Tuban, NU Online
Sejumlah perempuan muda terlihat sedang merampungkan motif batik. Kebetulan ada pesanan dari seseorang yang hendak digunakan sebagai seragam acara mantenan beberapa pekan mendatang. Meski tanpa ada order tertentu, para perempuan tersebut setiap hari dapat ditemui dengan rutinitas harian merampungkan batik sebagai koleksi dan dipasarkan.
Suasana tersebut dapat disaksikan di Dusun Mandungan, Desa dan Kecamatan Widang, Tuban, Jawa Timur. Bagi yang penasaran proses pembuatan batik yang terkenal dengan Batik Jedong tersebut dapat menyaksikan secara langsung proses yang ada hingga menjadi kain batik yang siap dijahit.
“Batik Jedong dikaitkan dengan nama tokoh di daerah Widang yang memang dikenal sebagai pembuka lahan atau babat alas kawasan ini. Jadi, kalau menyebut batik Jedong, sekaligus menghargai jasa tokoh pendahulu,” kata Hj Khoiriyah kepada NU Online, Senin (2/10/2023).
Perempuan yang juga pimpinan di sentra batik di samping rumahnya tersebut menyebutkan bahwa Mbah Jedong adalah ikon selaku tokoh perintis keberadaan wilayah setempat. Dengan demikian, pemberian nama batik dengan tokoh lokal memberi banyak kegunaan.
“Karena itu, nama batik di sini disebut dengan batik Jedong dalam rangka mengenalkan dan mengenang Mbah Jedong,” ungkap Ketua Pimpinan Anak Cabang (PAC) Muslimat NU Widang tersebut.
Ia tidak menampik bahwa di Tuban terdapat juga batik tulis dengan nama Gedhog. Karena ingin lebih mengakrabkan tokoh lokal setempat, sehingga batik yang diproduksi dinamakan dengan Jedong. Diharapkan nama tersebut sekaligus mengenalkan tokoh setempat kepada generasi saat ini yang tentu saja tidak mengetahui sejarah dan masa lalu tokoh yang ada.
Mulai dari bawah
Semangat menggeluti usaha batik ini sebenarnya terbilang nekat. Karena sebenarnya ia dan warga sekitar yang direkrut sebagai karyawan juga tidak memiliki pengetahuan apalagi keterampilan yang memadai terkait batik. Hanya saja, keberanian tersebut muncul usai mengikuti pelatihan batik yang digelar sebelumnya.
“Agar ilmu dan praktik sejenak terkait batik yang saya ikuti bersama warga memberikan manfaat yang berkesinambungan, maka akhirnya diputuskan untuk menekuni usaha ini,” kata alumnus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) Surabaya itu.
Mengawali membuat batik juga tidak langsung lancar. Hal tersebut salah satunya terkendala alat dan bahan yang harus disediakan. Saat berbelanja bahan dan keperluan batik, ternyata tidak sekali jadi. Beberapa bahkan harus terbuang percuma karena gagal saat diaplikasikan ke bahan yang ada.
“Pernah belanja alat dan bahan ke Surabaya, ternyata gagal. Pertimbangan belanja ke Surabaya lantaran lebih dekat dengan Tuban dan dianggap bahan yang tersedia pasti cocok untuk memproduksi kain batik,” kenangnya.
Setelah banyak melakukan evaluasi dan konsultasi ke banyak kalangan, akhirnya bisa menemukan alat dan bahan yang dibutuhkan. Namun demikian, harus berbelanja ke Solo, Jawa Tengah. Hal tersebut tetap harus ditempuh meski harus berganti banyak kendaraan umum untuk bisa sampai ke Solo.
“Untungnya, usai belanja ke Solo dan menemukan toko yang sesuai. Akhirnya kami dapat bernafas lega lantaran bisa memproduksi kain batik sesuai pelatihan yang diselenggarakan sebelumnya,” ungkap pengurus bidang pendidikan di Pimpinan Cabang (PC) Muslimat NU Tuban ini.
Menampung perempuan kampung
Hal tak kalah menarik dari Batik Jedong ini adalah para pekerja merupakan orang tua murid yang anaknya tengah menempuh pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darul Ulum Widang.
Setelah mengantarkan anak ke madrasah, maka para ibu tersebut mengerjakan pola di kain batik yang telah disiapkan. Demikian pula saat anak-anak waktunya pulang, maka pengerjaan batik berhenti sejenak. Kemudian para ibu ini kembali lagi ke lokasi pengerjaan batik yang ada.
Boleh dikata, apa yang dilakukan dengan membekali para ibu keterampilan membatik berangkat dari keprihatinan. Karena sudah menjadi pemandangan umum sejumlah ibu yang mengantarkan anak ke lembaga pendidikan biasanya tidak mempunyai kegiatan. Akhirnya, ia berinisiatif mengajukan kegiatan atas nama Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan kemudian diadakan pelatihan membatik tersebut.
