Malam Pertama Ramadhan di Masjid Raya Baiturrahman: Lautan Manusia Memadati Ikon Spiritual Aceh
Sabtu, 1 Maret 2025 | 10:30 WIB

Jamaah shalat tarawih malam pertama bulan Ramadhan di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Jumat (28/2/2025). (Foto: NU Online/Wahyu Majiah)
Banda Aceh, NU Online
Suara azan Isya menggema di langit Banda Aceh, menandai awal malam pertama bulan suci Ramadhan 1446 Hijriah. Satu per satu, umat Muslim mulai melangkahkan kaki menuju Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, ikon spiritual dan sejarah yang tak pernah kehilangan pesonanya.
Jalanan di sekitar masjid seketika dipadati kendaraan. Sepeda motor berjejer rapi di tepi jalan, sementara mobil-mobil memenuhi setiap sudut area parkir. Suasana malam itu begitu hidup, seolah seluruh kota bergerak dalam harmoni, menuju satu tujuan yaitu merayakan malam pertama Ramadan dengan sholat tarawih berjamaah di bawah naungan kubah megah Masjid Raya Baiturrahman.
Masjid Raya Baiturrahman, yang berdiri megah di jantung Kota Banda Aceh, bukan sekadar tempat ibadah. Tempat suci ini merupakan simbol keteguhan, sejarah, dan kebanggaan masyarakat Aceh.
Arsitekturnya yang memukau, dengan pelataran luas payung-payung yang terbuka yang hampir menyerupai Masjid Nabawi di Madinah, menjadi daya tarik utama bagi ribuan jamaah yang datang dari berbagai penjuru. Malam pertama Ramadan tahun ini pun tak terkecuali. Masjid ini kembali menjadi magnet spiritual, menarik lautan manusia yang ingin merasakan pengalaman ibadah yang lebih bermakna.
Saat malam mulai menyelimuti kota, ribuan jamaah telah memadati setiap sudut masjid. Tak hanya di dalam ruangan utama, pelataran masjid yang luas juga dipenuhi oleh jamaah yang duduk bersaf-saf, untuk melaksanakan salat tarawih dan mencari keberkahan malam pertama Ramadhan dengan sukacita. Cahaya lampu yang menerangi kubah dan menara masjid menciptakan atmosfer yang syahdu, seolah mengajak setiap orang untuk merenung dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Warna-warni pakaian dan mukenah menyatu dalam lautan gerakan sujud, sayap kiri, kanan hingga jalan setapak menuju tower besar Masjid Raya dipenuhi manusia.

Suara lantunan ayat suci Al-Qur'an yang dibacakan oleh imam masjid mengalun merdu, menyatu dengan gemuruh takbir yang dikumandangkan oleh ribuan jamaah. Setiap orang terlihat khusyuk, menikmati momen spiritual yang hanya datang setahun sekali ini. Bagi banyak jamaah, sholat tarawih di Masjid Raya Baiturrahman bukan sekadar rutinitas ibadah, melainkan sebuah pengalaman yang mendalam dan penuh makna.
Di antara ribuan jamaah yang memadati masjid, terdapat sosok-sosok dengan cerita unik. Salah satunya adalah Cut Naila, seorang warga dari Aceh Barat Daya, mahasiswa yang merantau ke desa Rukoh, Kota Banda Aceh.
Cut Naila bersama tiga orang temannya sengaja datang ke Masjid Raya Baiturrahman untuk melaksanakan shalat tarawih pertama meski jauh dari tempat tinggalnya sekarang, dari kediamannya ia harus mengendarai sepeda motor selama 25 menit.
“Saya memilih masjid ini karena selain sebagai tempat bersejarah, arsitekturnya yang indah dan pelatarannya yang luas membuat saya merasa seperti sedang berada di Masjid Nabawi. Ini yang menarik saya dan keluarga untuk datang ke sini,” ujarnya dengan penuh semangat.
Bagi Cut Naila dan banyak jamaah lainnya, Masjid Raya Baiturrahman bukan sekadar bangunan fisik. Ia adalah simbol keteguhan dan keimanan, yang telah bertahan melalui berbagai ujian sejarah, termasuk bencana tsunami tahun 2004. Keberadaannya menjadi pengingat akan kekuatan religius yang dimiliki masyarakat Aceh dan kebersamaan umat Muslim di tanah rencong tersebut.
Seiring berakhirnya sholat tarawih, jamaah pun mulai beranjak pulang dengan hati yang tenang dan penuh syukur. Malam pertama Ramadan di Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi pengalaman yang tak terlupakan, mengawali rangkaian ibadah di bulan suci dengan penuh khidmat dan kebersamaan.
Seperti halnya Fazliana, wanita asal Aceh Timur yang kini tinggal di Aceh Besar tersebut mengungkapkan rasa syukurnya bisa melaksanakan sholat tarawih pertama di Masjid Raya, meski kata Fazliana saban tahun hal itu dia lakukan, ia tidak pernah bosan mengulangi hal yang sama.
"Saya selalu usahakan sholat tarawih pertama di Masjid Raya, jika tidak ada halangan saya akan ke sini. Kalau tidak bisa cuma pergi ke Masjid dekat rumah saja," terang Fazliana.
Sementara itu, bagi masyarakat Aceh, Masjid Raya Baiturrahman bukan sekadar tempat ibadah. Ia adalah rumah spiritual yang menyatukan mereka dalam iman dan harapan. Malam pertama Ramadhan tahun ini telah menjadi bukti nyata, bahwa masjid ini tetap menjadi pusat gravitasi spiritual bagi ribuan umat Muslim di Aceh, mengukuhkan posisinya sebagai ikon sejarah dan keimanan yang tak tergantikan.
Untuk diketahui, Masjid Raya Baiturrahman telah menjadi saksi bisu perjalanan panjang masyarakat Aceh. Dibangun pada masa Kesultanan Aceh, masjid ini telah melalui berbagai fase sejarah, mulai dari masa penjajahan hingga bencana alam yang meluluhlantakkan Aceh. Namun, masjid ini tetap berdiri kokoh, menjadi simbol keteguhan dan harapan bagi masyarakat Aceh.