Tari Remo Boletan, Warisan Budaya yang Rekatkan Masyarakat Antar-Etnis di Jombang
Senin, 28 Oktober 2024 | 08:00 WIB
Tari Remo Boletan yang diperagakan sejumlah siswa-siswi dan masyarakat di Jombang. Salah satu seni budaya yang berhasil merekatkan masyarakat antar-etnis di Jombang. (Foto: dok. istimewa/Rifatuz Zuhro)
Gemerincing suara gelang kaki terdengar lantang. Lonceng-lonceng kecil yang melingkar di kaki anak-anak penari Remo Boletan saling beradu suara. Hentakannya yang tegas melambangkan seorang ksatria gagah sedang berlaga di medan perang. Seolah-olah alam telah memberi sinyal ia akan mendapat kemenangan.
Itulah kesan yang tergambar saat menyaksikan anak-anak menari Tari Remo Boletan khas Jombang. Tari Remo Boletan biasanya menjadi pembuka pagelaran “Besutan” yaitu Ludruk khas Jombangan. Budaya yang lahir dari masyarakat kecil yang mudah bersuka cita. Di samping terlihat jenaka juga terdapat nilai-nilai perlawanan sosial untuk lepas dari penjajah. Eskpresi para penarinya, lerak-leroknya menyiratkan ia sedang memantau sekelilingnya.
Gerakan Tari Remo Boletan yang spontan dan lincah, serta mimik dan tata busana penarinya juga merepresentasikan filosofi yang mendalam. Budaya Jombang sendiri adalah perpaduan dua budaya, yaitu budaya matraman dan budaya arek. Percampuran tradisi Jombang antara ijo yang merepresentasikan kaum santri dan abang yang merepresentasikan kaum nasionalis menjadikan masyarakat Jombang menjadi masyarakat yang dinamis dan inklusif.
Melalui kesenian ini, masyarakat arus bawah dapat melakukan kritik-kritik sosial yang digelar di panggung-panggung. Meski disajikan dengan banyolan atau guyonan, namun pesan dari pentas Ludruk biasanya mengandung pesan tersurat untuk para penguasa. Menghibur, namun tidak dapat diartikan pemberontakan. Karena pada masa itu, memberontak secara terang-terangan jelas tidak akan selamat.
Sehingga setiap ada pagelaran Ludruk maka akan diawali dengan Tari Remo. Tari Remo sendiri di daerah Jawa Timur mempunyai ciri khas masing-masing. Seperti Tari Remo Boletan atau Remo Jombangan, Tari Remo Surabaya, dan Tari Remo Sawunggaling. Meskipun saat ini, Tari Remo juga digunakan sebagai tarian penyambutan untuk tamu kenegaraan.
Forum Komunikasi Masyarakat Jombang (FKMJ) pada tahun 2022 juga pernah menggelar sosialisasi moderasi beragama melalui pertunjukan tari, termasuk Tari Remo Boletan ini yang diikuti oleh ribuan masyarakat lintas iman dan lintas etnis di sepanjang Jalan KH Wahid Hasyim Jombang. Kegiatan tersebut menegaskan bahwa Jombang berhasil menyatukan masyarakat dengan macam-macam etnis, serta budaya dan agama yang ada di Kota Santri.
Seorang guru Mulok Keagamaan, Susanti asal Kecamatan Wonosalam, Jombang mengungkapkan rasa bangganya dapat membantu mengajarkan Tari Remo Boletan ke anak didiknya. Ia sendiri belajar tari tradisional sejak duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar.
"Saya belajar dari Bu Ririn Sukaryaningtyas. Beliau guru ekstra tari di SD saya dahulu yang sekarang menjadi partner mengajar di SDN 5 Wonosalam," jelas Alumni STIT Al Urwatul Wutsqo Jombang ini.
Rasanya senang dan bangga, lanjutnya, karena ia adalah guru Mulok Keagamaan tetapi bisa menari Remo Boletan dan dapat mengajarkan pula ke anak didiknya. Susanti dan anak didiknya juga pernah mewakili Kecamatan Wonosalam untuk mengikuti lomba di Jombang. Ia mengungkapkan hal yang membuatnya paling senang adalah dapat mengajarkan ke anak-anak usia dasar agar mereka ikut serta melestarikan budaya dan kesenian daerah khususnya Tari Remo Boletan asal daerah Jombang.
