Agamawan Lintas Negara Bahas Hubungan Beragama di Asia Selatan-Tenggara
Rabu, 18 Desember 2019 | 08:00 WIB
King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID) bekerja sama dengan Organisasi Kerjasama Islam (OIC/OKI), Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), dan Jaringan Gusdurian Jakarta mengadakan Forum Dialog Regional pada tanggal 18-19 Desember 2019 di Hotel Burobudur, Jakarta Pusat. (Foto: NU Online/Husni Sahal)
Dinamika antar dan intra agama di Asia Selatan dan Tenggara meningkat dalam satu dekade terakhir. Berkembangnya intoleransi, baik dalam sisi agama maupun etnis, telah menyebabkan perpecahan dan bahkan konflik keamanan di banyak negara di daerah tersebut.
Merespons persoalan tersebut, King Abdullah bin Abdulaziz International Centre for Interreligious and Intercultural Dialogue (KAICIID) bekerja sama dengan Organisasi Kerjasama Islam (OIC/OKI), Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), dan Jaringan Gusdurian Jakarta mengadakan Forum Dialog Regional pada tanggal 18-19 Desember 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.
Forum ini bertujuan untuk menjadi platform dialog dan tukar pikiran antar pemuka agama tentang hubungan beragama di Asia Selatan dan Tenggara, memfasilitasi kerja sama antar pemuka agama, dan memupuk hubungan dengan pemangku kebijakan di tingkat regional.
Adapun tema yang diusung pada forum ini ialah Memupuk Dialog Religius Antar dan Intra Agama untuk Mencegah dan Memitigasi Konflik di Asia Selatan dan Tenggara. Setidaknya, terdapat 65 pemuka agama dan pemangku kebijakan dari lima negara yang mengikuti acara ini. Mereka berasal dari Indonesia, Thailand, Myanmar, Srilanka, dan Malaysia. Kegiatan ini juga mengundang perwakilan senior dari institusi ASEAN.
Sekjen KAICIID Faisal bin Muammar mengatakan tentang perlunya membangun dialog untuk melawan intoleransi yang dampaknya mengkhawatirkan bagi kehidupan.
“Jika kita ingin melawan efek intoleransi, yang menjadi tren mengkhawatirkan bukan hanya di Asia Tenggara, tapi di seluruh dunia, kita harus fokus akan kebutuhan untuk berintegrasi dengan berbagai ideologi, beragam cara hidup, dan berbagai keyakinan agama,” kata Sekjen KAICIID Faisal bin Muammar melalui keterangan tertulis yang diterima NU Online, Rabu (18/12).
Topik utama yang akan dibahas di acara tersebut termasuk peran pemuka agama dalam mendeteksi sentimen kebencian dan ajakan kekerasan di dunia maya, memfasilitasi keamanan akses ke rumah ibadah dan perlindungannya, juga beberapa tantangan yang berhubungan dengan inklusivitas di sektor pendidikan.
Sekretaris Jenderal Organisasi Kerjasama Islam (OIC), Yousef Al-Othaimeen berharap, dengan melibatkan tokoh-tokoh agama dan pemangku kebijakan ini, dialog menghasilkan penyelesaian masalah untuk kebaikan seluruh manusia.
“Melalui pertemuan ini, OIC berharap untuk lebih melibatkan pemuka agama dan pemangku kebijakan dalam sebuah dialog konstruktif tentang bagaimana masyarakat multi-agama, termasuk komunitas Muslim dan Buddha, di seluruh daerah dapat duduk bersama bukan hanya untuk kemaslahatan umatnya masing-masing tetapi untuk kebaikan seluruh manusia,” kata Yousef.
Pertemuan di Jakarta ini merupakan yang kedua kalinya setelah pertemuan pertama yang berlangsung di Bangkok, Thailand pada tahun 2017 lalu. Lebih dari 70 pemuka agama dan pemangku kebijakan dari Asia Selatan dan Tenggara hadir dalam pertemuan saat itu. Berdasarkan masukan dari peserta pertemuan itu, KAICIID mulai menjalankan program negaranya di Myanmar.
Pewarta: Husni Sahal
Editor: Muchlishon