Tim verifikasi masjid NU PC LTMNU Lumajang berfoto di depan sebuah masjid di Desa Kaliuling, Kecamatan Tempursari, Lumajang. (Foto: NU Online/Aryudi AR)
Lumajang, NU Online
Semangat Pengurus Cabang (PC) Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dalam melakukan labelisasi masjid NU, laik diacungi Jempol. Pasalnya, labelisasi masjid itu bukan hal yang sederhana, tapi butuh kerja keras untuk mendata guna keperluan labelisasi.
Pendataan mau tidak mau harus mendatangi satu persatu masjid yang bertebaran di sekujur wilayah Lumajang. Di kota pisang ini, terdapat 1.182 masjid yang tersebar di 21 kecamatan, 210 desa, dan 7 kelurahan. Dari data tersebut diketahui bahwa sebagian banyak masjid berada di perdesaan. Bahkan tak sedikit lokasinya yang cukup menjorok di kaki pegunungan.
“Tapi ini (pendataan) penting demi menjaga masjid dari pencaplokan pihak lain,” tukas Ketua Tim Pendataan Labelisasi Masjid NU Lumajang, Kiai M Hakam Joenaidi di kantor PCNU Lumajang, Selasa (14/7).
Menurutnya, tim sedang bekerja keras untuk memverifikasi masjid (dengan cara mendatangi masjid), yaitu mencocokkan berkas yang dibuat dan dikirim oleh masing-masing LTM MWCNU. Teknisnya, tim pendataan didampingi LTM MWCNU mendatangi tiap-tiap masjid.
“Karena yang paling tahu bahwa itu dan ini adalah masjid NU, ya MWCNU dan Ranting NU,” terangnya.
Sementara itu, salah seorang anggota tim verifikasi masjid NU, Kiai Musthofa Yasin menuturkan bahwa salah satu yang cukup berat medannya adalah Desa Kaliuling, Kecamatan Tempursari. Di kecamatan tersebut terdapat 33 masjid NU yang terebar di tujuh desa, yaitu Kaliuling, Pundungsari, Tempurejo, Purorejo, Tegalrejo, dan Bulurejo.
“Semuanya (medannya) sulit, tapi (desa) Kaliuling sangat sulit,” jelasnya.
Desa Kaliuling berjarak 72 kilometer dari Kota Lumajang. Tempursari sendiri berbatasan dengan wilayah Malang. Kaliuling termasuk daerah rawan bencana (banjir). Bahkan untuk mencapai masjid-masjid di desa tersebut, harus melewati jalan tak beraspal, naik turun ngarai, bahkan memotong sungai yang rawan banjir sebelum akhirnya sampai di kaki pegunungan .
“Ini memang susah, tapi demi menjaga masjid NU dari rongorongan pihak lain, ya kita wajib mendatanginya,” terang Kiai Musthofa Yasin.
Kendati demikian, ia mengaku tak lelah, bahkan bangga bisa mendatangi masjid-masjid di lokasi terpencil. Sebab ia yakin, apa yang dilakukannya sangat berguna untuk menjaga masjid NU dari pencaplokan pihak lain. Dikatakannya, sekecil apapun masjid, harus dilabeli NU jika memang dibangun oleh warga NU. Selain labelisasi, masjid NU juga akan dibuatkan akta wakafnya. Sehingga sampai kapanpun, masjid tetap milik NU.
“Jadi kita antisipasi. Jangan kalau sudah ramai (karena disengkatan) kita baru ingat mau diaktakan,” pungkaksnya.
Pewarta: Aryudi AR
Editor: Ibnu Nawawi