“Dengan demikian, kain batik dapat dikerjakan dengan tidak meninggalkan kewajiban sebagai orang tua yang mengantar anak berangkat dan pulang dari PAUD dan madrasah,” kata peraih penghargaan Ibu Inspirasi 2023 dari Kopernik tersebut.
Kepala MI Darul Ulum, Widang, ini mengemukakan bahwa Batik Jedong memiliki keistimewaan, yaitu pada teknik pewarnaan. Hal tersebut agar dapat menjadi pembeda dengan batik lain yang ada di Tanah Air.
“Warnanya lebih cerah dan bersih. Karena kalau batik di Tuban menggunakan celup, sedangkan kami tidak. Di sini yang dilakukan yakni menggunakan kuas, sehingga berapa pun warna yang diaplikasikan akan bersih,” terang Sekretaris Koperasi An-Nisa’ PC Muslimat NU Tuban itu.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa batik Jedong diberi pewarna dengan teknik colek yaitu menggunakan kuas. Dengan demikian prosesnya dipoles sedikit demi sedikit pada kain yang sudah diberi motif terlebih dahulu.
Melalui proses yang berbeda tersebut, batik Jedong memiliki keunggulan dibanding batik kebanyakan. Salah satunya dapat diterima sejumlah kalangan. Hal ini pula yang akhirnya membuat Pemkab Tuban kerap menjadikan batik Jedong berpartisipasi dalam acara tertentu seperti MTQ tingkat Jatim dan sejenisnya.
Beberapa lembaga pendidikan juga kerap menjadikan kreasi dari batik Jedong ini sebagai seragam. Demikian pula acara keluarga yang memang membutuhkan batik dengan corak yang sama, namun memiliki ciri khas tidak ditemukan di kawasan lain.
Gencarkan promosi
Sadar dengan persaingan yang demikian ketat, aneka penawaran terus dilakukan. Baik secara tradisional, yakni promosi dari mulut ke mulut, maupun dengan cara mengikuti sejumlah pameran. Karena tidak jarang, sejumlah kalangan mengajak batik Jedong untuk nimbrung di acara pameran di berbagai kota. Hal itu dimaknai sebagai kesempatan meluaskan pasar.
“Kalau ada undangan pameran, tentu kami akan optimalkan untuk meluaskan pasar agar batik Jedong tidak semata diketahui kawasan Tuban dan sekitarnya,” terang Khoiriyah.
Demikian pula yang tidak dapat dihindarkan adalah promosi dengan memanfaatkan aneka media. Seperti medsos yang memang ditangani secara khusus oleh tim yang berupaya mengunggah hasil batik di Facebook maupun Instagram.
Imbas dari promosi yang gencar ini kemudian membuahkan hasil. Seperti produk yang dipesan oleh kalangan dari luar Jawa. Bahkan ada pelanggan yang ternyata dari luar negeri. Hal tersebut tentu saja di luar perkiraan.
“Kami juga kaget, ternyata batik Jedong juga dipesan warga di luar negeri,” ungkap perempuan berkacamata ini.
Di tengah persaingan tersebut, ia mengingatkan para pekerja yang dianggapnya sebagai keluarga sendiri untuk menjaga mutu. Pengerjaan dilakukan dengan lebih teliti seiring semakin banyaknya kalangan yang telah percaya dengan hasil dari batik Jedong ini.
Karenanya, aneka terobosan dan inovasi dilakukan sembari menjaga kualitas. Untuk kain dan motif batik bermacam-macam tergantung dengan pesanan pelanggan. Pemesan dapat leluasa meminta desain dan motif sesuai harapan. Pernah juga pelanggan meminta dengan dua kali teknik perwarnaan. Termasuk bahan kain yang lumayan berkelas.
“Bahannya ada yang katun prima hingga sutra,” jelas Khoiriyah.
Soal harga, menurut dia, yang berlaku hingga saat ini sudah standar. Bahkan, kalau melihat tingkat kesulitan motif yang diinginkan pemesan dan bahan kain, tentu saja harganya akan menyesuaikan.
Di ujung pembicaraan, Khoiriyah menyambut baik peringatan Hari Batik Nasional yang selalu digelar pada 2 Oktober. Hal tersebut, lanjut dia, sangat penting untuk menumbuhkan kecintaan warga terhadap kekhasan batik di daerah masing-masing. Apalagi seperti dirinya yang tidak semata mempertahankan budaya bangsa, termasuk memberdayakan ekonomi sekitar.
“Semoga hari batik nasional tidak semata rutinitas tahunan. Namun, terpenting adalah menjaga kekayaan bangsa dan sebisa mungkin melakukan pemberdayaan kepada warga sekitar dengan batik,” tandasnya.