Cara Tebuireng Wujudkan Pesantren Ramah Anak: Intensif Lakukan Perbaikan Pengurus dan Pembina Santri
Senin, 4 November 2024 | 08:00 WIB
Calon pengurus dan pembina santri Pondok Pesantren Tebuireng mengikuti pelatihan dan pembinaan pesantren ramah santri. (Foto: dok. Pesantren Tebuireng)
Syarif Abdurrahman
Kontributor
Jombang, NU Online
Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur mulai masif menerapkan kebijakan pesantren ramah anak atau santri sejak kepemimpinan almarhum KH Salahuddin Wahid pada 2006-2020.
Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Pondok Pesantren Tebuireng putra, Ustadz Machmud. Menurutnya, kebijakan KH Salahuddin Wahid sejak awal memimpin Tebuireng langsung menekankan pada pesantren ramah anak.
"Sejak era KH Salahuddin Wahid dulu, Pesantren Tebuireng sudah menerapkan pesantren ramah anak," jelas Ustadz Machmud kepada NU Online, Ahad (3/11/2024).
Dikatakan, langkah pertama yang diambil KH Salahuddin Wahid yaitu memperbaiki sistem pengasuhan atau pembinaan di Pesantren Tebuireng dengan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya. Hal ini supaya setiap santri terjaga dengan baik dan jauh dari kekerasan.
Setiap kamar santri, baik putra dan putri akan didampingi oleh satu pembina, seperti orang tua asuh. Bahkan di Pesantren Tebuireng 2, setiap kamar di dampingi dua pembina. Untuk pengawas kinerja pembina, setiap blok atau asrama ada koordinator pembina.
Para pembina tersebut dibina secara khusus dan diberikan bekal cara mendidik remaja dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi anak. Pemateri dalam kegiatan tersebut bukan hanya dari internal, melainkan juga berasal dari eksternal.
KH Salahuddin Wahid juga memperbaiki fasilitas kamar tidur, kamar mandi, tempat makan, masjid, tempat belajar hingga kebersihan asrama, pakaian, dan makanan.
"Bahkan Pesantren Tebuireng melakukan kerja sama dengan Fakultaas Psikologi UIN Malang untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Tebuireng juga sering komunikasi dan kerja sama dengan berbagai elemen di Kabupaten Jombang," imbuhnya.
Bahkan saat ini, kata Ustadz Machmud, Pesantren Tebuireng memiliki sistem yang tertata rapi untuk pengasuhan atau pembinaan santri secara ramah. Langkah awal, calon pengurus akan mengikuti diklat di Pesantren Tebuireng 2. Sistem ini mulai diberlakukan sejak era KH Salahuddin Wahid.
Di sana para calon pengurus secara intensif belajar berbulan-bulan bersama pakar pendidikan dan ahli psikologi dari berbagai kampus di Jawa Timur. Mereka juga dididik memiliki kemampuan problem solving.
Sedangkan untuk kedisiplinan dan kebersihan, para calon pembina atau pengurus tersebut didampingi oleh tim khusus dari Rindam V Brawijaya Malang, Jawa Timur selama 24 jam.
"Kerja sama dengan UIN Malang, Kementerian Agama, dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Kabupaten Jombang masih berjalan hingga saat ini untuk menciptakan pesantren ramah anak," ujarnya.
Hal senada diungkapkan pembina Pesantren Tebuireng putri, Rizky Amaliah. Menurutnya Pesantren Tebuireng cukup serius dalam membangun situasi pesantren ramah anak di Tebuireng. Terbaru, ia bersama 30 kordinator pembina diharuskan mengikuti diklat selama 3 hari di Tebuireng. Padahal sebelumnya sudah ikut diklat dua bulan.
"Kegiatannya terbaru yaitu diklat selama 3 hari, dengan peserta awal 30 orang dari koordinator pengurus dan pembina, ada 7 materi dengan pemateri dosen dari UIN Malang," ungkapnya.
Tindak lanjut dari diklat tersebut, kata Rizky, para peserta diharuskan menjelaskan materi kepada pembina yang lain dalam forum diskusi khusus di masing-masing tempat tugasnya. Hal ini supaya setiap pembina kamar memiliki pemahaman yang sama terkait pengasuhan santri.
"Setelah pelatihan, 30 koordinator ini, tindak lanjutnya itu dengan mengadakan diklat kedua dengan peserta seluruh pembina di setiap unit dan yang menjadi fasilitator adalah 30 orang ini dengan tetap didampingi dosen UIN Malang," bebernya.
Dalam pelatihan yang difasilitasi Pesantren Tebuireng ini, Rizky mengaku memiliki pemahaman baru yang sangat dibutuhkan dalam mendampingi santri dengan segala problematikanya.
Materinya yang ia dapatkan dalam diklat tersebut yaitu pesantren well being, cara komunikasi yang baik dan prinsip umum, teknik dan langkah solutif serta focused brief counseling.
Ada juga materi keterampilan konseling, merawat kesejahteraan psikologis petugas, dinamika kelompok dan psycholgical First Aid.
"Banyak materi yang didapat, semua materinya bagus, modal dalam mendampingi santri," tandas Ustadz Machmud.
Terpopuler
1
Kolaborasi LD PBNU dan LTM PBNU Gelar Standardisasi Imam dan Khatib Jumat Angkatan Ke-4
2
LAZISNU Gelar Lomba dengan Total Hadiah Rp69 Juta, Ini Link Pendaftarannya
3
Cara Wudhu di Toilet agar Tidak Makruh
4
Gus Yahya Ceritakan Awal Mula Kiai Ali Maksum Merintis Pengajian Kitab di Pesantren Krapyak
5
Hukum Gugat Cerai Suami karena Nafkah Batin
6
Hukum Khatib Tidak Berwasiat Takwa dalam Khutbah Kedua
Terkini
Lihat Semua