Pidie Jaya, NU Online
Idul Fitri merupakan hari istimewa umat Islam setelah sebulan penuh menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Gema takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang di berbagai pelosok negeri meskipun mobilisasi massa takbiran keliling dilarang pemerintah karena kondisi Covid-19.
Fenomena Idul Fitri dalam masyarakat di Nusantara termasuk di Aceh, terlihat di antaranya dari sibuknya kaum ibu menyiapkan beragam makanan dan kuliner khas. Semua itu demi membahagiakan para tamu juga persiapan untuk berkunjung ke rumah orang tua, kerabat, guru dan sanak keluarga.
Salah satu kuliner khas Aceh saat tiba Idul Fitri dan Idul Adha yang menjadi makanan favorit yakni timphan. Kuliner timphan merupakan penganan kecil sejenis lepat yang berasal dari Aceh.
Keberadaan timphan dan keunikannya membuat para endatu (orang tua dulunya) menjadikannya dalam bentuk pantun. Isi pantun berhubungan erat dengan alasan mengapa perantau dari Aceh harus mudik dan mencicipi timphan.
Di antara pantunnya adalah "Uroe geut buluen geut/Timphan ma peugoet beumeutemey rasa." Artinya, hari baik bulan baik timphan bikinan ibu harus dapat kurasa.
Bahan dan jenis timphan
Bahan untuk membuat timphan terdiri dari tepung, pisang, dan santan. Semua bahan ini kemudian diaduk-aduk sampai kenyal. Lalu dibuat memanjang dan di dalamnya diisi dengan srikaya atau kelapa parut yang dicampur dengan gula. Kemudian adonan ini dibungkus dengan daun pisang dan dikukus (atau rebus tanpa direndam air) selama satu jam.
Nilawati salah seorang ibu rumah warga Blang Dalam Kecamatan Bandar Dua Kabupaten Pidie Jaya menyebutkan timphan memiliki beberapa jenis. Jenis ini dibedakan oleh isi dari timphan itu sendiri. Biasanya, timphan dibuat dengan berisikan srikaya ataupun kelapa yang sudah diolah dengan gula.
"Masyarakat bahkan para tamu warga non-Aceh sudah pasti tak meragukan maknyos dan lezatnya timphan. Di samping itu hampir semua kalangan masyarakat Aceh menyukai yang namanya timphan," ungkap istri mantan Kepala Desa (Keuchik) Blang Dalam itu, Kamis (13/5).
Kerinduan sosok 'kekasih' bernama timphan menjadi makanan paling laris di rumah-rumah orang tua yang anaknya pergi merantau bahkan nonperantau. Selain menu untuk tamu, juga dimakan sendiri oleh anak atau kerabat yang berlebaran di kampung asal mereka.
Ada beberapa hal yang sedikit banyak mempengaruhi kualitas rasa dari timphan labu asoe kaya, mulai dari jenis bahan, kedua pemilihan bahan segar hingga cara mengolah dan menghidangkannya. Tak perlu pusing jika hendak menyiapkan timphan labu asoe kaya enak di rumah, karena asal sudah tahu triknya maka hidangan ini mampu menjadi suguhan spesial.
Misniati Munir (29) ibu rumah tangga asal Blang Dalam Pidie Jaya menuturkan timphan ada beberapa jenis, di antaranya timphan kelapa muda, timphan labu asoe kaya, dan beberapa jenis lainnya. Timphan labu asoe kaya memakai beberapa jenis bahan dengan tiga tahap pembuatan.
"Metode mengolah timphan ini ini cara untuk membuat hidangannya. Bahan-bahan dan bumbu yang diperlukan dalam menyiapkan timphan labu asoe kaya, sediakan 150 gram labu kuning.
Gunakan secukupnya tepung ketan. Sediakan 200 mililiter minyak makan (olesan di daun), ambil 1 gelas santan encer. Sediakan garam dan ambil dua tangkai pucuk daun pisang," lanjut alumni Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga itu.
Wanita yang pernah menuntut ilmu di IAI Al-Aziziyah Samalanga itu mengatakan dalam menyiapkan srikaya (asoe kaya) resepnya banyak dan tergantung selera. "Resepnya kita sediakan 4 butir telur, 150 gram gula pasir, 150 ml santan kental. Ambil 2 biji daging durian (boleh skip). Juga sediakan 2 butir adas manis, 1 sdm maizena, garam dan tidak lupa gunakan daun pandan," terangnya.
Era millenial seperti saat ini, ada juga srikaya yang dimodifikasikan dengan campuran durian. Timphan sebagai salah satu kue khas Aceh.
Timphan merupakan salah satu makanan khas Aceh yang selalu ada di acara-acara resmi atau sekedar acara kecil-kecilan. Sering juga dibuat untuk cemilan dan banyak ditemui di warung-warung kopi untuk sarapan.
Di tengah pandemi Covid-19 dan larangan mudik kerinduan terhadap timphan seakan kandas, terutama perantau asal kelahiran Aceh. Tentunya 'mengobati' hal tersebut sebagian perantau mencoba menjadi koki sendiri dengan bahan seadanya, meskipun tidak sama persis dengan adonan sang ibu tercinta.
Cara lain yang ditempuh perantau melepas rindu dengan anak dan cucu di perantuan, bukti sayang ibu di Aceh membuat timphan spesial dikirim kepada anak di perantauan baik Jawa, Medan, Bengkulu, dan beberapa daerah lainnya. Bahkan, terkadang juga luar negeri, terlebih timphan kuliner termasuk agak tahan lama dari basi.
Terkadang timphan juga menjadi kuliner yang paling dirindukan perantau bahkan mereka yang bukan Aceh apalagi yang perna merasakan timphan. Mereka bisa jadi akan teulom-teulom alias ketagihan dan rindu menyantapnya. Pernahkan Anda mencicipi timphan? Sesekali cobalah dan bersilaturahim ke negeri Serambi Makkah untuk menikmati lezatnya timphan.
Kontributor: Helmi Abu Bakar
Editor: Kendi Setiawan