LPBINU: Penanganan Perubahan Iklim Harus Jadi Fokus Bersama
Rabu, 31 Agustus 2022 | 00:00 WIB
Jakarta, NU Online
Pakistan kini tengah berjuang untuk berkelit dari bencana banjir yang melanda. Banjir maut itu diketahui telah merenggut 1.061 korban jiwa, 1 juta rumah rusak parah, dan 33 juta warga terdampak.
Banjir itu merupakan imbas hujan lebat dan curah hujan yang tinggi. Sebagaimana diketahui, musim hujan monsun barat berlangsung pada akhir Juni hingga September di Pakistan.
Berkaca pada hal itu, aktivis Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBI PBNU), M Ali Yusuf, mengatakan bahwa penanganan perubahan iklim harus menjadi fokus bersama.
“Perlu upaya kuat dan masif serta kontribusi dari semua pihak untuk meningkatkan pengetahuan dan awareness terkait risiko bencana juga risiko iklim,” ungkap Ali kepada NU Online, Selasa (30/8/2022).
Pasalnya, Ali menilai perubahan sistem iklim tidak disikapi dengan baik. Hal ini karena bencana hidrometeorologi atau bencana terkait iklim berdampak negatif terhadap pembangunan bahkan peradaban.
“Risiko bencana dan iklim tidak hanya akan mengganggu dan merusak hasil-hasil pembangunan, tetapi juga mengancam peradaban,” tegas Ketua Umum Humanitarian Forum Indonesia (HFI) itu.
Lebih dari itu, bencana terkait iklim juga berdampak terhadap perkembangan ekonomi, sosial, bahkan agama. “Dan yang paling berat dampaknya adalah kehilangan nyawa,” ujarnya.
Untuk itu, ia meminta semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah agar saling bersinergi melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“Semua pihak harus aware bahwa saat ini dan ke depan tantangan riil yang dihadapi adalah semakin banyak dan berkembangnya risiko-risiko. Khususnya terkait bencana dan iklim di mana dampaknya sudah mulai terasa sejak 1 dasawarsa terakhir,” jabarnya.
Curah hujan lebih tinggi
Krisis iklim penyebab utama bencana banjir yang terjadi di Pakistan sangat menyusahkan warga setempat. Menteri Perubahan Iklim Pakistan, Sherry Rehman, menyebut bahwa curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir tak terelakkan.
“Curah hujan sembilan kali lebih tinggi dari rata-rata di Provinsi Sindh dan lima kali lebih tinggi di seluruh Pakistan. Pakistan belum pernah melihat siklus monsun (hujan) yang tak terputus seperti ini,” kata Sherry Rahman, dikutip dari The Guardian.
“Delapan minggu hujan non-stop telah meninggalkan petak besar. Ini adalah banjir dari semua sisi. Monster monsun mendatangkan malapetaka tanpa henti di seluruh negeri," tambahnya.
Sementara itu, Ilmuwan Iklim dari kelompok Analisis Iklim di Islamabad Fahad Saeed, mengatakan bahwa banjir yang terjadi kali ini merupakan terparah sepanjang sejarah. “Kami menyaksikan banjir terburuk dalam sejarah negara ini,” kata Fahad.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua