Rekam jejak almaghfurlah KH Achmad Sjaichu sangat panjang. Ia tidak hanya seorang kiai dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), tapi juga seorang negarawan dan politisi. Kiai Sjaichu tercatat pernah menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR).
Dalam kiprah dakwahnya, Kiai Sjaichu membangun institusi pendidikan dan lembaga Ittihadul Muballighin tempat berhimpun para mubalig dan mengirimnya ke berbagai daerah.
Namun jasa terbesarnya yang masih eksis hingga saat ini adalah Pondok Pesantren Al-Hamidiyah, Depok, Jawa Barat.
Hampir seluruh hidup Kiai Sjaichu digunakan untuk kemaslahatan orang lain. Rekam jejak ini semakin lengkap saat ia memimpin partai Nahdhatul Ulama (NU). Dalam kiprah politiknya, KH Sjaichu sangat menjunjung tinggi kedamaian, suasana yang tidak menimbulkan konflik atau kerusakan (mafsadah).
Kesaksian tentang ketokohan Kiai Sjaichu datang dari berbagai pihak. Di antaranya adalah Pengasuh Tebuireng KH Salahuddin Wahid atau biasa dipanggil Gus Solah. Menurutnya sosok almarhum Achmad Sjaichu merupakan tokoh yang sejak lama aktif di berbagai bidang. Mulai dari politik, keagamaan, dan figur kiai kharismatik.
"Kiai Sjaichu juga dikenal sebagai Ketua DPR RI pada masa kabinet Gotong Royong. Ia juga pernah menjadi Ketua Fraksi Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1957," jelasnya saat mengunjungi Al-Hamidiyah dalam rangka haul akbar ke-25 KH A Sjaichu, Senin (13/1).
Gus Solah menuturkan, Sjaichu memiliki visi ke depan yang baik dan berani berkorban sehingga kehidupannya selalu berhasil. Mengenal Sjaichu dari pertemanannya dengan putri sulungnya, Maryam Chairiyah.
"Kiai Sjaichu itu politisi dan pebisnis yang andal. Punya toko sepatu juga di Surabaya,” tambah cucu KH Hasyim Asy’ari ini.
Pada 17 Juli 1988 Achmad Sjaichu mendirikan Pesantren Al-Hamdiyah. Saat itu ia didukung penuh oleh sang istri Solchah dalam membangun pesantren.
Pesantren Al-Hamidiyah bermula pada tahun 1980, Sjaichu muda membeli sebidang tanah di Rangkapanjaya, Depok, di mana Pesantren Al-Hamidiyah berdiri saat ini. Namun, pesantren tersebut baru mulai dibangun pada tahun 1987 yang diproses menantunya, Fahmi.
Kini pesantren tersebut dipimpin putra tertuanya bernama KH Imam Susanto Sjaichu. Imam meneruskan perjuangan sang ayah merawat pesantren sejak tahun 1995 hingga saat ini. KH Achmad Sjaichu sendiri memiliki tujuh putra-putri. “Sjaichu memiliki kemauan yang keras," tandasnya.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin