Di KTT PBB, Wapres KH Ma'ruf Amin Serukan Pentingnya Kolaborasi Atasi Krisis Iklim
Selasa, 8 November 2022 | 06:30 WIB
Di KTT Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) Ke-27 di Plenary Room Nefertiti, Sharm El Sheikh International Convention Centre (SHICC), Mesir, Senin (7/11/2022), Wapres KH Ma'ruf Amin menyerukan pentingnya melakukan kerja sama dan kolaborasi untuk menghadapi krisis iklim di bumi. (Foto: BPMI Setwapres)
Jakarta, NU Online
Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) KH Ma'ruf Amin menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP) Ke-27 di Plenary Room Nefertiti, Sharm El Sheikh International Convention Centre (SHICC), Mesir, pada Senin (7/11/2022).
Dalam pidatonya di forum tersebut, Wapres menyerukan kepada para pemimpin negara-negara yang hadir tentang pentingnya melakukan kerja sama dan kolaborasi untuk menghadapi krisis iklim di bumi.
Kiai Ma'ruf yang hadir mewakili Presiden RI Joko Widodo itu menyampaikan bahwa dunia tengah menghadapi tiga krisis planet yakni perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Ketiga hal itu, kata Wapres, saling terkait dan sangat mendesak untuk diatasi.
"Dalam situasi krisis seperti ini tidak ada pilihan lain kecuali bekerja sama. Paradigma kolaborasi harus kita kedepankan," tegas Kiai Ma'ruf dalam keterangan tertulis yang diterima NU Online, Selasa (8/11/2022).
Wapres menekankan bahwa semua negara harus menjadi bagian dari solusi mengatasi persoalan iklim. Semua negara harus berkontribusi sesuai kapasitas masing-masing dengan semangat burden-sharing bukan burden-shifting.
"Negara yang lebih mampu harus membantu dan memberdayakan negara lainnya," tegasnya.
Lebih jauh ia mengatakan, Indonesia telah melakukan kontribusi (enhanced nationally determined contribution) yang memuat soal peningkatan target penurunan emisi nasional menjadi 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional.
Peningkatan itu, lanjut Wapres, selaras dengan perkembangan signifikan kebijakan dalam negeri, yaitu perluasan konservasi dan restorasi alam, penerapan pajak karbon mencapai Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, pengembangan ekosistem kendaraan listrik, serta inisiasi program biodiesel B40.
"Guna memastikan pendanaan transisi energi, Indonesia telah meluncurkan Country Platform for Energy Transition Mechanism (platform negara untuk mekanisme transisi energi,” ujarnya.
Menurut Wapres, semua upaya nasional itu perlu disertai dukungan internasional yang jelas; termasuk penciptaan pasar karbon yang efektif dan berkeadilan, investasi untuk transisi energi, dan pendanaan untuk aksi iklim.
Untuk itu, tegasnya, KTT COP27 harus dimanfaatkan tidak hanya untuk memajukan ambisi, tetapi juga implementasi, termasuk pemenuhan dukungan dari negara maju kepada negara berkembang.
Sebagai informasi, Wapres hadir dalam KTT COP27 memimpin delegasi dari Indonesia. Ia didampingi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar serta Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Tri Tharyat.
Isu Penting dan Target Indonesia
Indonesia terlibat dalam KTT COP27 di Mesir itu dengan membawa isu penting serta target yang mesti dicapai untuk menjadi fokus bersama dalam menangani krisis iklim yang melanda dunia. Terdapat beberapa isu penting dan target Indonesia di dalam forum tersebutm
Pertama, peningkatan ambisi aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, khususnya di negara berkembang, membawa konsekuensi, akan mempercepat upaya penciptaan enabling condition, termasuk melalui penciptaan kebijakan nasional domestik yang kuat yang sejalan dengan tujuan Persetujuan Paris.
Kedua, Indonesia harus menekankan urgensi dan pentingnya dukungan bagi negara berkembang melalui peningkatan kapasitas, transfer-pengembangan dan penerapan teknologi, mobilisasi pendanaan perubahan iklim, yang harus disertai dengan koherensi aliran pendanaan untuk pembangunan rendah karbon yang berketahanan iklim.
Ketiga, dalam implementasi akselerasi aksi iklim di masa transisi ini, Indonesia tetap perlu memperhatikan pertimbangan-pertimbangan yang menghormati perbedaan kondisi lingkungan dan kebutuhan lokal, sistem kepemerintahan lokal, dan pengetahuan serta kearifan lokal.
Tujuan Adaptasi Global atau Global Goal on Adaptation adalah untuk merancang peningkatan kapasitas adaptif dan memperkuat ketahanan guna mengurangi kerentanan dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Kapasitas Adaptif, yang berarti tetap mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan bersifat lokal berkontribusi positif bagi pembangunan berkelanjutan.
Keempat, bagi Indonesia, mobilisasi dana publik tetap merupakan kunci bagi pendanaan iklim, khususnya untuk aksi adaptasi. Indonesia juga tetap melanjutkan kerja dalam mengidentifikasi sinergi antara sumber pendanaan publik dan privat di tingkat nasional, dan sumber bilateral serta multilateral dalam rangka penyediaan dan mobilisasi sumber pendanaan, termasuk melakukan eksplorasi berbagai sumber pendanaan alternatif dan inovatif dengan seharusnya tidak merusak upaya menuju kesinambungan utang.
Selain itu, Indonesia menekankan pentingnya kebijakan fiskal dan keuangan, regulasi sektoral dan regulasi keuangan, serta instrumen pendanaan publik yang mempertimbangkan kondisi nasional sebagai penggerak mobilisasi pendanaan swasta guna memperbaiki pengelolaan risiko terkait iklim dan implementasi NDC.
Kelima, sebagai Negara Maritim, Indonesia menyadari pentingnya peningkatan pemahaman ocean and climate nexus dengan penguatan kerja ilmiah melalui penelitian dan pengembangan, peningkatan permodelan dan observasi kelautan guna pengelolaan dan koleksi data.
Hal tersebut dapat menjadi modal Indonesia dalam berpartisipasi untuk memajukan Dialog Kelautan dan Perubahan Iklim sebagai lanjutan inisiatif yang telah dimulai di COP25 di Madrid tahun 2019.
Sejauh ini, Indonesia telah memberikan contoh implementasi Glasgow Climate Pact, dengan penyampaian dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) bulan September 2022, yang berisikan peningkatan target reduksi emisi Gas Rumah Kaca di 2030.
Sejak KTT COP26, Indonesia telah aktif melakukan langkah-langkah penting sebagai tindak lanjut, di antaranya memprioritaskan transisi energi berkelanjutan dalam agenda presidensi G20 Indonesia.
Konservasi dan restorasi aset alam Indonesia juga terus meningkat termasuk potensi perluasan area mangrove seluas 756 ribu hektar yang mampu menyerap karbon. Peningkatan ini selaras dengan kebijakan antara lain dalam penerapan pajak karbon, mencapai Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan listrik, serta inisiasi program biodiesel B40.
Indonesia menyerukan juga agar para pihak lainnya terutama kelompok Negara Maju yang belum memperbarui target NDC 2030-nya untuk segera meningkatkan ambisi mitigasi, adaptasi, dan sarana implementasinya di COP27.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan