Bolehkah Daging Kurban Wajib dan Sunnah Dicampur? Pahami Ketentuannya
Kamis, 7 Juli 2022 | 11:00 WIB
Tanggamus, NU Online Lampung
Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Kabupaten Tanggamus Lampung memutuskan bahwa tidak dibenarkan bagi panitia kurban mencampur daging kurban wajib dengan kurban sunnah.
Hal ini karena dua jenis daging kurban ini memiliki ketentuan masing-masing. Jika daging ini dicampur, maka akan menimbulkan kerancuan ketika akan didistribusikan. Apalagi daging kurban ini nantinya akan dibagikan secara merata kepada masyarakat tanpa terkecuali. Tentu potensi jatuh kepada sesuatu yang diharamkan sangat tidak dapat dielakkan.
“Daging kurban wajib, haram hukumnya dimakan pemiliknya, juga haram diberikan kepada orang kaya, dan mencampur daging kurban sunnah dan wajib merupakan tindakan yang berpotensi merujuk ke kedua hal haram tadi,” kata Ketua LBMNU Tanggamus, Ustadz Yazid menjelaskan hasil bahtsul masail tersebut kepada NU Online, Kamis (7/7/2022).
Ia menambahkan bahwa mencampur dua jenis daging kurban untuk dibagi ke seluruh masyarakat berpotensi kuat menimbulkan hal yang haram yakni kembalinya daging kurban wajib (kurban nadzar) ke pemiliknya atau diberikanya ke Muslim yang kaya.
“Sesuatu yang mengarah menuju hal haram, maka sesuatu tersebut hukumnya juga haram,” jelasnya mengutip salah satu dasar tidak diperbolehkannya praktik pencampuran dua jenis daging tersebut.
Alhasil menurut LBMNU Tanggamus, hukum praktik pengelolaan daging kurban yang terjadi pada masalah ini tidak dapat dibenarkan, adapun tinjauan hukumnya adalah haram.
Jika panitia menerima dua jenis hewan kurban, maka sebaiknya panitia menyiapkan tempat yang terpisah agar nantinya daging dan seluruh bagian hewan kurban wajib dan sunnah tidak tercampur. Termasuk juga dalam pembagiannya, sebisa mungkin kurban wajib hanya dibagikan ke masyarakat yang tergolong fakir miskin saja. Begitupun dengan daging kurban sunnah harus benar-benar sampai ke pihak yang berhak menerimanya.
Untuk tepat sasarannya pendistribusian daging kurban, panitia juga disarankan berkoordinasi dengan pamong setempat seperti RT dan RW. “Perlu di ingat, dalam pengelolaan daging kurban, baik pekurban maupun panitia dituntut untuk tidak sembrono, sangat dibutuhkan adanya kehati-hatian,” imbaunya.
Perbedaan Ketentuan Kurban Wajib dan Sunah
Menurut perspektif fikih udlhiyah (kurban) dalam prosedur pengelolaan daging kurban, ulama madzhab As-syafi'i memaparkan bahwa antara kurban sunnah dan kurban wajib (kurban yang dinadzari) mempunyai ketentuan masing-masing.
Ketentuan Kurban Wajib:
1. Bagi pekurban beserta keluarga yang tanggungan nafkahnya ada padanya, haram memakan daging kurban tersebut, juga haram memanfaatkan sesuatu yang masih termasuk bagian tubuh dari hewan kurbannya.
2. Wajib bagi pekurban menyedekahkan semua bagian dari anggota tubuh hewan yang ia jadikan kurban kepada fakir miskin, baik dagingnya, kulitnya, ekornya, tanduknya dan lain-lain semuanya.
3. Pekurban tidak tidak diperkenankan menjadikan daging kurban wajib (nadzar) atau anggota tubuh lain sebagai hadiah untuk orang kaya.
4. Pekurban akan dikenai denda apabila daging kurban sampai busuk atau rusak sebab pekurban enggan segera membagikannya kepada yang berhak menerimanya.
5. Pada kasus tertentu, pekurban boleh memakan anakan dari hewan kurban wajib.
6. Sasaran (mustahiq) pentasarufan daging kurban wajib hanya terbatas untuk fakir miskin saja.
7. Tidak diperkenankan menjadikan bagian tubuh hewan kurban sebagai upah untuk tukang penyembelih hewan (panitia kurban).
8. Tidak diperkenankan menjual daging ataupun anggota tubuh lain.
9. Daging yang diterima oleh fakir miskin boleh dikonsumsi juga boleh dijual.
Ketentuan Kurban Sunnah:
1. Yang paling afdhol (utam) adalah pekurban mengambil bagian daging sekedarnya saja untuk mengambil berkah (tabarukan) atas daging kurbanya, kemudian sisanya dibagikan semua kepada fakir miskin.
2. Pekurban boleh membagi daging kurban menjadi tiga bagian, 1/3 untuk dirinya dan keluarganya, 1/3 untuk disedekahkan kepada fakir miskin, 1/3 untuk dihadiahkan kepada muslim yang kaya.
3. Pekurban boleh memanfaatkan kulit ataupun tanduk hewan kurban dengan catatan tidak untuk dijual atau disewakan, namun lebih utama jika disedekahkan.
4. Daging yang diterima oleh Muslim yang kaya wajib dikonsumsi, tidak untuk dijual.
5. Daging yang diterima oleh fakir miskin boleh dikonsumsi juga boleh dijual.
6. Pekurban tidak diperkenankan menjadikan bagian tubuh dari hewan kurban untuk upah tukang sembelih ataupun panitia, juga tidak boleh menjualnya.
7. Sasaran pentasarufan daging kurban sunnah tidak terbatas pada fakir miskin saja, melainkan juga sunnah sebagian dagingnya dimakan pekurban, dan diberikan kepada Muslim yang kaya.
8. Pekurban akan dikenai denda apabila daging kurban sampai busuk (tidak layak konsumsi) karena enggan segera membagikan ke pihak yang berhak menerimanya.
Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah:
1. Kurban wajib tidak boleh (haram) dimakan pemiliknya dan keluarganya. Sedangkan kurban sunnah malah disunnahkan memakannya.
2. Kurban wajib tidak boleh diberikan kepada Muslim yang kaya. Sebaliknya dalam kurban sunnah malah disunnahkan untuk juga diberikan kepada Muslim yang kaya.
3. Kurban wajib hanya boleh diberikan kepada fakir dan miskin, sedangkan untuk kurban sunnah boleh dibagi untuk beberapa golongan, yakni fakir, miskin, pekurban dan orang kaya.
(Muhammad Faizin)