Puasa, bagi seorang pemimpin harus dilakukan secara kaffah (sepenuhnya). Pasalnya, pemimpin harus memberikan contoh pada yang dipimpin. Ini sebagai pembuktian kalau seorang pemimpin mampu memberikan teladan dengan sepenuhnya.
“Hal-hal yang dilarang, mesti dihindari dan ibadahnya ditingkatkan,” ungkap Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Athoillah kepada NU Online di ruang kerjanya Rabu (10/9).<>
Dengan adanya perimbangan antara penghindaran segala dosa dan peningkatan pahala, maka akan tercipta kondisi kepemimpinan yang stabil. Artinya, kepemimpinannya bisa dipertanggungjawabkan di hadapan publik.
Dengan perilaku pemimpin-pemimpin yang baik akan mengarahkan pada pembentukan karakter bangsa yang baik pula. Di sinilah bisa dipetik, kalau perilaku Islami akan membawa citra Islam ke depan semakin baik pula.
Upaya konkret mewujudkan kepemimpinan organisasi yang baik, dengan cara membangun persaudaraan. “Jangan sampai, kita terlalu kontraproduktif dalam penyikapan sesuatu atas nama organisasi,” lanjut Atho.
Di saat Ramadhan, pemimpin perlu lebih meningkatkan ikatan silaturrahim dengan cara mengadakan konsolidasi dari segala lini dan tingkatan. “Jalinan konsolidasi dan ukhuwah tadi bisa menemukan titik jernih yang bermanfaat bagi kemajuan organisasi,” jelasnya.
Duduk satu meja antarpemimpin dan umat di bulan yang penuh berkah dan hikmah ini, dimungkinkan akan terlahir ide dan kesepakatan yang bisa membawa manfaat bagi organisasi. Membangun kesepahaman akan membawa kokohnya organisasi.
Sebagai bukti, lanjut Atho, pada 14 September mendatang, pihaknya akan menggelar silaturrahim antarpengurus cabang dan majelis wakil cabang NU se-Kabupaten Brebes. “MWC pun, nantinya bisa membangun kekuatan silaturrahim yang sama dengan pengurus ranting,” tandasnya. (was)