Sebuah komite penyelidikan resmi merilis laporan bahwa jumlah korban meninggal dalam aksi demonstrasi antipemerintah di Irak yang berlangsung selama sepekan mencapai 157 orang. Hampir semua korban meninggal adalah peserta aksi demonstrasi.
Diberitakan AFP dan Arab News, Selasa (22/10), televisi pemerintah mengutip hasil penyelidikan mengabarkan bahwa korban meninggal dari warga sipil mencapai 149 orang, sementara dari pihak pasukan keamanan delapan orang. Sekitar 70 persen korban meninggal dikarenakan luka tembak di kepala dan dadanya. Korban terbanyak ada di Ibu Kota Baghdad dengan 111 orang meninggal.
Laporan itu juga mengatakan bahwa komite menemukan bukti adanya penembak jitu (sniper) yang menargetkan para demonstran dari atas sebuah bangunan di Baghdad tengah.
Disebutkan, ratusan orang meninggal dunia dalam aksi demonstrasi karena pasukan keamanan Irak menggunakan kekuatan yang berlebihan. Bahkan mereka melancarkan tembakan untuk memadamkan gelombang protes antipemerintah yang terjadi sepekan di beberapa kota di Irak.
Dalam laporan itu, pejabat keamanan senior Irak menjadi pihak yang disalahkan karena karena kehilangan komando dan kendali atas pasukan mereka. Oleh karena itu, laporan merekomendasikan agar komandan operasi Baghdad dan pejabat senior lainnya dipecat.
Massa turun ke jalan memprotes tingginya korupsi, pengangguran, dan buruknya layanan publik di bawah pemerintahan Perdana Menteri (PM) Adel Abdel Mahdi. Selain itu, mereka juga menuntut agar PM Mahdi mengundurkan diri.
Para pemrotes menuntut agar PM Mahdi mengundurkan diri, perbaikan kehidupan, dan mengakhiri praktik korupsi yang merajalela. "Kami akan terus berdemo sampai pemerintahan tumbang," kata seorang lulusan universitas yang belum mendapat pekerjaan, Ali (22).
"Saya tak punya apa pun kecuali 250 lira (US$ 0,20) di saku saya sementara pejabat-pejabat pemerintah punya jutaan," cetusnya seperti dikutip kantor berita AFP, Jumat (4/10).
Pewarta: Muchlishon
Editor: Kendi Setiawan