Nasional

Akademisi Ilmu Hukum Ancam Boikot Pilkada 2024 Jika DPR Abaikan Putusan MK

Rabu, 21 Agustus 2024 | 18:15 WIB

Akademisi Ilmu Hukum Ancam Boikot Pilkada 2024 Jika DPR Abaikan Putusan MK

Ilustrasi logo CALS. (Foto: IG CALS Indonesia)

Jakarta, NU Online

Puluhan akademisi ilmu hukum yang tergabung dalam Masyarakat Hukum Tata Negara dan Administrasi atau Constitutional and Administrative Law Society (CALS) mengancam akan memboikot Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.


Pemboikotan akan dilakukan apabila Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang ambang batas pencalonan dan usia calon Pilkada.


"Jika Revisi UU Pilkada dilanjutkan dengan mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi, maka segenap masyarakat sipil melakukan pembangkangan sipil untuk melawan tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya dengan memboikot Pilkada 2024," demikian keterangan CALS yang diterima NU Online, Rabu (21/8/2024).


CALS menilai, pembangkangan konstitusi yang sedang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dan segenap pendukungnya harus dilawan demi supremasi konstitusi dan kedaulatan rakyat.


Lebih spesifik lagi, CALS juga meminta Presiden dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 pada 20 Agustus 2024.


"⁠KPU menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024," jelas CALS.


Bagi CALS, sebagaimana anomali yang ditetapkan dalam Putusan MA tersebut, artinya putusan ini dapat menggulung karpet merah bagi putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk mencalonkan sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah yang belum memenuhi syarat usia saat penetapan pasangan calon.


Secara tegas, CALS menentang sikap Presiden Joko Widodo beserta segenap partai politik pendukungnya yang tengah mempertontonkan pembangkangan konstitusi dan pamer kekuasaan yang eksesif tanpa kontrol yang berarti dari lembaga legislatif, seolah ia merupakan hukum, bahkan melebihi hukum dan sendi-sendi konstitusionalisme.


"Rezim yang otokratis ini kembali melanggengkan otokrasi legalisme untuk mengakumulasikan kekuasaan dan mengonsolidasikan kekuatan elit politik hingga ke level pemerintahan daerah," tulis keterangan itu lebih lanjut.


"Upaya demikian mendelegitimasi Pilkada 2024 sejak awal, sebab aturan main Pilkada diakali sedemikian rupa untuk meminimalisasi kompetitor dengan menutup ruang-ruang kandidasi alternatif, memborong dukungan koalisi gemuk partai politik, dan memunculkan kandidat boneka agar mengesankan kontestasi Pilkada berjalan dengan kompetisi yang bebas, adil, dan setara," tambah keterangan tersebut.


Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyepakati untuk merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA), bukan Mahkamah Konstitusi (MK), tentang ambang batas usia pencalonan pada Pilkada 2024.


Menurut putusan MA, calon gubernur harus berusia minimal 30 tahun dan calon wakil gubernur 25 tahun saat pelantikan, sesuai dengan Peraturan KPU RI (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020.


Sementara MK menetapkan bahwa usia minimal calon gubernur adalah 30 tahun dan calon wakil gubernur 25 tahun pada saat penetapan sebagai calon oleh KPU, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).