Warga Wadas Tolak 114 Hektare Area Tambang Andesit yang Ancam Lingkungan
Sabtu, 11 September 2021 | 03:00 WIB
“Karena warga tahu hal itu akan membuat mereka kehilangan mata pencaharian, tempat tinggal, dan mata air maka jauh sebelum solidaritas hadir ke Wadas warga sudah kompak untuk tolak tambang andesit tersebut,” ujar dia.
Purworejo, NU Online
Pemerintah melalui Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berencana untuk membangun Bendungan Bener di Desa Guntur, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Rencananya, material batu pembangunan bendungan itu diambil dari bukit di Wadas dengan luas tanah yang terdampak 114 hektare.
Salah satu warga terdampak, Azim Muhammad, menceritakan awal mula rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas untuk pembangunan proyek Bendungan Bener tersebut. Ia mengungkapkan beragam dampak buruk jika penambangan andesit tetap dilakukan di kawasan yang disebut warga sebagai ‘tanah surga’.
“Pada tahun 2014 terjadi pengeboran di beberapa titik Desa Wadas tetapi warga tidak ada yang mengetahui. Bahkan warga sempat membantu pengeboran itu karena tidak tahu tujuannya untuk apa. Isu tersebut baru diketahui dan menjadi pembahasan warga pada tahun 2015,” kata Azim kepada NU Online, Kamis (10/9/2021).
Ia mengungkapkan alasan penolakan warga Wadas terkait rencana penambangan andesit di desanya. Pertama, pembangunan bendungan yang rencananya akan dibuat di Kecamatan Bener didukung suplai material (batu andesit) berasal dari Desa Wadas.
“Karena warga tahu hal itu akan membuat mereka kehilangan mata pencaharian, tempat tinggal, dan mata air maka jauh sebelum solidaritas hadir ke Wadas warga sudah kompak untuk tolak tambang andesit tersebut,” ujar dia.
Kedua, letak geografis Desa Wadas tak jauh dari pegunungan sehingga pengerukan tambang kawasan hutan akan berimbas ke pemukiman warga. “Kami tidak mau hal itu terjadi,” imbuh pemuda yang aktif dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa) itu.
Ketiga, pengambilan lahan pertanian dengan sistem ganti rugi berdampak pada kemiskinan warga di masa mendatang. Selama ini, ungkap dia, pemerintah atau oknum selalu mengatakan “Pasti tanahmu akan laku sekian;” tetapi pemerintah tidak memastikan berapa harganya.
“(Mereka) hanya memberi gambaran kadang sering mengaitkan dengan ganti rugi di lokasi Bandara yang satu meter sampai satu juta. Padahal, warga di sini tidak pernah terlintas sedikitpun untuk menjual tanahnya. Mengapa? Ketika pertambangan itu terjadi, akan berdampak pada hasil bumi,” kata Azim.
Selain itu, imbuh dia, uang yang warga terima tidak akan mampu menopang kehidupan mereka dalam jangka lama. Hal ini tentu berbeda dengan hasil pertanian yang akan sampai kepada anak-cucu.
Proyek Bendungan Bener merupakan salah satu proyek strategis nasional yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2018. Proyek tersebut rencanannya akan berdiri di atas lokasi 2 Kabupaten (Purworejo dan Wonosobo), 3 Kecamatan (Bener, Kepil, dan Gebang), dan 11 Desa (Guntur, Nglaris, Limbangan, Karangsari, Kedung Loteng, Wadas, Bener, Kemiri, Burat, Gadingrejo, dan Bener).
Pada prosesnya proyek Bendungan Bener ini memiliki investasi dengan kisaran 4 triliun dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun, proses pengerjaannya tidak sesuai dengan amanah konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Kontributor: Suci Amaliyah
Editor: Alhafiz Kurniawan