Bogor, NU Online
Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) baru saja meluluskan 267 mahasiswanya. Puluhan di antaranya dari program studi Islam Nusantara. Prodi ini menjadi jendela NU di mata internasional.
"Jendela promosi NU tingkat nasional dan internasional," kata Rektor Unusia H Muhammad Maksoem Machfudz usai Rapat Senat Terbuka Wisuda Diploma, Sarjana, dan Magister di Kampus Unusia Parung, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (14/12).
Prodi Islam Nusantara merupakan ciri khas Unusia sebagai mandat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada kampus NU yang berlokasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya itu.
"Kita punya tugas khusus untuk mengembangkan dan menekuni mendidik prodi Islam Nusantara," ucapnya.
Tidak hanya program magister, prodi ini juga menerima mahasiswa program sarjana dan doktor. Menurut Maksoem, peminatnya cukup banyak. Tercatat, mahasiswa doktor sudah lebih dari 30 orang meski belum genap dua tahun program tersebut dibuka.
"Mahasiswa S3 tahun ini sudah lebih 30 orang. Yang sekolah itu ada yang Kristiani, Buddha, Hindu memang mau sekolah mencari ilmu," ujar Wakil Ketua Umum PBNU itu.
Sementara itu, Agung Firmansyah, salah satu wisudawan menyampaikan bahwa pembelajaran di prodi Islam Nusantara menyenangkan mengingat bimbingan dosen yang berkualitas dalam bidang keislaman dan kebudayaan. Baginya, purnastudi dari prodi ini menjadi titik awal untuk lebih mengembangkan khazanah keilmuan tersebut.
"Ini menjadi starting point bagi saya untuk bagaimana berikutnya mengembangkan khazanah keilmuan Islam Nusantara dalam memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa dan negara," katanya.
Dua subjek, keislaman dan kebudayaan, seperti sudah menjadi satu tarikan nafas dalam keilmuan ini. Dalam setiap karya tulis ilmiah yang dibuat harus mencakup dua bidang tersebut.
"Proses pembelajaran kuliah di Unusia hampir dalam setiap kesempatan mahasiswa dituntut untuk membuat karya tulis ilmiah dengan subjek keislaman dan kebudayaan Nusantara," ujar pengajar di Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama (MTs NU) Putra 2 Buntet Pesantren itu.
Agung menulis tugas akhir mengenai naskah-naskah kuno yang ada di Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat.
Di sana, jelasnya, terdapat 40-an naskah yang terdiri dari mushaf dan kitab-kitab berusia 200-an tahun karena rata-rata ditulis pada abad 19.
"Manuskrip tersebut mengindikasikan kurikulum pondok tersebut. Hal itu menjadi tradisi keilmuan tetap berlangsung hingga saat ini," pungkas Sekretaris Pengurus Cabang Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Kabupaten Cirebon itu.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan