Balitbang Kemenag

Klinik Ketahanan Keluarga Perlu Dimassifkan untuk Tekan Perceraian

Senin, 8 November 2021 | 03:00 WIB

Klinik Ketahanan Keluarga Perlu Dimassifkan untuk Tekan Perceraian

Pembentukan Klinik Ketahanan Keluarga di Kulon Progo, DIY. (Foto: pemberdayaan.kulonprogokab.go.id)

Penelitian berjudul Reduksi Perceraian Melalui Klinik Ketahanan Keluarga dan Relasi Kesalingan Perspektif Mubadalah (Pendekatan Tabaduli di Kabupaten Kulon Progo, DIY) merekomendasikan agar p​​​​ara pihak yang berwenang perlu melakukan nota kesepahaman untuk menekan tingginya angka perceraian di Indonesia.

 

"Dalam hal ini, peran Dinas PMD Dalduk dan KB (Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana) Tingkat Kabupaten dengan KUA di setiap kecamatan, yang membentuk Klinik Ketahanan Keluarga serta Pengadilan Agama, maupun BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) harus dioptimalkan. Berbekal 8 fungsi keluarga dan 5 pilar perkawinan, para konselor harus memaksimalkan peran mereka dalam melayani klien dengan pola konsultasi, mediasi dan negosiasi," tulis peneliti dalam laporan penelitian Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI tahun 2020 tersebut.

 

Peneliti juga menyebutkan kasus perceraian yang terjadi, berawal dari tidak berfungsinya salah satu, dua, tiga, atau bahkan seluruh fungsi keluarga itu secara optimal.
 

Menurut peneliti kampanye massif dan dukungan informasi teknis dipandang penting untuk mendorong gerakan ketahanan keluarga. Degan begitu, para pasangan yang bermasalah tetap berkeinginan kuat untuk bersama-sama dalam mencapai tujuan pernikahan dan mengoptimalkan kembali fungsi keluarga.

 
Peneliti kemudian mengarahkan rekomendasi pada penguatan kembali peran BP4 (Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan) di setiap KUA di seluruh Indonesia. Realisasinya dapat dengan kegiatan sosialisasi, advokasi dan penyuluhan yang bekerja sama dengan Klinik Ketahanan Keluarga dan perangkat desa lainnya. Tujuannya tidak lain untuk menekan tingkat perceraian melalui alternative dispute resolution (penyelesaian perkara di luar persidangan).
 

Selain itu, peneliti juga memandang perlu adanya sertifikasi untuk konselor Klinik Ketahanan Keluarga agar bisa menjadi Mediator di Pengadilan Agama.
Sebelumnya, penelitian tersebut mengungkapkan bahwa jika satu atau dua penyokong ketahanan keluarga tidak berfungsi, maka akan merembet pada fungsi yang lain. Delapan fungsi tersebut antara lain keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.


Penulis: Laila Fauziah
Editor: Kendi Setiawan