Gus Yusuf Chudlori: Gadget Bisa Jadi Alat Jihad Santri di Era Digital
Rabu, 22 Oktober 2025 | 09:00 WIB
Pengasuh Ponpes Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang KH M Yusuf Chudlori saat menjadi narasumber acara Seminar Bincang Media Santri. (Foto: Faiq)
Semarang, NU Online
Pengasuh Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, KH M Yusuf Chudlori mengajak para santri untuk memanfaatkan gadget yang dimiliki sebagai alat jihad di era digital.
“Kalau dulu jihad dengan pedang atau senjata, saat ini gadget bisa digunakan sebagai alat untuk menegaskan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah,” ujar Gus Yusuf, sebagaimana dikutip NU Online Jateng.
Gus Yusuf menegaskan bahwa santri harus menjadi benteng bagi pesantren dan para kiai yang selama ini memuliakan ilmu. Ia menilai, tayangan salah satu stasiun televisi belum lama ini telah mengarah pada framing negatif terhadap pesantren.
“Memang kita harus terus menjelaskan tanpa henti, karena itu butuh pejihad-pejihad media,” jelas Gus Yusuf.
Menurutnya, menjelaskan tentang pesantren kepada orang yang belum memahami masih bisa dilakukan dengan mudah. Namun, menjelaskan kepada pihak yang memang tidak menyukai pesantren membutuhkan usaha lebih keras.
“Karena untuk menjelaskan kepada yang tidak suka, bisa kita ibaratkan menjelaskan indahnya pelangi kepada orang yang buta,” bebernya.
Meski demikian, Gus Yusuf menegaskan bahwa upaya meluruskan informasi tidak boleh berhenti, terutama untuk menangkal framing jahat yang ditujukan kepada pesantren.
“Karena sebuah kebenaran jika di-framing bisa akan dianggap sebagai sebuah kesalahan, begitu pula sebaliknya,” jelasnya.
Ia juga mengakui bahwa pesantren tetap perlu menerima kritik, misalnya terkait peningkatan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Namun, kritik seharusnya disampaikan secara objektif, bukan dengan menjelekkan pesantren atau kiai.
“Tapi kemudian ada tayangan di televisi dengan gambar simbah War (KH Anwar Manshur, Pengasuh Pesantren Lirboyo), dan di-framing bahwa gara-gara terima amplop kiai menjadi kaya raya, maka kita harus jelaskan tanpa henti,” tegasnya.
Gus Yusuf kemudian mengenang masa ketika dirinya nyantri di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, sekitar tahun 1985. Saat itu, ia sering melihat KH Anwar Manshur menjemur gabah setelah mengajar, serta mengurus pabrik tahu dan es batu.
“Minggu lalu saya sowan, rumahnya juga tidak berubah. Mbah War sudah selesai dengan urusan keduniaan,” terangnya.
Baca selengkapnya di sini.