Internasional

Merasakan Keramahan Jamuan Orang Arab Saudi

Sabtu, 2 Juli 2022 | 13:30 WIB

Merasakan Keramahan Jamuan Orang Arab Saudi

Sambutan hangat bagi petugas haji di Arab Saudi. (Foto: Dok. MCH)

Makkah, NU Online
Sekelompok lelaki muda berbaris di kiri dan kanan pintu masuk dengan mengenakan baju tsaub atau gamis khas Arab berkerah tiga dengan kerah tegak. Sebagian besar berwarna putih.


Di ujung barisan, seseorang menuangkan air Zamzam ke dalam gelas sekali pakai sebagai minuman sambutan dan sebelum sampai dalam sebuah ruangan yang digunakan sebagai aula pertemuan, kami ditaburi bunga-bungaan di atas kepala.


Ahlan wa sahlan, ahlan wa sahlan, welcome to see you,” demikian sambutan ramah yang mereka ucapkan dengan nada lembut penuh kesantunan.


Di aula yang merupakan ruangan tengah bangunan kotak tiga lantai, kursi-kursi merah ditata rapi menghadap panggung. Di bagian depan, sebuah podium kecil berdiri dengan backdrop sambutan berbahasa Arab yang berarti “Selamat datang kepada para tamu-tamu Allah.”


Para petugas hilir-mudik menawarkan cemilan coklat, kue, atau kurma. Tak lupa, untuk minuman disediakan beragam jus buah segar atau air putih dingin kemasan botol kecil kepada pengunjung yang sudah masuk.


Tak banyak perbincangan yang dapat dilakukan karena kendala bahasa. Namun, senyum ramah, tangan yang mempersilakan, tundukan kepala adalah bahasa tubuh universal yang siapapun tahu sebagai tanda keramahan.


Hari itu, Kamis (30/6/2022) sekitar pukul 10.00 waktu Arab Saudi, kami para petugas haji daerah kerja Makkah, termasuk di dalamnya Media Center Haji yang bertugas melakukan peliputan, mendapatkan undangan dari Madrasah Tsanawiyah Hudaibiyah, yang lokasinya hanya seberang jalan Kantor Misi Haji Indonesia di Kawasan Syisah, Makkah, Arab Saudi.


Madrasah, dalam obrolan ringan beberapa teman, masih dikesankan sebagai sekolah agama, karena sistem pendidikan di Indonesia membagi antara sekolah umum dan madrasah yang memiliki materi pelajaran keislaman yang lebih banyak. Dalam bahasa Arab, kata madrasah berarti sekolah. Tidak ada pemisahan sistem sebagaimana di Indonesia.


Di dalam aula, sekeliling dari masing-masing tiga tingkat terdiri dari kelas-kelas untuk belajar. Kecuali di lantai dasar yang digunakan untuk ruang kantor. Meski atap tertutup, namun masih adanya akses terhadap sinar matahari membuat para siswa dapat terus beraktivitas tanpa khawatir kepanasan pada saat musim panas atau kedinginan di musim dingin.


Tulisan-tulisan sebagai pesan kepada para siswa untuk selalu semangat dalam beribadah dan belajar tertempel di mana-mana. Salah satunya berbunyi “Waaqiimus shalaata, waatuzzakaata, waathiiurrasuula, la’allakum turkhamuun” yang artinya dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatilah Rasul supaya kamu mendapatkan rahmah. Islam, menjadi nafas dalam kehidupan sehari-hari di Arab Saudi.


Ada sambutan singkat yang disampaikan oleh pimpinan sekolah, M Syarif, yang menyampaikan selamat datang kepada dhuyufur rahman (tamu-tamu Allah) yang akan menunaikan ibadah haji. Tarian singkat dengan gerak rancak dan dinamis menjadi kejutan. Sederhana geraknya. Namun, penuh keceriaan untuk menyambut datangnya tamu undangan.


Kepada daker Makkah, M Khanif, yang turut hadir memenuhi undangan dalam sambutannya menyampaikan banyak terima kasih kepada pemerintah Arab Saudi yang telah berusaha melayani sebaik-baiknya para jamaah haji dari Indonesia. Ia juga berharap, Indonesia dan Arab Saudi sebagai negara Muslim dapat meningkatkan kerja samanya di masa mendatang.


Acara diakhiri dengan jamuan makan siang menu Arab yang ditaruh di atas nampan. Nasi mandhi berlauk tiga ekor ayam utuh yang konon menurut kebiasaan orang Arab, hanya untuk tertiga, namun dikeroyok berempat ataupun berlima, itupun tak habis.


Beras basmati dengan bulir yang ramping, panjang, namun tidak lengket, dipadu dengan rempah-rempah yang wangi disertai dengan lauk ayam yang dimasak sampai empuk membuat makan siang itu terasa nikmat.


Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa sesama Muslim bersaudara. Sekadar senyum di jalan, obrolan kecil, saling mengenal, dan mengundang dalam kesempatan ibadah haji menjadi momentum yang tepat untuk lebih memahami budaya dan tradisi komunitas Muslim lain, yang selama ini hanya dilihat, didengar, atau dibaca.


Pewarta: Achmad Mukafi Niam
Editor: Musthofa Asrori