Menurutnya, siswa-siswi di SDN 5 Wonosalam setiap Jumat Wage rutin menjalani latihan tari. Pasalnya kegiatan tari tersebut juga selaras dengan kegiatan P5 di sekolah yang menekankan pelestarian budaya daerah, termasuk Tari Remo Boletan. Kegiatan P5 sendiri bertujuan untuk mewujudkan karakter yang termuat dalam Profil Pelajar Pancasila.
Santi menyebut antusiasme anak-anak yang tinggi terhadap Tari Remo Boletan membuat mereka sering menjuarai lomba di tingkat kecamatan dan mewakili ke tingkat kabupaten. Hal itu juga membuat wali murid menjadi turut antusias untuk mendukung minat dan bakat anak-anak dalam menari.
Ririn Sukaryaningtyas, Guru Ekstra Tari Remo Boletan SDN 5 Wonosalam turut menegaskan sejatinya Tari Remo Boletan adalah menggambarkan pangeran yang sedang berjuang di Medan laga dengan gagah berani. Ketika tarian ini diciptakan, mula-mula hanya terdapat penari laki-laki. Namun, seiring berjalannya zaman, penari perempuan juga dapat mengambil peran dengan baik pula.
Di sekolah dasar yang terletak di kaki Gunung Anjasmoro ini, kebanyakan bisa dan mampu menari Remo Boletan dengan baik. Tarian ini dapat menyatukan dan mempererat mental dan kekuatan antar sesama siswa. Meskipun tarian ini terlihat maskulin, namun terdapat beberapa perempuan berhijab pula yang dapat menari lincah tanpa batas.
Dalam tarian ini, tersirat pesan tentang tidak adanya perbedaan pada manusia. Meskipun berbeda suku, bahasa, dan agama, siapapun boleh menggeluti Tari Remo. Seperti siswa-siswi di SDN 5 Wonosalam ini, mereka berangkat dari kalangan yang beragam, ada yang muslim dari kalangan santri, ada yang Hindu, dan ada pula penganut kristen yang taat. Namun, saat mereka berlatih Tari Remo Boletan ini, tekad mereka hanya satu yaitu mengambil semangat juang yang tinggi dari para leluhur untuk menyuarakan keberanian melalui kesenian.
Upaya mengenalkan Tari Remo Boletan di daerah Jombang terbilang masif. Tari Remo Boletan menjadi ekstrakurikuler yang wajib diajarkan kepada anak-anak SD dan SMP di Jombang. Pemkab Jombang bersama 41.112 siswa-siswi sekolah Kabupaten Jombang pada Selasa (11/10/2022) menggelar Tari Remo Boletan masal yang diikuti yang berpusat di Alun-alun Jombang. Kegiatan tersebut berhasil masuk Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI).
Dalam penelitian Retnayu Prasetyanti dan Trisakti dari Universitas Negeri Surbaya (Unesa) berjudul "Pengemasan Tari Remo Ludruk sebagai Pengembangan Seni Tradisi di Tengah Modernisasi Masyarakat" (PDF) menjelaskan asal muasal Tari Remo Boletan diciptakan oleh seniman Ludruk dari Jombang bernama Sastro Bolet Amenan. Dalam tata riasnya menggunakan tata rias karakter putra gagah. Bentuk alis menyerupai mangot atau disebut menjangan ranggah. Ikat kepala berbentuk kemplengan (tanpa penutup rambut) atau bentuk liwetan.
Menurutnya, Tari Remo Ludruk sebagai bentuk seni tradisional kerakyatan yang juga merupakan bagian dari folklor akan dapat terus dinikmati oleh masyarakat sepanjang jaman apabila dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman tanpa mengorbankan ciri khas tradisional dan lokal yang melekat padanya.
Oleh karenanya, menjaga warisan budaya adalah kewajiban bersama. Termasuk kesenian tari tradisional Tari Remo Boletan dari Jombang yang mampu merekatkan perbedaan-perbedaan sejak usia sekolah dasar. Mereka menari bersama-sama tanpa memandang bagaimana latar belakang mereka. Yang mereka tahu, mereka adalah anak bangsa yang sedang menenun budaya bangsa.
*) Liputan ini terbit atas kerja sama NU Online dengan LTN PBNU dan Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTKI) Kementerian Agama RI