Ketua Lakpesdam NU Kudus Paparkan Moderasi Islam di Forum Ohsem Malaysia
Ahad, 14 Februari 2021 | 16:59 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Lakpesdam NU Kudus Jawa Tengah, Nur Said, memaparkan tentang moderasi Islam dalam Forum Santai 17 Ohsem Malaysia, Jumat (12/2). Diskusi daring tersebut mengusung tema ‘Moderasi Islam dari NU untuk Kedamaian Dunia’.
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh program bervisi besar dalam peningkatan kualitas rakyat Malaysia ke tahap tamadun tinggi itu, Nur Said menjelaskan bahwa Nahdlatul Ulama bukan hanya sebagai pemilik ormas terbesar dalam skala nasional. Namun, NU juga merupakan ormas terbesar di dunia.
“Saat survei dilakukan total seluruh penduduk Indonesia lebih kurang 250 juta dengan penduduk muslim berkisar 87%, NU dengan persentase 49,5% memiliki basis massa lebih kurang 108 juta orang,” terangnya.
Dosen IAIN Kudus itu juga menjelaskan betapa pentingnya moderasi beragama. Menurut dia, moderasi beragama dapat menyadarkan bahwa perbedaan merupakan sunnatullah. Selain itu, keanekaragaman adalah fitrah bangsa.
“Di Indonesia, ada Pancasila sebagai cerminan nilai asli masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia itu beragama. Kita mengajarkan agama dengan cara ramah, toleransi, dan menghargai keberagaman,” jelasnya.
Ia juga menambakan, manusia harus menyadari bahwa agama merupakan bentuk perjalanan dan pengalaman manusia dalam mencari Tuhan.
Mengenai radikalisme, Pengasuh Pesantren Riset PRISMA itu menjelaskan ancaman besar yang akan terjadi, baik dari segi hubungan agama dan negara, hubungan antarumat agama, dan hubungan intrapemeluk agama.
“Termasuk indikator radikal pada tahapan hubungan agama dan negara adalah melawan NKRI. Pada hubungan antarumat agama akan terjadi intoleransi. Dalam hubungan intrapemeluk agama adalah mudah mengkafirkan dan membid’ahkan pemahaman keagamaan yang berbeda,” tuturnya.
Oleh karena itu, Nur Said menjelaskan, moderasi merupakan sikap keberagamaan terbaik. Rasulullah SAW merupakan praktek keberagamaan terbaik.
“Dalam kajian tasawuf, meski dirinya mengalami wahdatul wujud atau ittihad, tapi ia tetap sadar dengan aspek kemanusiaannya. Rasulullah tetap moderat. Kesimpulannya dalam beragama, ikutilah praktek Rasulullah,” tandasnya.
Moderasi NU
Nur Said menjelaskan, ada enam prinsip moderasi NU. Antara lain, moderasi kebangsaan, moderasi kemasyarakatan, moderasi tradisi, moderasi tasawuf, moderasi syariah, dan moderasi akidah.
“Sejak awal berdirinya, NU memiliki visi global sebagai bagian dari kewarganegaraan global (global citizenship). Hal ini terlihat dari lambang NU dengan bumi dan tali jagad sebagai visi rahmatan lil ‘alamin,” tuturnya kepada NU Online, Sabtu (13/2).
Ia menambahkan, saat ini NU terus melanjutkan visi risalah Nabi Muhammad SAW, Walisongo dan para masyayikh pendiri NU, terlihat dari manajemen isu moderasi NU dalam Islam Nusantara.
“Ditambah jejaring PCINU di berbagai belahan dunia dan dipadu dengan diplomasi budaya elit NU di tingkat global,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurut dia, gerakan moderasi dengan tawazun (seimbang), tawasuth (moderat), tasamuh (toleransi), i’tidal (adil), amar ma’ruf nahi munkar menjadi prinsip besar NU.
“PBNU melalui LTNU pusat terus mengkader santri digital melalui program madrasah diniyah selama 13 kali pertemuan dengan peserta online utusan dari berbagai propinsi agar tidak gagap teknologi di tengah disrupsi,” jelasnya.
Nur Said menyebutkan, setiap kader NU memiliki tanggung jawab moral untuk menyemai moderasi NU kepada dunia, termasuk kepada saudara serumpun di Malaysia.
“Seperti acara kemarin, sebagai spirit ballighu ‘anni walau ayatan. Termasuk mengenalkan kearifan dakwan toleransi yang disampaikan Sunan Kudus kepada dunia,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori