Jakarta, NU Online
Parlemen India mengesahkan Undang-Undang (UU) Amandemen Kewarganegaraan atau Citizenship Amendment Bill (CAB) pada Rabu, 11 Desember. UU tersebut dianggap anti-Muslim.
Pasalnya, UU baru itu memberikan akses kepada para pengungsi yang masuk ke India sejak atau sebelum 31 Desember 2014 dari tiga negara tetangga India (Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan) yang menganut agama minoritas di negara asalnya seperti Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsis, dan Kristen. Namun UU tersebut tidak menyebut Muslim dan tidak menawarkan manfaat kelayakan yang sama kepada imigran Muslim.
UU itu juga berupaya melonggarkan persyaratan tempat tinggal di India untuk kewarganegaraan dengan naturalisasi dari 11 tahun menjadi lima tahun bagi para migran yang dicakup dalam Undang-undang tersebut.
Pengesahan UU tersebut menyulut sejumlah aksi protes oleh masyarakat India dari berbagai agama, bukan hanya Muslim, di sejumlah wilayah selama dua pekan setelahnya. Mereka memprotes UU tersebut karena dianggap diskriminatif terhadap umat Islam dan bertentangan dengan nilai-nilai negara India sebagai sekuler yang merangkul dan menghargai keragaman.
Pro-Kontra UU Anti-Muslim
Pengesahan UU tersebut menimbulkan pro dan kontra terhadap pemerintah India. Mereka yang mendukung beralasan bahwa UU tersebut dibutuhkan karena beberapa warga minoritas seperti Hindu, Jain, Sikh, dan lainnya sering mendapatkan diskriminasi di negara asal mereka.
Melalui UU tersebut, pemerintah India ingin membuka pintu yang lebih lebar kepada kelompok-kelompok tersebut dengan harapan mereka dapat menemukan hidup yang lebih kondusif di India yang memiliki kelompok masyarakat yang beragam.
Pemerintah India berargumen, pengecualian terhadap imigran Muslim disebabkan negara-negara tetangga India sendiri memiliki agama mayoritas Muslim, sehingga dianggap tidak memerlukan India sebagai ‘rumah’ baru bagi mereka.
Sementara mereka yang menolak berargumen bahwa kebijakan tersebut tidak adil karena mengecualikan imigran yang beragama Islam. Padahal faktanya, para imigran dari negara tetangga di India juga banyak yang beragama Islam. Misalnya wilayah Assam yang berbatasan langsung dengan Bangladesh. Kebijakan ini juga menutup peluang India untuk menerima kelompok korban kemanusiaan Muslim Rohingya (Myanmar) yang notabene juga merupakan negara tetangga di mana Muslim bukanlah warga negara mayoritas
Demo besar-besaran di sejumlah wilayah
Seperti diberitakan AFP, Senin (16/12), massa turun ke jalan menggelar aksi protes di beberapa wilayah di India seperti Assam, Tripura, Benggala Barat, Delhi, Meghalaya, Manipur, Tripura, Uttar Pradesh, dan sejumlah wilayah lainnya.
Pada Jumat (13/12) atau dua hari setelah pengesahan UU terjadi aksi demo di wilayah Assam. Setidaknya enam orang meninggal dunia dalam aksi protes tersebut, dimana empat orang tewas setelah terkena tembakan pasukan keamanan India.
Pada Ahad (15/12) waktu setempat juga terjadi aksi unjuk rasa besar-besaran di wilayah Guwahati. Dilaporkan, sekitar lima ribu orang ikut dalam aksi demo tersebut. Ratusan anggota kepolisian India mengawal aksi demonstrasi tersebut.
Para mahasiswa dan penduduk setempat juga melakukan aksi unjuk rasa di Universitas Jamia Milia Islamia di Delhi tenggara. Namun kemudian, aksi unjuk rasa tersebut berubah menjadi bentrokan setelah peserta aksi melakukan pembakaran motor, bus, dan mobil.
Begitu pun di Benggala Barat. Para pengunjuk rasa membakar ban, bahkan kereta api dan bus. Mereka juga menduduki jalur rel kereta api setempat. Pasukan keamanan diturunkan untuk mengatasi amuk massa.
Gelombang aksi demo yang berjalan selama dua pekan itu menewaskan setidaknya 25 orang dan melukai ratusan lainnya.
Seluruh masyarakat India menentang UU Anti-Muslim
Aktivis Perdamaian India, Shito Yeptho, mengatakan, pengesahan UU Amandemen Kewarganegaraan memicu munculnya banyak masalah. Di antaranya gerombolan massa, perkelahian di antara mereka, hingga pembatasan jam malam.
Ia khawatir jika keadaan tidak berubah akan menjadi genosida. Pasalnya, sudah ada beberapa nyawa melayang saat melakukan protes terhadap keputusan tersebut. “Saudaraku, ini menjadi sangat buruk. Seluruh bangsa (India) menentang RUU ini. Beberapa orang bahkan kehilangan nyawanya karena protes,” katanya kepada NU Online, Senin (16/12).
“Jika keadaan terus seperti ini, saya khawatir mungkin ada hasil besar genosida. Tolong doakan negara-negara India di Timur Laut. Kami butuh kedamaian,” lanjutnya.
PCINU India soal ‘UU Anti-Muslim’
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) India tidak sepakat dengan Citizenship Amendment Bill (CAB) atau ‘UU Anti-Muslim’ yang disahkan Parlemen India beberapa waktu lalu. Menurut PCINU India, kebijakan pemerintah India tersebut tidak adil terhadap imigran dari negara tetangga yang beragama Islam.
“Dan terlebih diskriminasi jelas mengarah ke masyarakat Muslim di India yang semestinya memiliki hak yang sama,” kata Ketua PCINU India, Danang Sigit Widianto, kepada NU Online, Ahad (22/12).
Dia berharap persoalan tersebut akan segera menemukan titik terangnya, mengingat muncul aksi protes di beberapa wilayah di India yang telah menelan banyak korban jiwa.
Kondisi pelajar Indonesia di India
Ketua PCINU India Danang Sigit Widianto mengatakan, pelajar Indonesia di India berada dalam kondisi aman menyusul sejumlah aksi protes di sejumlah wilayah di India untuk menentang pengesahan ‘UU Anti-Muslim’. Sebagian dari mereka sudah berada di KBRI New Delhi dan sebagian lainnya berada di tempat yang aman.
“Pelajar Indonesia di India terbanyak berada di kampus Aligarh Muslim University (AMU), merupakan salah satu kampus tempat protes awal CAB. PPI India sudah menghubungi pelajar Indonesia di AMU, serta beberapa tempat lainnya yang terkena dampak,” katanya kepada NU Online, Ahad (22/12).
“KBRI sendiri telah mengeluarkan himbauan agar para WNI dapat selalu waspada dan dapat menghubungi KBRI kapan pun,” lanjutnya.
Menurutnya, di bagian utara India ada beberapa anggota PCINU India sekaligus mahasiswa di AMU tengah mengamankan diri karena kemarin terjadi gejolak antara pengunjuk rasa dengan polisi setempat. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, para pelajar dianjurkan untuk tetap menjalin komunikasi dengan pihak KBRI Delhi atau KJRI Mumbai.
“Semoga kondisi segera normal sediakala,” harapnya.
PM India minta Muslim tak khawatir
Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi meminta umat Muslim di sana tidak mengkhawatirkan UU Amandemen Kewarganegaraan. Ia menyebut, umat Islam di India adalah warga negara India juga.
Dalam pidatonya di hadapan ribuan peserta kampanye partainya, Bharatiya Janata Party (BJP), Modi kemudian menuduh partai oposisi telah menyebarkan berita bohong terkait dengan UU tersebut akan membuat umat Muslim India akan ditahan di kamp penahanan.
"Tidak ada pusat penahanan. Semua cerita tentang pusat penahanan adalah bohong, bohong, dan bohong," katanya, Ahad (22/12), dikutip dari laman Channel News Asia.
Akan tetapi, saat ini ada enam pusat penahanan di wilayah Assam yang dihuni sekitar seribu imigran ilegal. Rencananya, Assam akan menambah jumlah kamp penahanan menjadi 11. Tidak hanya itu, otoritas setempat juga akan membangun dua kamp penahanan di Bangalore dan Mumbai. Langkah itu diambil untuk menghalangi para imigran ilegal masuk ke India.
Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad