11 Nasihat Kepemimpinan KH Hasyim Asy’ari di Hadapan Presiden Soekarno
Rabu, 13 November 2024 | 14:15 WIB
Rais Akbar NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari pernah berpidato di hadapan Presiden Soekarno di saat Konperensi Para Alim Ulama Seluruh Djawa dan Madoera di Kediri, 14-15 Mei 1947. Dalam kesempatan itu, Rais Akbar Nahdlatul Ulama itu, menyampaikan pidato dengan judul “Hak dan Kewadjiban Kepala Negara terhadap Rakjat dan Hak dan Kewadjiban Rakjat Terhadap Kepala Negara”.
Dalam pidato yang termuat di buku “Peringatan Konperensi Para Alim Ulama Seluruh Djawa dan Madoera” yang diterbitkan oleh Kementerian Agama bahagian Penjiaran dan Penerangan Jogjakarta itu, mengulas apa yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin. Setidaknya ada sebelas hal yang disampaikan oleh pendiri Pesantren Tebuireng itu.
Berikut adalah nasehat tersebut disalin sebagaimana teks aslinya:
- Kepala Negara harus bergiat dengan sungguh2 mendjaga agama Islam dan memelihara hak2 rakjat dan ketentraman djiwa serta harta bendanja.
- Memenuhi segala perintah Tuhan dan mendjauhi segala larangannja, serta menghargai segala sifat agama dan kehormatannja.
- Memerintah kepada segenap rakjatnja jang beragama Islam memenuhi perkara2 jang tersebut.
- Mendjalankan hukum2 Tuhan, seperti hukum menuduh, hukum zina, dan lain2, dengan dipukul, dipendjara dan diasingkan.
- Mendjalankan perintah perang dengan menjuruh dan mengizinkan kepada rakjatnja untuk berperang pada djalan Allah.
- Hendaknja ia pengasih lagi penjajang terhadap orang2 jang lemah, orang2 jang miskin, orang2 jang sengsara, dan orang2 jang teraniaja. Sebaliknja hendaknja bersikap keras terhadap orang2 jang berbuat sewenang2, orang2 jang tjurang, dan orang2 jang tjongkak.
- Djangan sekali2 ia mengambil orang2 jang mendjadi perantaraan dia dengan rakjat ketjuali orang2 jang baik beragama dan lurus hati. Sesungguhnja Kepala Negara dengan orang2 perantaraannja dan pegawai2nja jang menghubungkan dia dengan rakjatnja, djika mereka baik dan lurus hati tentulah mereka akan menjampaikan segala pekerdjaan dari dan kepadanja dengan tidak mengubah, menambah atau mengurangi, tetapi djika mereka djahat dan chianat tentulah mereka akan menjampaikan sesuatu pekerdjaan kepadanja menurut kehendak hawa nafsu mereka dan kemauan mereka jang djahat. Dengan demikian bertjampur aduklah urusan, katjau balaulah segala hal, sedang segala pekerdjaan jang terdjadi itu, baik ataupun buruk dari akibat perbuatan orang2 itu dihubungkan orang dengan Kepala Negara dan mendjadi beban tanggunganja. Oleh karena itu hendaklah Kepala Negara berhati2 sekali dalam hal perantara2 jang tidak baik dan pegawai2 jg tjurang.
- Hendaknja ia memperlihatkan kegemarannja pada kebaikan dan taat pada mendjalankan perintah2 Allah terhadap hamba-Nja, mentjintai keadilan, membentji kezaliman, sehingga dengan demikian orang2 jang dekatnja atau pegawainja akan berbuat pula seperti perbuatannja serta melahirkan perbuatan2 jang demikian untuk mengambil hatinja dan tentulah mereka akan selalu berusaha menjampaikan kepadanja hal2 jang mereka tahu digemari oleh Kepala Negaranja.
- Hendaknja ia melantik Menteri jang berpikiran dalam lagi bidjaksana dan berkehendak baik.
- Hendaknja ia mendjaga benar2 dari perbuatan sewenang2 disebabkan perbuatan sedemikian itu adalah sebagai dasarnja keruntuhan dan pokoknja kerusakan, pun mendjadi sebab kemusnahan.
- Hendaknja ia selalu berkehendak baik terhadap rakjatnja dan mentjurahkan kekuatannja dalam melindungi dan membelanja. Hendaknja ia giat mendatangkan kemanfaatan dan menghindarkan kesengsaraan rakjatnja baik dalam hal jang bersangkutan dengan agamanja maupun dengan hal jang bersangkutan dengan dunianja.
Sederet kewajiban Kepala Negara kepada rakyatnya tersebut, menurut Kiai Hasyim, disarikan dari perintah Allah SWT. Baik yang tertuang dalam firman-Nya maupun melalui hadits-hadits yang disampaikan oleh Rasulullah SAW.
Dari sebelas nasehat tersebut, Kiai Hasyim lantas merangkum perilaku Kepala Negara kepada rakyatnya tersebut dalam tiga (3) golongan. Golongan “orang besar”, golongan “orang pertengahan” dan “orang rendahan”. Menyikapi ketiganya tersebut, Kiai Hasyim mengibaratkan demikian:
“Orang besar dianggap sebagai bapak, orang pertengahan dianggap sebagai saudara dan orang rendahan dianggap sebagai anak. Maka terhadap bapanja ia berbuat baik, terhadap saudaranja berbuat silaturahim, dan terhadap anaknja berkasih sajang.”
Nasihat-nasihat bernas dari Kiai Hasyim tersebut disambut dengan lapang dada oleh Presiden Soekarno. Dalam sambutannya, bapak proklamator kemerdekaan itu, menyinggung secara langsung pidato Kiai Hasyim itu.
“… tidak tersangka-sangka dalam malam silaturrahmi ini, saja menerima nasihat-nasihat jang amat berharga dari J.M. Kiai Hasjim Asj’ari, nasihat-nasihat jang tidak ternilai, nasihat-nasihat jang berharga laksana Mutiara, nasihat-nasihat jang laksana air segar, masuk dalam tubuh dan djiwa, nasihat-nasihat jang kudengar bukan sadja dengan telinga djasmani tetapi terutama sekali kudengarkan dengan telinga batin, telinga djiwaku, aku jang ditakdirkan Allah S.W.T. mendjadi Kepala Negara jang pertama dari pada Republik Indonesia. nasihat-nasihat bagi Kepala Negara, betapa kewadjiban Kepala Negara, betapa harusnja mendjadi Kepala Negara.”
Dengan nasihat-nasihat dari Kiai Hasyim Asy’ari tersebut, menyadarkan betapa beratnya tanggung jawab sebagai seorang pemimpin. Oleh karena itu, ia memohon kepada seluruh ulama se-Jawa dan Madura yang hadir untuk turut mendoakan kepala negara.
Sementara doa dari Bung Karno sendiri sangat menggetarkan:
“Ya Allah berilah aku kekuatan, berilah aku pimpinan, aku oleh-Mu, Ya Allah, ditempatkan memimpin satu bangsa yang 70 juta jumlahnya. Bila pimpinanku baik akan membawa manfaat. Tetapi, jika pimpinanku salah, maka pimpinan ini akan membawa melarat kepada 70 juta bangsaku. Maka, Ya Allah, berila Taufiq, hidayah dan kekuatan.”
Ayung Notonegoro, Founder Komunitas Pegon, kolektor naskah langka, penulis buku tentang sejarah NU dan tokoh-tokohnya