Wawancara

Relasi Dakwah Islam Wali Songo dengan Islam Nusantara

Senin, 16 Desember 2019 | 07:30 WIB

Relasi Dakwah Islam Wali Songo dengan Islam Nusantara

KH Abdul Syukur (Wakil Ketua PWNU Lampung)

Islam merupakan agama yang bersyariat dari Al-Qur’an dan hadits. Keduanya merupakan sumber hujjah utama bagi umat Islam. Keduanya kemudian digali lebih mendalam oleh ulama yang memiliki kompetensi (ulama mujtahid mutlak) yang dalam fikih Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) dikenal dengan madzahibul arbaah.

Imam Maliki, Hanbali, Syafii, dan Hanafi adalah empat imam mazhab yang menggali dua sumber tersebut sehingga lahirlah ijma dan qiyas. Dari sinilah jamiyyah Nahdlatul Ulama meneruskan tradisi ulama mujtahid ini melalui kitab-kitabnya, yang dikenal di pesantren sebagai kitab kuning. 

Tradisi kajian kitab kuning dari ulama mazhab jugalah yang dijadikan hujjah para wali songo dalam menyebarkan Islam di Nusantara ini. Maka NU pun mensinergikan antara kajian kitab kuning dan pengembangannya di pesantren oleh ulama pesantren dan santrinya dengan dakwah Wali Songo yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, ijma dan qiyas. Kemudian kondisi ini diarifkan dengan kondisi kultur budaya di Jawa dan daerah lain di Nusantara.

Konsep-konsep relasi dakwah Islam Wali Songo dengan Islam Nusantara ini dibincangkan oleh jurnalis NU Online Muhammad Faizin dengan Wakil Ketua PWNU Lampung KH Abdul Syukur yang juga dosen Universitas Islam Nageri Raden Intan Lampung pada Ahad (15/12). Berikut petikan wawancaranya:

Apa korelasi antara dakwah Wali Songo dengan konsep Islam Nusantara yang dimiliki NU?

Nahdlatul Ulama itu melanjutkan dan mengembangkan dakwah Islam dan tradisi Islam di Nusantara yang dikenal kini dengan nama Islam Nusantara. Jadi, Islam Nusantara ini bukan agama baru tapi Islam yang tetap merujuk kepada Islam yang dirisalahkan oleh Nabi Muhammad dan perkembangannya di dunia Islam, bersumber dari Al-Quran, hadits, ijma dan qiyas yang diikuti oleh mayoritas umat Islam di muka bumi, maka dinamakan Aswaja.

Jadi apa karakteristik Islam Nusantara ini?

Islam Nusantara adalah penerus dakwah Islam dari ulama terdahulu, ulama salafusshalih, empat iman mazhab, Wali Songo, ulama pesantren Mbah KH A Hasyim Asy'ari yang mendirikan NU sejak tahun 1926. Kemudian ini diteruskan para ulama dengan menyiarkan Islam, dakwah Islam untuk dipahami dan diamalkan oleh masyarakat Islam Nusantara, yaitu masyarakat Islam Indonesia.

Jadi sekali lagi, Islam Nusantara bukan agama baru dalam Islam, tetapi Islam Nusantara adalah karakteristik agama Islam yang dianut dan diamalkan oleh masyarakat Islam Indonesia untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang diamalkan oleh penganutnya mampu mensinergikan ajaran Islam dengan kearifan lokal yang sesuai, cocok, tidak bertentangan dengan agama Islam Al-Qur’an, hadits, ijma dan qiyas.

Terus dengan adanya konsep Islam Nusantara ini, apa yang bisa dihasilkan?

Islam Nusantara ini merupakan upaya mewujudkan Islam yang rahmatan, sejuk, damai, persuasif, basyiran wa nadziran dengan memperhatikan hikmah dan kearifan lokal. Islam Nusantara Islam menjaga ukhuwah dan maslahah dalam kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Ini merupakan ciri utama Islam Nusantara yang juga diwujudkannya dengan “Islam wasathiyah” seperti konsep MUI, “moderasi beragama” yang digaungkan Kementerian Agama, dan “Islam Berkemajuan” atau “Dinul Hadlarah” yang menjadi konsep Muhammadiyah.

Relevansi dengan ideologi negara kita bagaimana, Pak Kiai?

Islam Nusantara sejalan dengan Pancasila dan pilar Kebangsaan lainnya yakni UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Karena dari hasil kajian akademis pun menyimpulkan bahwa Pancasila digali dari nilai Islam dan nilai kearifan lokal. Ini menjadi kekhasan Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila bagi masyarakat Indonesia menjadi ideologi negara, falsafah hidup bangsa dan masyarakat Indonesia yang sejalan dan cocok dengan agama-agama yang diyakini oleh bangsa Indonesia.

Walau Pancasila bukan Islam Nusantara, bukan pula khilafah islamiyah, tetapi Pancasila adalah ideologi negara kita (NKRI), falsafah hidup babgsa Indonesia. Pancasila ini sangat cocok dan sesuai dengan agama Islam dengan mengangkat konsep Islam Wasathiyah, Islam Nusantara, Moderasi Beragama, atau Islam Berkemajuan.

Silakan ormas Islam yang lainnya juga bisa membuat istilah lain. Yang penting sejalan dengan Pancasila sebagai pengejawantahan antara nilai agama (Islam) dengan nilai kearifan lokal, kearifan bangsa Indonesia yang telah digali dan diimplementasikan oleh Wali Songo dan dikembangkan oleh para ulama, termasuk ulama NU beserta warganya. 

Apa Islam Nusantara ini juga yang bisa menjadi salah satu langkah mewujudkan konsep khairu ummah (umat yang baik)? 

Ya. Inilah upaya NU, juga ormas Islam lain tentunya untuk mewujudkan pujian Tuhan kepada umat Nabi Muhammad SAW yaitu khairu ummah (masyarakat yang terbaik). Masyarakat idaman seperti ini memiliki tiga karakteristik. Pertama adalah masyarakat yang selalu menyuruh berbuat ma'ruf atau kebaikan yang bersifat peradaban, humanitis, harmoni, rukun, dan ukhuwah.

Kedua, masyarakat yang mampu mencegah dari segala tindakan jahat atau munkar seperti membunuh, menghasut, mencaci, makar, tak setia NKRI, membuat kekacauan dan ancaman kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, serta kejahatan lainnya.

Ketiga, masyarakat yang religius, masyarakat yang beriman, masyarakat yang berketuhanan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka jadikanlah iman kepada Tuhan sebagai daya kekuatan yang memancar pada pribadi dan masyarakat. Menjadi amal saleh dan menghasilkan tindakan yang memberi manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Dalam hadits disebutkan khairun nas anfa'uhum lin nas. sebaik-baik umat manusia adalah yang mampu berbuat baik dan memberi manfaat bagi dirinya dan orang lain masyarakat, bangsa, dan negara. Inilah ciri utama umat Nabi Muhammad SAW yg digambarkan dalam QS Al Imran ayat 110 sebagai khairu ummah.

Semoga umat Nabi Muhammad, umat Islam, dapat terus mewujudkan pujian Tuhan dengan selalu berbuat kebaikan, mencegah dari tindak kejahatan, dan selalu beriman kepada Allah yang diwujudkan dalam amal saleh.