-anak berkebutuhan khusus dibimbing untuk meningkatkan kecerdasan intelektual atau IQ (intelligence quotient) melalui seni prakarya.
“Di ruangan khusus yang kami sebut bengkel ini, anak-anak kami bimbing untuk meningkatkan IQ-nya, seperti melukis, menggambar, membuat kesenian dengan barang-barang sekitar, atau juga bisa melakukan kegiatan keseharian seperti menggunakan kaus kaki, sepatu, merapihkan rambut,” ujar Latifah.
Adanya inovasi itu membuat kemampuan anak-anak berkebutuhan khusus ini meningkat secara perlahan. Kemampuan berpikir, komunikasi, dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar terus diasah.
Setiap tahun, IQ anak-anak didik Latifah meningkat sehingga mereka dapat berinteraksi sebagaimana manusia pada umumnya.
“Alhamdulillah, setiap tahun naik, misal masuk kelas satu, nanti kelas dua sudah membaik dan bisa berkomunikasi, bahkan bermain dengan teman-temanya yang normal itu,” katanya.
Harapan sekolah inklusi
Latifah menjadi guru pembimbing berkebutuhan khusus adalah panggilan dari hati terdalam. Setiap hari, ia melihat kemajuan pada anak-anak walau hanya melakukan hal sederhana. Harapannya mendidik anak-anak berkebutuhan khusus seperti autis ini bisa diterima dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya tanpa ada rasa dikucilkan.
Latifah berharap melalui pendidikan sekolah inklusi, anak-anak berkebutuhan khusus ini bisa berkembang dan diberikan kesempatan meraih cita-cita untuk masa depannya.
“Teruntuk para guru pembimbing khusus, tetap semangat membimbing anak-anak berkebutuhan khusus ini, impian anak-anak bisa terwujud dari peran guru yang hebat, guru yang sabar, guru yang ikhlas untuk mendampinginya. Selamat Hari Guru Nasional,” pungkasnya.