Musim Hujan Rawan Terjangkit Dengue Syock Syndrome, Kenali Gejalanya
Rabu, 22 Januari 2025 | 17:45 WIB
Ilustrasi: seorang ibu dan anaknya di Jakarta menerabas genangan air hujan dengan menaiki becak. (Foto: NU Online/Suwitno)
Rembang, NU Online
Intensitas dan curah hujan tinggi di awal tahun 2025 menjadi tantangan bagi Kesehatan tubuh. Apalagi jika imun tubuh sedang drop, penyakit dapat menyerang siapa saja dan kapan saja. Selain itu, pola makan yang tidak sehat menjadi faktor pemicu utama penyakit bisa leluasa hinggap di inangnya. Salah satu penyakit adalah Dengue Shock Syndrome.
Dengue Shock Syndrome (DSS) merupakan komplikasi dari demam berdarah dengue (DBD) tahap lanjut. Kondisi tubuh yang mengalami gangguan sirkulasi darah sehingga timbul kerusakan organ, bahkan kematian.
Gejala umum penderita terkena Dengue Shock Syndrome ini seperti mengalami tekanan darah menurun, kulit basah dan terasa dingin, napas tidak beraturan, mulut kering, denyut nadi lemah, serta jumlah urine menurun.
Adapun penyebab terkena penyakit ini disebabkan infeksi virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty mengalami gangguan pada pembuluh darah, penurunan sel darah putih dan trombosit.
Dias Irawan Prasetya, dan kawan-kawan dalam Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas berjudul "Faktor Karakteristik Klinis Host dan Sosiodemografik yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Dengue Shock Syndrome" menyebutkan bahwa, mengenai penyakit mematikan ini, dibedakan menjadi dua klasifikasi.
Berdasarkan karakteristik responden, sebagian besar penderita DBD dan DSS memiliki umur sekira 15 tahun (79,3%), jenis kelamin yang hampir setara; laki-laki (47,1%) dan perempuan (52,9%), memiliki IMT yang normal (63,6%), golongan darah non AB (80,0%), lama mendapatkan pelayanan kesehatan >4 hari (59,3%), terdapat infeksi ulangan (65,7%), tidak terdapat tanda perdarahan spontan (63,6%), mengalami mual/muntah (73,6%), mengalami nyeri abdominal (65,0%), tidak terjadi hipotensi (85,0%), tidak terjadi hemokonsentrasi ≥ 22% (70,0%), tidak terjadi hepatomegali (75,7%), tidak terjadi trombositopenia (52,9%).
Sementara jika berdasarkan sosio demografik, semua penderita DBD dan penderita DSS memiliki kemudahan akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan (100,0%), dan memiliki tingkat pengetahuan dan kesadaran terhadap demam berdarah dengue rendah (59,3%).
Penderita infeksi dengue yang disebabkan oleh infeksi ulangan mempunyai kadar trombosit yang lebih rendah serta nilai ALT yang lebih tinggi sehingga berdampak dengan keparahan penyakit.
Dias Irawan Prasetya beserta teman-temannya dalam tulisannya. Demam dengue dengan infeksi primer dapat berkembang ke tahap dengue parah (DSS), sedangkan pada pasien dengue dengan infeksi ulangan, angkanya bisa mencapai 42% dari total pasien.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa infeksi ulangan berisiko hampir 3 kali lipat untuk pasien DBD bisa berkembang menjadi dengue shock syndrome.
Sama halnya dengan Gerald C. D. Podung dan kawan-kawan dalam Jurnal Biomedik berjudul "Faktor Risiko Terjadinya Sindroma Syok Dengue pada Demam Berdarah Dengue" menganalisis bahwa anak dengan umur lebih dari 5 tahun memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami SSD.
Dalam hasilnya (OR 3,5 dan p=0,038). Begitu juga dengan perdarahan spontan (OR 1,9), hepatomegali (OR 1,7), efusi pleura (OR 1,9), asites (OR 1,8) dan leukopenia/ leukosit <4000 (OR 0,4) merupakan faktor risiko yang ditemukan memiliki hubungan yang bermakna dan memiliki risiko untuk terkena SSD pada penelitian ini dan faktor tersebut dapat menjadi warning signals untuk pasien DBD sehingga dapat dimonitor lebih lanjut.
"Terdapat beberapa faktor risiko yang diamati, dan setelah dilakukan analisis multivariat, ditemukan penelitian jika anak yang berumur >6 tahun merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan dalam timbulnya kejadian SSD," tulisnya.
Salah satunya Trombositopenia yang parah atau kadar trombosit <20.000 sel/mm3 (OR 11.3) dan peningkatan kadar Hematokrit >20% dengan trombosit <50.000 sel/mm3 (OR 43,17) juga merupakan faktor yang memiliki hubungan dan berisiko tinggi untuk terkena Dengue Shock Syndrome.