Daerah

Masjid Berusia Lebih dari Satu Abad di Cot Meurak Aceh Ambruk Diterjang Banjir

Sabtu, 29 November 2025 | 14:00 WIB

Masjid Berusia Lebih dari Satu Abad di Cot Meurak Aceh Ambruk Diterjang Banjir

Lokasi reruntuhan bangunan Tuha Cot Meurak Blang atau Masjid Jamik Almabrur. (Foto: dok istimewa/Helmi Abu Bakar)

Bireuen, NU Online

Banjir besar yang melanda wilayah Samalanga, Kabupaten Bireuen, Aceh, dalam beberapa hari terakhir kembali merusak fasilitas umum. Setelah asrama Dayah Najmul Hidayah Al-Aziziyah Cot Meurak roboh akibat longsor dan abrasi, kini giliran Masjid Tuha Cot Meurak Blang atau Masjid Jamik Almabrur yang ikut ambruk terseret derasnya arus Sungai Krueng Batee Iliek. Sebuah meunasah yang berjarak tidak jauh dari masjid juga amblas ke sungai hanya dalam beberapa jam.


Keruntuhan masjid bersejarah tersebut terjadi bertahap sejak Rabu (26/11/2025) pagi. Tgk Muhammad Hasan (67), tukang yang selama ini merawat dan turut membangun masjid itu, mengatakan tanda-tanda kerusakan mulai terlihat sejak dini hari ketika debit air meningkat drastis.


“Setelah dhuha, tanah di belakang masjid sudah mulai turun. Setelah asrama Dayah Najmul Hidayah runtuh, arus utama air terus mencari sasarannya dengan ganasnya. Retakan muncul di mana-mana. Sekitar jam sembilan, bagian barat masjid mulai goyang dan lantainya turun,” ujarnya kepada NU Online, Jumat (29/11/2025).


Ia menuturkan bahwa warga sempat berharap banjir akan surut seperti biasanya. Namun kenyataannya, air semakin deras dan arus makin kuat. Suara runtuhan bangunan terdengar beberapa kali sepanjang hari.


“Dari jam tujuh sampai mendekati Magrib, satu per satu bagian masjid jatuh ke sungai. Begitu cepat. Sekarang yang tersisa hanya puing-puing yang terus hanyut,” katanya dengan mata berkaca-kaca.


Masjid yang telah berdiri lebih dari satu abad itu selama ini menjadi pusat kegiatan ibadah dan pendidikan masyarakat. Banyak ulama pernah mengajar di sana, dan warga menganggapnya sebagai simbol sejarah serta warisan leluhur. Puncak masjid bahkan ditemukan terseret hingga sekitar 100 meter dari bangunan utama.


“Ini bukan sekadar bangunan. Ini sejarah, martabat, kenangan dari generasi ke generasi. Warga menyebutnya Masjid Tuha karena usianya sudah mencapai ratusan tahun,” tutur Tgk Muhammad Hasan yang tampak terpukul atas kehancuran masjid yang ia rawat selama puluhan tahun.


Tidak jauh dari masjid, sebuah meunasah yang menjadi tempat pengajian anak-anak dan musyawarah warga juga mengalami nasib serupa. Menurut warga, retakan kecil mulai terlihat sekitar pukul 09.00 WIB, namun arus yang semakin kuat membuat bangunan itu runtuh total menjelang sore hari.


“Jam sembilan baru retak sedikit. Tapi makin sore arus tambah kuat. Sekitar pukul empat meunasah roboh total,” ungkapnya.


Ia menambahkan bahwa banjir kali ini jauh lebih besar daripada yang pernah terjadi sebelumnya.


“Air bukan sekadar naik, tapi menghantam seperti gelombang besar, seakan mencari mangsanya. Sungai seperti berubah jalur. Tanah selebar hampir seratus meter hilang terseret air,” ujarnya.


Warga kini khawatir rumah-rumah di sekitar lokasi abrasi akan menyusul tenggelam jika hujan kembali turun. Beberapa keluarga memilih mengungsi ke dataran lebih tinggi, sementara sebagian tetap berjaga di rumah masing-masing.


Meski hujan mulai reda sejak Jumat pagi, arus Sungai Krueng Batee Iliek masih terlihat deras. Kondisi tanah di sekitar masjid dan meunasah juga masih labil sehingga warga tidak berani mendekat ke lokasi runtuhan.


Tgk Muhammad Hasan berharap pemerintah daerah maupun provinsi segera mengambil langkah penanganan darurat dan program mitigasi permanen agar desa tersebut tidak semakin terkikis banjir setiap tahun.


“Kami butuh tenda dan logistik untuk warga Samalanga yang mengungsi. Tapi yang lebih penting, pemerintah harus memperbaiki dan memperkuat tanggul sungai ini. Kalau tidak, yang hilang bukan hanya bangunan, tapi kampung kami,” tegasnya.