Stok Beras Habis di Aceh Tengah, Seribuan Bayi dan Balita Terancam Kelaparan
Selasa, 2 Desember 2025 | 19:00 WIB
Banjir melanda wilayah Kabupaten Aceh Tengah sehingga daerah dataran tinggi tersebut terisolir. (Foto: dok istimewa/Helmi Abu Bakar)
Aceh Tengah, NU Online
Krisis pangan pasca banjir besar yang melanda Aceh Tengah memasuki fase yang semakin mengkhawatirkan. Data terbaru Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyebutkan lebih dari seribu bayi dan balita kini berada dalam kondisi kritis akibat ketiadaan pasokan pangan.
Seluruh stok beras di pertokoan dan grosir dilaporkan habis total, membuat warga, terutama kelompok rentan seperti bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui, terancam kelaparan.
Tgk Mursyidin, tokoh agama dataran tinggi Aceh Tengah, menegaskan bahwa kondisi ini memerlukan respons cepat dari pemerintah pusat.
“Kondisi di lapangan sangat memprihatinkan. Banyak keluarga di pengungsian maupun desa yang masih bisa dijangkau sudah tidak memiliki persediaan beras atau makanan pokok lainnya. Bayi, balita, dan ibu hamil menjadi kelompok yang paling terancam,” ujarnya, Senin (1/12/2025).
Alumni Dayah MUDI Samalanga yang juga Wakil Ketua MPU Aceh Tengah itu menambahkan bahwa beberapa keluarga terpaksa memberikan makanan seadanya kepada anak-anak mereka.
Dalam sejumlah kasus, warga hanya mampu memberikan air putih karena tidak tersedia pilihan lain. Seorang warga Kampung Bebesen, Khalis, mengaku kedua anaknya yang masih balita hanya makan pisang rebus sepanjang hari, dan kini persediaan makanan itu pun habis.
“Kami berharap pemerintah pusat segera membuka jalur distribusi bantuan melalui udara. Jalur darat lumpuh total akibat longsor dan banjir, membuat logistik tidak bisa masuk ke wilayah terdampak,” jelas Tgk Mursyidin.
Ia menegaskan kelompok rentan membutuhkan asupan gizi yang memadai untuk mempertahankan kesehatan, terutama bayi dan ibu menyusui. “Kalau tidak segera ditangani, ancaman kelaparan dan komplikasi kesehatan akan semakin besar,” tambahnya.
Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah telah mengajukan permohonan bantuan darurat kepada BNPB agar distribusi logistik bisa dipercepat. Di lapangan, relawan dan aparat setempat terus berupaya menyalurkan bantuan seadanya, namun medan yang sulit membuat distribusi berlangsung sangat lambat.
Tgk Mursyidin menegaskan bahwa penanganan krisis pangan ini harus menjadi prioritas. “Ini bukan hanya soal logistik, tetapi soal nyawa. Pemerintah pusat dan semua pihak terkait harus hadir segera agar warga Aceh Tengah, terutama bayi dan balita, tidak menanggung derita lebih lama,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa ketersediaan sembako di pasar-pasar Takengon juga menurun drastis, sementara harga barang melonjak. “Di pasar, kalau beras ada pun harganya mahal. BBM di SPBU dibatasi; motor hanya bisa mengisi Rp20 ribu, mobil Rp100 ribu. Kondisi ini membuat warga semakin sulit bertahan,” ujarnya.
Selain krisis pangan, kerusakan rumah warga juga menambah beban. “Sekitar 70 persen rumah di Takengon, terutama di pinggiran Danau Lut Tawar dan kampung sekitarnya, hancur atau terdampak berat. Banyak keluarga kehilangan tempat tinggal sehingga harus bertahan di pengungsian dengan fasilitas sangat minim,” jelasnya.
Ia kembali menekankan pentingnya percepatan distribusi bantuan baik logistik maupun layanan kesehatan. “Kita butuh intervensi cepat dari pemerintah pusat. Kalau terlambat, ancaman kelaparan, penyakit, dan komplikasi kesehatan akan semakin besar, terutama bagi anak-anak dan lansia,” pungkasnya.
Di tengah keterbatasan ini, warga Aceh Tengah berharap akses bantuan segera terbuka dan distribusi logistik dapat berlangsung merata. Kondisi jembatan putus, internet lumpuh, dan listrik padam semakin memperburuk situasi di lapangan.