Wujudkan Pesantren Ramah Anak, Maslakul Huda Kajen Pisahkan Asrama Santri Berdasar Usia
Ahad, 8 Desember 2024 | 19:15 WIB
Pati, NU Online
Kasus kekerasan dan perundungan (bullying) yang kerap terjadi di pesantren jadi perhatian khusus Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah. Menurut Wakil Pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Hj Tutik Nurul Janah, instansinya melakukan berbagai upaya untuk menerapkan pesantren ramah anak.
Di sisi lain secara bersamaan juga mengantisipasi terjadinya bullying dan kekerasan di lingkungan pesantren. "Pengasuh memulai penerapan konsep pesantren ramah anak dengan kebijakan pembedaan lokasi atau tempat tinggal para santri sesuai dengan usia tumbuh kembangnya," jelas Tutik Nurul Janah, Jumat (6/12/2024).
Menurut perempuan yang akrab disapa Ning Tutik ini, hal tersebut dilakukan agar para santri dapat melalui proses pendidikan sesuai dengan usia tumbuh kembangnya.
Secara teknis, di pesantren Maslakul Huda, santri usia 13-15 tahun (usia remaja awal), ditempatkan di unit PMH Lil Mubtadiin dan unit PMH lil Mubtadiaat.
Di kedua unit pesantren yang dikhususkan untuk santri putra dan santri putri usia remaja awal ini, setiap 10-12 santri dibimbing oleh 1 orang musyrif/musyrifah.
"Pola pembimbingan dimulai dengan pembiasaan live skill sebagai bekal kehidupan sehari-hari untuk santri. Selain itu dilakukan pendampingan materi hafalan dan pembelajaran di madrasah dan di pesantren," imbuhnya.
Istri dari pengasuh Pesantren Maslakul Huda KH Abdul Ghoffar Rozin ini menjelaskan kebijakan pesantren ramah anak, secara bertahap mulai dilakukan Pesantren Maslakul Huda sejak tahun 2010, yakni masa awal terbentuknya unit pesantren Maslakul Huda Lil Mubtadiin.
Kemudian secara terus menerus pengasuh memberikan arahan mengenai pentingnya membekali diri mengenai persoalan kekinian, termasuk mengenai pesantren ramah anak.
"Kami semua saat ini dalam tahap terus berupaya dan belajar untuk meng-upgrade diri. Baik sebagai person-person, maupun sebagai lembaga," kata Ning Tutik.
Titik Penting Menerapkan Pesantren Ramah Anak
Menurut Ning Tutik, titik penting yang harus dilakukan dalam penerapan pesantren ramah anak antara lain yaitu membangun pemahaman yang sama mengenai pentingnya mewujudkan pesantren ramah anak di antara segenap stakeholder pesantren seperti pengasuh, pengurus, orang tua, santri, ustadz, ustazah, musyrif, musyrifah.
"Pengasuh kami, KH Abdul Ghofarrozin sangat respek terhadap konsep pesantren ramah anak dan secara terus menerus memberikan pemahaman kepada segenap guru, pengurus pondok dan musyrif/musyrifah untuk mengupayakan bersama-sama implementasi konsep pesantren ramah anak," ucapanya.
Langkah selanjutnya yaitu melakukan kajian secara komprehensif mengenai pola perilaku anak masa kini dan mempelajari pendekatan yang lebih sesuai dengan perkembangan santri.
"Tidak boleh lupa yaitu menerapkan disiplin positif secara bertahap dalam peraturan dan kegiatan sehari-hari di pesantren," ujarnya.
Ning Tutik menambahkan, pihak pesantren perlu juga menerapkan komunikasi positif antar stakeholder pesantren, orang tua santri, pemerintah, demi kebaikan bersama. Wali santri adalah bagian penting dalam mewujudkan pesantren ramah anak.
Komunikasi dengan pemerintah juga perlu dibangun dengan sehat, pemerintah melalui kementerian agama, dalam beberapa tahun ini berupaya cukup keras untuk mendorong pesantren ramah anak dan perempuan, melalui sosialisasi yang dilakukan.
"Pengasuh selalu dawuh (mengatakan), hari ini tidak ada lagi istilah pasrah bongkoan kepada pesantren. Orang tua juga harus menjadi faktor penting dalam memberi pemahaman kepada anak-anak di pesantren mengenai hal-hal yang penting dilakukan saat hidup secara komunal di pesantren," tegas Ning Tutik.
Orang tua, kata Ning Tutik, perlu diajak musyawarah bagaimana memahami hak masing-masing orang itu dibatasi oleh hak orang lainnya, harus dipahami secara bersama sama antara pesantren dan wali santri.
"Sehingga wali santri juga bisa melakukan penguatan kepada anak-anaknya secara bersama-sama dengan pesantren-pesantren," tandasnya.