PCNU Jakarta Utara Bahas Masalah Terduga Teroris dan Wakaf
Senin, 11 November 2019 | 16:15 WIB
Acara tersebut dimotori LBM dan Aswaja Center Jakarta Utara yang dihadiri oleh LBM PBNU KH Asnawi Ridwan dan beberapa utusan dari alumni pesantren ternama di Indonesia, di antaranya Pondok Pesantren Lirboyo, Pondok Pesantren Ploso, Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Pondok Pesantren As-Shidiqiyah Cijeruk dan Pengurus MWCNU se-Jakarta Utara sebagai peserta.
Forum tersebut dirangkai dengan beberapa 2 jalsah, yaitu pertama membahas terkait penanganan aparat keamanan terhadap dugaan terorisme, menanggapi pasca insiden penusukan mantan Menkopolhukam Wiranto di Banten. Kedua, membahas terkait status hukum masjid yang tak memiliki legalitas formal oleh pemerintah.
Hasil forum tersebut menyatakan bahwa tindakan aparat keamanan yang tidak segera menangkap pelaku yang telah diduga terlibat dalam terorisme adalah tidak tepat. Sebab dalam konsep fiqh Islam harus ada tindakan pencegahan dini terhadap terorisme.
"Aparat keamanan berhak untuk menangkap bagi siapa saja yang telah mengikuti paham terorisme," ujar KH Nashihin Zain selaku Tim Mushohhih dalam Bahtsul Masail.
Pertimbangan dari hasil tersebut yakni dar'ul mafasid, nahyul munkar, daf'us sial dan 'ibarah dari beberapa kitab kuning sebagai referensi.
"Aparat keamanan mestinya, dengan nama-nama yang sudah terpapar paham terorisme, harus segera menangkap menahan dalam rangka takzir. Kemudian bagi pelaku yang masih terindikasi terorisme harus ditangkap juga dalam rangka identifikasi (kasyf) dan melakukan pembinaan," ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Al-Miftahiyah ini.
Sedangkan terkait status hukum wakaf masjid yang tak memiliki legalitas formal secara hukum positif pemerintah, peserta forum sepakat bahwa hal tersebut tetap dihukumi pendapat dari 4 mazhab yang bersumber dari kitab I'anatut Tholibin Juz 3 halaman 160, Nihayatuzzein halaman 269, dan fiqih 4 mazhab.
"Pendapat imam mazhab berpendapat sepakat masjid dihukumi wakaf walaupun tanpa legalitas formal dari pemerintah," pungkasnya.
Editor: Abdullah Alawi