Ilustrasi: Masyarakat memandang pencatatan perkawinan adalah tindakan administratif, sehingga tidak berpengaruh terhadap keabsahan suatu perkawinan. (Foto: Indonesia.go.id)
Jakarta, NU Online
Lebih dari 34 juta pasangan yang sudah menikah belum tercatat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil). Hal ini disebabkanpasangan yang sudah menikah tersebut belum mempunyai buku nikah, sehingga Dukcapil tidak bisa mencatat perkawinannya.
Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Prof Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan hal itu saat webinar Kartu Keluarga Nikah Siri yang diadakan oleh LKIHI FH UI, Ahad (7/11/2021).
Besarnya jumlah pasangan yang belum tercatat ini, kata Zudan, disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah adanya multi tafsir tentang sahnya perkawinan. Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 Ayat 1 menyebutkan bahwa perkawinan sudah dikatakan sah apabila sudah dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan dari yang melangsungkan perkawinan. Sedangkan dalam Pasal 2 Ayat 2 mengharuskan perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Ini debatnya panjang dan masing-masing punya pengikut sendiri-sendiri. Ada yang mengatakan sahnya perkawinan adalah kumulatif Ayat 1 dan Ayat 2 harus digabungkan. Ini sahnya perkawinan menurut sesuai agama dan dicatat. Tapi, ada juga yang mengatakan sahnya perkawinan hanya di Ayat 1 saja, apabila dilakukan menurut agama dan kepercayannya," kata Dirjen yang juga mendapatkan gelar Guru Besar di usia 35 tahun.
Banyak masyarakat memandang pencatatan perkawinan adalah tindakan administratif, sehingga tidak berpengaruh terhadap keabsahan suatu perkawinan. Akibatnya, banyak pasangan yang sudah menikah tapi belum mempunyai buku nikah. Buku nikah ini penting untuk digunakan pada saat membuat Kartu Keluarga (KK). Pasangan yang tidak dapat menunjukkan buku nikah pada Kartu Keluarganya akan ditulis belum kawin. Hal ini berdampak pada status hukum istri yang tidak dapat menuntut hak keperdataan kepada suaminya, seperti nafkah dan lain-lain. Dampak ini akan semakin memburuk apabila lahir anak dari hasil perkawinan ini.
Solusi afirmatif dari Kemendagri untuk mengatasi hal ini adalah dengan cara menerbitkan KK dengan format baru. Bagi pasangan yang menikah dan sudah dicatat (baik di KUA bagi Muslim, maupun di Dukcapil bagi non Muslim) dalam KK akan ditulis 'Kawin Tercatat'. Sedangkan bagi pasangan yang belum dicatat, dalam KK akan ditulis “Kawin Belum Tercatat” dan pada tanggal perkawinannya dikosongkan serta harus melampirkan SPTJM.
"Kita mengambil kebijakan ini sebagai tindakan khusus sementara, afirmatif policy, termasuk dengan kita terus menyampaikan ke daerah agar (kebijakan) ini bisa menutup peluang-peluang poligami tanpa ijin dengan istri-istri sebelumnya," tegasnya.
Langkah ini merupakan ijtihad dari Dukcapil sebagai tindakan untuk memberikan kepastian hukum terhadap pasangan yang belum tercatat. Dengan ditulis 'Kawin Belum Tercatat' di KK, istri dan anak menjadi memiliki perlindungan hukum, sehingga apabila sewaktu-waktu suami meninggalkannya, istri dan anak bisa menuntut haknya. Upaya selanjutnya agar status di KK berubah menjadi 'Kawin Tercatat' adalah dengan mengajukan isbat nikah di Pengadilan. Demikian besar manfaat yang diperoleh dari pencatatan nikah ini, sehingga Dukcapil meminta kepada seluruh pihak, termasuk Ormas, untuk ikut mengkampanyekan pencatatan pernikahan.
Kontributor: Subhan Abidin
Editor: Kendi Setiawan