Perubahan Cuaca, Jemaah Haji Mulai Teserang Batuk dan Pilek
Rabu, 7 Agustus 2019 | 06:00 WIB
Cuaca Kota Makkah jelang wukuf mulai berubah-ubah. Cuaca panas di atas 40 derajat celcius, secara tiba-tiba bisa berubah berganti mendung dan gerimis diikuti angin bercampur debu. Pada Selasa (6/8) dini hari, saat meninggalnya KH Maimoen Zubair, Kota Makkah juga tiba-tiba turun hujan. Kondisi ini mengakibatkan banyak jemaah yang mulai terserang gangguan infeksi saluran pernafasan seperti batuk, pilek dan sesak nafas.
Menyikapi kondisi ini petugas kesehatan terus bekerja ekstra agar para jemaah tetap dalam kondisi prima saat puncak wukuf yang akan jatuh pada hari Sabtu, 10 Agustus 2019. Para petugas kesehatan terus mengimbau agar para jemaah senantiasa mengenakan masker, banyak minum air putih, dan tidak merokok.
"Tingkat kunjungan jemaah ke ruang pelayanan kesehatan semakin meningkat, keluhan yang dirasakan mayoritas terkait seputar batuk, pilek, pusing, dan sejenisnya. Alhamdulillah terlayani dengan baik," ujar petugas kesehatan kloter JKG 51 Pringsewu, Warsito di ruang pelayanan kesehatan Hotel Al Zaer Mashaer, Syisyah, Rabu (7/8).
Imbauan untuk menyiapkan diri fisik dan mental juga terus dilakukan panitia haji dan petugas kloter menghadapi aktivitas di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Berbagai edaran perubahan berbagai kebijakan pelayanan juga sudah disampaikan Kantor Urusan Haji RI Daerah Kerja (Daker) Makkah.
Terkait konsumsi, sebelum Armuzna, jemaah haji tidak mendapatkan layanan makan selama tiga hari yakni mulai 5, 6, dan 7 Dzulhijjah 1440 H atau tanggal 6, 7, dan 8 Agustus 2019. Setelah Armuzna, jemaah haji juga tidak mendapat layanan konsumsi selama dua hari yakni tanggal 14 dan 15 Dzulhijah 1440 H atau tanggal 15 dan 16 Agustus 2019.
"Selama Armuzna, kita akan mendapatkan konsumsi tiga kali sehari. Pelayanan panitia selama ini sangat baik," ujar ketua kloter 51 yang diisi jemaah haji asal Kabupaten Pringsewu, Lampung kepada NU Online.
Selain kebijakan pelayanan konsumsi, panitia bekerjasama dengan maktab juga terus memberikan pelayanan ekstra seperti penyediaan batu untuk lontar jamarat.
"Ketika bermalam di Muzdalifah, jemaah umumnya akan mengambil batu krikil untuk melakukan lempar jumrah aqobah di Mina. Tahun ini, jemaah haji Indonesia tak perlu repot mencari batu di Muzdalifah untuk melempar jumrah. Batu untuk melempar jumrah telah disediakan pengelola maktab," tambah Hilal.
Layanan ini bertujuan agar keselamatan jemaah lebih terjamin karena mengaca pada peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan jamaah haji menjadi korban. Ketika mereka mabit di Muzdalifah banyak jemaah yang mencari kerikil di pinggir jalan dan sering menyebrang sehingga sangat berbahaya.
"Bagi jamaah haji yang mengambil nafar awal, jumlah batu yang dibutuhkan untuk melempar jumrah sebanyak 49 batu. Sementara bagi yang mengikuti nafar tsani perlu 70 batu," katanya tentang batu yang berukuran sebesar jari.
Untuk ketertiban dan keselamatan jemaah diimbau untuk menaati aturan waktu pelemparan jumrah yang dibuat otoritas Arab Saudi. (Muhammad Faizin)