59 Dapur MBG Beroperasi, PBNU Dorong Sertifikasi Tempat dan Juru Masak untuk Keamanan Pangan
Sabtu, 11 Oktober 2025 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Anggota Tim Akselerasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ulun Nuha menyebutkan bahwa sebanyak 59 dapur MBG telah beroperasi di berbagai daerah di Indonesia. Sementara, 142 dapur lainnya sedang dalam tahap akhir persiapan dan diperkirakan dapat mulai beroperasi minggu depan.
"Itu sudah tersebar di seluruh Nusantara. Kalau di Nusa Tenggara Barat yang sudah beroperasi ada tiga dapur dan akan beroperasi sembilan dapur, Sulawesi akan ada tiga dapur yang beroperasi. Kalau di Aceh ini cukup banyak,” ujarnya kepada NU Online di Plaza Gedung PBNU, Jakarta Pusat pada Jumat (10/10/2025).
Gus Ulun sapaan akrabnya menyampaikan bahwa secara keseluruhan terdapat lebih dari 600 dapur MBG yang sedang dalam proses pengajuan dan penyiapan operasional.
"Sekarang yang dalam proses itu total ada 542 yang sudah mengajukan dan sedang diproses. Untuk minggu ini yang mengajukan sekitar 70 pengajuan baru,” katanya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sebagian besar dapur MBG NU berada di lingkungan pesantren, meski tidak terbatas hanya di sana. Beberapa dapur juga berlokasi di sekolah-sekolah di bawah naungan LP Ma’arif NU, serta di kantor PCNU dan PWNU.
“Kami dorong agar sedekat mungkin lokasinya dengan pesantren. Pertama, agar memberikan pelayanan terbaik ke santri. Kedua, agar menghidupkan ekosistem pesantren. Tapi karena beberapa teknis seperti ketersediaan lahan, akses jalan, memang ada beberapa SPPG-nya berjarak 1-2 kilometer,” katanya.
Menurutnya, PBNU tidak hanya mendampingi pendirian dapur MBG, tetapi juga memastikan keberlanjutan dan kualitas operasionalnya. Pendampingan ini mencakup pengawasan terhadap standar operasional prosedur (SOP), kebersihan, keamanan, dan kehalalan makanan.
Gus Ulun juga mendorong SPPG untuk memiliki sertifikasi tempat dan juru masak untuk menjaga kualitas serta keamanan pangan.
"Kami pastikan semua perlengkapan, peralatan, dan orang-orang yang memasak mengikuti SOP yang telah ditetapkan. Kami juga mendorong pelatihan bagi petugas dapur, termasuk sertifikasi halal dan sertifikasi profesi juru masak. Jadi bukan hanya halal, tapi juga thayyib,” paparnya.
Upaya sertifikasi tersebut dilakukan untuk mencegah risiko keracunan makanan yang kerap disebabkan oleh manajemen bahan pangan dan kebersihan yang kurang baik. Gus Ulun menjelaskan bahwa potensi masalah terbesar biasanya berasal dari bahan makanan yang tidak segar, kesalahan jadwal memasak, dan kebersihan peralatan.
“Satu dapur bisa melayani 3.000 orang. Jadwal konsumsi pagi untuk anak PAUD dan TK jam 9, sedangkan makan siang jam 12. Seharusnya ada dua kali proses memasak dengan jadwal berbeda,” ucapnya.
"Tapi terkadang tim masak ini malas, memilih hanya satu kali masak dan itu masaknya tengah malam, kalau masaknya tengah malam pasti untuk jadwal siang itu terlalu lama,” sambungnya.
Selain itu, kelalaian dalam mencuci wadah makanan juga bisa menyebabkan kontaminasi. “Kalau ompreng atau wadah mencucinya tidak betul-betul bersih maka makanan mudah terkontaminasi,” pungkas Gus Ulun.