Pentingnya Merawat dan Menggali Ragam Tradisi Muharram di Nusantara
Kamis, 20 Juli 2023 | 08:00 WIB
Ilustrasi: Ribuan Nahdliyin di Jember, Jawa Timur mengikuti baca burdah dan pawai obor keliling pada Tahun Baru 1444 Hijriah. (Foto: NU Online Jatim)
Banda Aceh, NU Online
Bulan Muharam merupakan bulan pertama dalam sistem kalender Qamariyah (kalender Islam), sehingga 1 Muharam merupakan awal tahun baru Hijriyah. Bulan Muharam dikenal juga dengan sebutan bulan Syura/Asyura.
Aktivis NU Aceh, Tgk Nanda Saputra mengatakan Indonesia dengan keanekaragam budaya dan tradisi termasuk tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Islam pada bulan Muharam di Indonesia.
"Sehingga banyak terdapat aktivitas tertentu pada yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Keberagaman budaya, agama, dan keyakinan masyarakat Indonesia telah mewarnai berbagai tradisi dan ritual yang dilakukan masyarakat pada bulan Muharam," ungkapnya kepada NU Online, Rabu (19/7/2023).
Pria yang juga penggiat sejarah dan jejaringan ulama itu mengatakan berbagai tradisi itu antara lain, membuat makanan berupa bubur merah putih, mencuci keris, membaca doa-doa, menyantuni anak yatim, dan sampai pada peristiwa budaya seperti tradisi kirab di Solo dan Yogyakarta, bulan Asan Usen di Aceh, tradisi Tabut di Bengkulu dan Tabuik di Pariaman Sumatera Barat. Jika dicermati ekspresi masyarakat di bulan Muharam atau dikenal juga dengan Asyura tepatnya tanggal 10 Muharam dapat dikelompokkan dalam kelompok.
''Kelompok pertama berasumsi bahwa 10 Muharram dianggap hari yang dapat mendatangkan berkah dan keberuntungan yang berlipat sehingga diperingati dengan belanja aneka barang kebutuhan ataupun dengan mengadakan berbagai perayaan sukacita. Beberapa perayaan lain yang dilakukan misalnya dengan pesta bubur jepe suro (bubur Muharam) yang dilakukan di masyarakat Takalar, provinsi Sulawesi Selatan,'' ujarnya.
Sosok yang gemar bertabarukkan dan ziarah kuburan wali di berbagai daerah di Nusantara itu menyebutkan kekayaan tradisi budaya masyarakat Indonesia diwarnai oleh Islam sebagai agama yang dianut oleh masyarakat mayoritas. Persentuhan Islam dengan budaya lokal membawa pada keberagaman tradisi yang bernuansa Islam. Tradisi di bulan Muharam pada masyarakat Indonesia yang secara umum dilakukan pada tanggal 1-10 Muharam, direpresentasikan dalam berbagai bentuk dan ragam.
"Sementara itu di Aceh terdapat tradisi bulan Asan Usin, Sumatra Barat dengan tradisi Tabuik, Bengkulu memiliki tradisi Tabut. Sedangkan di tanah Jawa, yang paling menonjol adalah tradisi kirab di Keraton Yogyakarta dan Solo. Tulisan ini mendeskripsikan keberagaman tradisi masyarakat tersebut dalam perspektif sejarah dan budaya,'' ungkapnya.
Menurut Tgk Nanda di antara tradisi perayaan tahun baru Islam di Nusantara yang sudah menjadi turun menurun dilakukan dalam masyarakat di antaranya sedekah Gunung Merapi. Tradisi ini dilakukan oleh warga Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah setiap tanggal 1 Muharram.
''Sedekah Gunung Merapi dilakukan dengan melarung kepala kerbau di wilayah puncak gunung. Masyarakat biasanya bersama-sama mengarak kepala kerbau dan berbagai hasil bumi. Puncak perayaan ini adalah dengan makan dan berdoa bersama agar di tahun baru ini mendapat keberkahan dari Allah swt," ulasnya.
Selanjutnya menurut Tgk Nanda Tradisi Ngadulag dan tradisi ini bisa ditemukan di masyarakat Sunda atau Jawa Barat. Salah satu daerah yang masih sering menggelar tradisi ini adalah Sukabumi. Ngadulag merupakan tradisi menabuh bedug dengan ritmis tertentu, terutama ritmis-ritmis yang dinamis.Pada momen ini juga digelar lomba tabuh bedug yang bisa diikuti masyarakat.
'"Sementara itu masyarakat Melayu di Bangka Belitung, khususnya di Pulau Bangka memiliki tradisi Nganggung. Tradisi ini biasanya dilakukan dengan membawa makanan dari masing-masing rumah penduduk menuju ke satu tempat pertemuan besar, biasanya berupa masjid, surau, langgar, atau lapangan. Biasanya, tradisi ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu di dalam agama Islam, seperti, tahun baru Islam atau Muharram dan lainnya," paparnya.
Direktur Penerbit Muhammad Zaini itu menjelaskan bahwa Nganggung sering disebut juga sepintu sedulang karena setiap rumah (sepintu atau satu pintu) membawa 'satu dulang (sedulang), yaitu wadah kuningan maupun seng yang digunakan untuk mengisi makanan dan kemudian ditutup dengan penutup dulang, yaitu tudung saji.
"Tradisi lainnya menyambut Muharram dikenal dengan Tapa Bisu dan ini menjadi salah satu tradisi paling terkenal di Yogyakarta saat 1 Muharram tiba. Tradisi ini adalah ritual keliling benteng keraton di Yogyakarta. Tradisi ini disebut tapa bisu karena dilakukan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun saat mengelilingi benteng keraton sejauh 7 kilometer,'' jelasnya.
Sosok pria yang juga Direktur Pedir Reseach Institut itu menegaskan bahwa kepercayaan dan sejarah dapat mempengaruhi budaya lokal, demikian pula dengan Islam. Islam masuk dalam budaya dengan mewarnai atau bahkan mengganti budaya yang tidak sesuai dan bertentangan dengan Islam. kenyataan ini membawa pada munculnya budaya dengan spirit Islam, seperti tradisi budaya di bulan Muharam. Asimilasi ataupun integrasi Islam dan budaya lokal menjadikan kekayaan budaya bernuansa Islam di Indonesia.