Peringati Setahun Kematian Soleimani, Ribuan Pendemo di Baghdad: 'AS Setan Besar'
Senin, 4 Januari 2021 | 06:00 WIB
Peserta demo membawa poster al-Muhandis dan Qassem Soleimani dalam aksi unjuk rasa anti- AS pada Ahad (3/1) di Alun-Alun Tahrir, Baghdad. (Foto: AFP/ Ahmad Al-Rubaye).
Baghdad, NU Online
Puluhan ribu orang berkumpul dan menyanyikan slogan anti-Amerika Serikat (AS) pada Ahad (3/1) di Alun-Alun Tahrir, Baghdad, sebagai peringatan satu tahun pembunuhan Jenderal Iran, Qassem Soleimani dan seorang pemimpin militer Irak, Abu Mahdi al-Muhandis.
Para demonstran berkumpul setelah sebelumnya kelompok milisi yang dikenal secara kolektif sebagai Pasukan Mobilisasi Populer (PMF), yang sebagian besar didukung oleh Iran, menyerukan mereka untuk berkumpul. Sambil membawa poster Soleimani dan al-Muhandis, para demonstran mengibarkan bendera Irak dan PMF, serta menyanyikan slogan anti-AS seperti ‘AS adalah setan besar’.
“Kita hari ini berada di sini untuk mengutuk apa yang AS dan Israel telah lakukan dengan menargetkan para pemimpin kemenangan. Kami menyerukan pemerintah mengambil langkah serius untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang membunuh mereka,” kata seorang peserta aksi unjuk rasa, Abu Ahmed, dilansir Reuters, Ahad (3/1).
Sementara Kepala PMF, Faleh al-Fayyad, dan Komandan organisasi militer Badr, Hadi al-Ameri, ikut dalam aksi demonstrasi tersebut. Mereka menyerukan penarikan tentara AS dari Irak. Hal yang sama juga disampaikan pemimpin Hezbollah, sebuah organisasi di Lebanon yang didukung Iran.
Aksi unjuk rasa ini bertepatan dengan meningkatnya tensi antara Iran dan AS dalam beberapa hari terakhir, menjelang setahun kematian Soleimani. Sebagaimana diketahui, Komandan Pasukan Quds yang merupakan cabang Garda Revolusi Iran, Soleimani, dan al-Muhandis terbunuh dalam serangan udara di Bandara Internasional Baghdad, Irak yang dilancarkan pasukan Amerika Serikat (AS), Jumat (3/1/2020). Kematian Soleimani saat itu membawa Iran dan AS di ambang perang.
Dalam sebuah surat yang dikirim ke Dewan Keamanan PBB pada Kamis lalu, Iran mengutuk ‘petualangan militer’ AS di Teluk dan Laut Oman, dan ‘informasi palsu, tuduhan tak berdasar, dan retorika yang mengancam’ terhadap Teheran.
Sehari sebelumnya, militer AS menerbangkan dua pembom B-52 berkemampuan nuklir di atas Teluk sebagai pesan pencegahan ke Iran. Ini merupakan langkha terbaru AS dari serangkaian tindakan serupa dalam sebulan terakhir.
Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, mendesak Presiden AS, Donald Trump, untuk tidak ‘terjebak’ oleh dugaan rencana Israel untuk memprovokasi perang melalui serangan terhadap pasukan AS di Irak.
“Hati-hati jebakan, Donald Trump. Kemarahan apapun akan menjadi bumerang yang buruk,” tegas Zarif di akun Twitternya.
Sekadar informasi, Soleimani meninggal ketika pesawat yang ditumpanginya tertembak roket AS, sesaat setelah mendarat di Bandara Baghdad pada 3 Januari 2020 lalu. Ia turun dari pesawat untuk bertemu dengan Wakil Komandan dari kelompok milisi pro-Iran di Irak bernama Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) dan anggota milisi pro-Iran lainnya. Akibat serangan AS tersebut, tujuh orang dilaporkan meninggal dunia.
Bagi warga Iran, Soleimani adalah pahlawan tanpa pamrih yang memerangi musuh-musuh Iran di luar negeri. Sementara bagi AS dan sekutunya, Soleimani adalah musuh mematikan. Dua tahun lalu, dia masuk sebagai 100 orang paling berpengaruh versi Majalah Times.
Sebelumnya Soleimani pernah tiga kali dikabarkan meninggal, yaitu ketika kecelakaan pesawat pada 2006 di barat laut Iran, ledakan bom di Damaskus, Suriah pada 2012, dan pertempuran melawan pemberontak di Aleppo, Suriah pada 2015 lalu.
Pewarta: Muchlishon
Editor: Fathoni Ahmad